NusaNTaRa.Com
byFarhaMTukirmaN, S a b t u, 0 8 A g u s t u s 2 0 2 3
Wiwit Nur Hidayah (dua dari kanan) bersama kedua orangtua dan adiknya di rumahnya, Kamis (10/08/2023) |
Nama “Mas Ojek” sudah cukup terkenal di kawasan Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong sehingga tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya kita ingin mencarinya di sana. Orang yang biasa dipanggil Mas Ojek tersebut adalah Wagiman (51) di kawasan tersebut sudah cukup dikenal didaerah itu terlebih setelah Bapak yang berprofesi sebagai Tukang Ojek itu berhasil mendukung anaknya untuk berkuliah hingga berhasil memperoleh titel S3 atau doctor dalam ilmu Kimia di perguruan tinggi.
Dari
mulai pangkalan ojek di dekat rumahnya, hingga para penarik ojek di Pasar Andir
Bayongbong dan sekitarnya, sudah cukup akrab dengan nama Mas Ojek. Karenanya, begitu menanyakan rumah Wagiman,
warga sekitar langsung menunjukkan sebuah rumah kecil dalam gang yang
asri, “
Saya ngojek sejak tahun 1999, dulu kerja di pabrik di Bandung. Tapi
tahun 1999 kena PHK karena moneter, jadi pulang kampong ”,
Ujar SiDin Mas Ojek, saat ditemui di kediamannya, Kamis (10/08/2023).
Kampung
Neglasari, Desa Mekarsari, merupakan kampung istrinya, Tatat Kurniati (49).
Wagiman mengaku berasal dari Gombong, Kebumen, sudah lebih 20 tahun di kampung istrinya menjadi tukang
ojek, nama Wagiman cukup dikenal masyarakat setempat. Menjadi
tukang ojek, Wagiman dan istri mampu mengantarkan anak sulungnya Wiwit Nur
Hidayah meraih gelar doktor kimia termuda di Jawa Barat dari Universitas
Padjajaran (Unpad) Bandung, “ Wiwit lagi di belakang, Pak, siang ini mau ke
Bandung lagi, dipanggil dosen pembimbingnya
”, Ujar SiGaluH Wiwit Nur Hidayah
dengan Ahmadernya (Manisnya).
Sambil
menunggu Wiwit, Giman dengan semangat menceritakan bagaimana anaknya bisa
menyelesaikan jenjang sekolah hingga meraih gelar doktor di usia yang masih
muda, “
Saya hanya mengantarkan saja kemauan anak, walau dengan hasil ngojek,
saya juga tidak bisa sekolah sampai kuliah
”, Ujar SiDin Wagiman Laji. Sejak kecil, menurut Wagiman, Wiwit memang
disekolahkan di sekolah-sekolah favorit di tingkat kecamatan hingga kabupaten, Wagimanpun mengakui biaya masuk sekolah
favorit tidak sedikit, “ Dulu waktu masuk TK (taman kanak-kanak) di
sini, orang-orang bilang anak tukang ojek saja pakai sekolah TK segala ”,
CakapNya tersipuh.
Tidak
lama di sekolah TK, Wagiman pun menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar (SD)
yang kebetulan ada di belakang rumahnya,
meski masuk SD di usia 5 tahun, Wiwit selal meraih gelar juara di
kelasnya hingga lulus. Karenanya, saat
akan masuk SMP, sesuai saran guru, Wiwit pun disekolahkan di SMPN 1 Bayongbong,
meski tidak jauh dari rumahnya ada sekolah negeri juga.
Tantangan
besar mulai dirasakan Wagiman dan istri saat Wiwit Nur Hidayah lulus SMP. Karena menjadi salah satu lulusan
terbaik di SMPN 1 Bayongbong, anaknya pun disarankan melanjutkan ke SMAN 1
Garut yang menjadi salah satu SMA favorit di Garut, “ Banyak
guru SMP-nya yang bantu. Tapi kalau bantuan sifatnya pribadi saya tolak, kalau
bantuan dari pemerintah saya terima ”, Cakap SiDin Wagiman katanya.
Giman dan istri sudah sepakat
akan mengantarkan kemauan anaknya bersekolah hingga ke jenjang sesuai yang
diinginkan anaknya, keduanyapun sepakat untuk tidak menerima bantuan yang
bersifat pribadi, “ Kita enggak mau ada utang budi ke orang
lain ”,
Ujar SiGaluh Tatat Kurniati sang
Ibu.
Pasangan
suami istri ini menyadari betul bahwa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit
dengan standar Internasional butuh biaya besar,
tak ingin mematahkan semangat
anaknya menimba ilmu, keduanya pun tetap mengizinkan anaknya sekolah di SMAN 1
Garut dan berhasil lulus memuaskan, “ Masuk ke Unpad juga lewat jalur prestasi.
Hasil tes juga diterima di kampus-kampus lain, tapi akhirnya pilih di
Unpad ”,
Ujar Tatat Kurniati.
Selama
menjalani kuliah S-1 di Universitas Padjadjaran, Wiwit Nur Hidayah mengambil
Jurusan Farmasi dan menjadi penerima
beasiswa dan biaya hidup. Namun, biaya
hidup sebesar Rp 600.000 per bulan tidak mencukupi kebutuhan anaknya yang harus
tinggal di kos-kosan di daerah Jatinangor,
“ Kalau berangkat, dibekelin
berapa, terima aja, tidak pernah minta lebih
“, Ujar Tatat Kurniati,
menambahkan.
Wagiman
dan istri berhasil mengantar anaknya menimba ilmu di S1 namun belum selesai, because
selesai mengambil jenjang S-1 Farmasi,
Wiwit melanjutkan kuliah profesi hingga menjadi apoteker. Selesai meraih gelar apoteker, Wiwit rupanya
belum puas dan melanjutkan ke jenjang S-2 dengan berbekal beasiswa karena
prestasi yang dimilikinya selama menempuh jenjang S-1 dan profesi tapi dengan beasiswa yang didapat nilainya lebih besar sehingga bebannya sedikit
berkurang.
Tak
puas dengan meraih gelar S-2, Wiwit Nur Hidatah ternyata juga sudah mempersiapkan diri untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang S-3 yang juga lewat jalur beasiswa yang nilainya
juga lebih besar hingga anaknya bisa sampai melakukan penelitian ke
Jepang, “ Beasiswanya besar, bisa sampai dua kali ke
Jepang, tinggal di sana beberapa bulan, semuanya dibiayai beasiswa “,
Ujar SiDin Wagiman dengan Cappotttaaanya. Selama anaknya terus menempuh pendidikan, Wagiman dan Tatat Nur Hidayah hanya bisa mendampinginya dan berdoa
yang terbaik untuk anaknya, terlebih anak bungsunya, adik dari Wiwit yaitu Dwi
Sekar Pertiwi, sudah mulai kuliah di Universitas Padjadjaran.
Rasa bangga jelas terpancar dari wajah Wagiman dan Tatat Nur Hidayah saat Wiwit ternyata berhasil menyelesaikan jenjang S-3 yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh mereka sama sekali bisa menyekolahkan anak hingga jenjang tertinggi tersebut, “ Saya mah enggak mau apa-apa dari anak-anak, melihat dia (Wiwit) bisa seperti sekarang saja sudah senang banget “, Ujar SiGaluH Tatat Nur Hidayah sang ibu berseri-seri.
Gambar Gelar Wisuda 2023 di U PAJAJARAN |
Kesungguhan
dan keseriusan menjadi pertanda sukses.
Tukang
Ojek Wagiman mengantarkan anaknya Doktor
S3.
Melayani pemasangan Iklan
Sila Dail Talian 0821 5385 8932
Tidak ada komentar:
Posting Komentar