” Kalau hutan terus
menyempit, perlakuan manusia terhadap Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) tak lagi akrab, tahun 2025 bakal punah. Bahkan
bisa lebih cepat lagi, ” tandas aktivis lingkungan Zaini Rakhman. Berangkat dari
keprihatinan itu, dia lantas menulis buku berjudul ”Garuda Mitos dan
Faktanya di Indonesia ”. Isinya mengulas berbagai hal tentang burung
Garuda yang sebenarnya merupakan Elang Jawa (sulit beradaptasi).
Elang Jawa yang keberadaannya semakin terancam punah termasuk dalam kategori
terancam punah seiring semakin menipisnya keberadaan hutan alami tempat hidupnya di pulau jawa dan perburuan untuk kepentingan ekonomi, hinggs kini diperkirakan
populasinya di alam liar tinggal 350 ekor. Elang Jawa sebenarnya tidak lain dan tidak bukan merupakan burung Garuda yang di jadikan lambang negara Republik Indonesia (oleh Ir. Soekarno) dengan nama latin Spizaetus bartelsi, Stresemenn,
1924.
Elang jawa adalah type burung pemburu berukuran sedang 60-70 Cm dari ujung ekor hingga paruh yang
hidup di hutan primer yang ada di Pulau Jawa. Elang Jawa yang dalam rantai
makanan berposisi sebagai top predator itu memangsa satwa lebih kecil seperti burung-burungan berupa punai, walik, ayam hutan dan kalong dan satwa lain
seperti tikus, tupai bajing, musang, jelarang, jenis reptile sampai dengan
anak monyet.
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul hitam yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm), mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Dada coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang akhirnya di bagian bawah berubah menjadi pola garis melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat terang memiliki suara tinggi berulang-ulang klii-iiw atau ii-iiiw. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul hitam yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm), mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Dada coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang akhirnya di bagian bawah berubah menjadi pola garis melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat terang memiliki suara tinggi berulang-ulang klii-iiw atau ii-iiiw. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat Taman Nasional Ujung Kulon hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan
Purwo. Namun penyebarannya tersebut hanya pada daerah Hutan primer, hutan
hujan tropik, daerah berbukit hutan dan banyak tersebar dibagian selatan Pulau
Jawa yang berlereng sebagai habitat khususnya.
Meski hutan habitat tempat huniannya hutan primer tapi masih ditemukan juga
pada hutan sekunder sebagai tempat
bersarang dan berburu, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu 0
– 3.000 m dpl.
Burung ini senang bertengger di atas pohon tinggi yang memudahkan baginya
untuk mengintai dan menyergap mangsanya baik yang ada di permukaan hutan atau diatas tanah
hutan disamping itu tempat ini sering dijadikan sarang. Sarang berbentuk tumpukan
ranting-ranting berdaun-daun, disusun tinggi
yang diletakkan dicabang pohon pada ketinggian 20-30 m di atas tanah. Masa bertelur burung Elang Jawa ini mulai bulan Januari hingga Juni, telur berjumlah satu butir sekali bertelur, yang
dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Sering ditemukan bersarang pada jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala
(Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus
dan Quercus), tusam (Pinus
merkusii), puspa (Schima
wallichii), dan ki sireum (Eugenia
clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula
sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
Keberadaan elang Jawa diketahui sejak tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari
kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19,
spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok. Setelah berkali-kali pengidentifikasian Baru
tahun 1924 Prof. Stresemann memberinya nama Spizaetus nipalensis bartelsi dan
akhirnya D Amadon tahun 1953 menaikkan peringkatnya menjadi jenis tersendiri
sebagai Spizaetus bartelsi.
Klasifikasi ilmiah, Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Kelas :
Aves, Ordo : Falconiformes, Famili : Aceipitridae, Genus : Spizaetus dan Spesies
: Spizaetus bartelsi, Stresemann, 1924.
By. Bakri Supian
Keperkasaan Burung melebarkan sayap di Angkasa,
Dengan Gagah mengitari dan mengawasi wilayah kuasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar