NusanTaRa.Com
byRaisALembuduT, 27/Januari/2019
byRaisALembuduT, 27/Januari/2019
Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, untuk mengurangi aktipitas
pemerintahan di Washington DC sebagai akibat dari Rencana gilanya untuk
mewujutkan satu mega Proyek Pembangunan
Tembok Perbatasan antara Amerika Serikat dan Mexico. Menjadikan Kota Metro Washington DC bagai
kota mati karena hampir semua aktipitas di kota tersebut menjadi lumpuh atau
tidak berjalan seiring tidak aktipnya 800 ribu pegawai pemerintahan akibat
diberhentikan sementara sejak pertengahan Desember 2018 hingga akhir Januari
2019
Kelumpuhan aktipitas di Washington DC
karena banyaknya pegawai pemerintahan yang diberhentikan sementara atau
dirumahkan tanpa Gaji, turut berdampak bagi banyak kegiatan di kota tersebut
seperti Super Market, Perhotelan, Pusat hiburan dan aktipitas lainnya yang
turut mengalami penurunan jumlah pengunjung atau mengalami kekurangan pemasukan
cukup drastis. Kondisi kota mati yang di alami warga
Washington DC tersebut tentunya juga di rasakan warga Indonesia yang menetap
cukup banyak disana dalam mengadu nasib untuk di metro itu baik sebagai
pengusaha, pegawai pemerintah, sekolah atau pekerja di perusahaan.
Andre Masfar salah satu warga
Indonesia yang menetap di Washiington DC pemilik Food Truck dengan Tajok “ JAVA COVE “ yang beroperasi di kota tersebut sejak 2015
lalu, turut merasakan dampak dari penutupan beberapa aktipitas
pemerintahan. Baginya pemberhentian
pegawai pemerintah dan lesunya kota Washington DC sejak empat minggu terakhi ini, turut berpengaruh signifikan bagi menurunnya
pemasukan usahanya itu.
Usaha Food Truck ditengah musim
dingin di Amerika seperti sekarang ini pendapatan Java Cove tidak sebanyak di
musim panas, di musim panas banyak warga Washington DC lebih memilih keluar untuk makan siang,
ditambah saat seperti itu kehadiran para
turis yang datang dari berbagai Negara lebih ramai. Ditambah dengan adanya penutupan pemerintah
hasil penjualannya kini semakin menurun drastic, “
Paling banyak 50 served. Bahkan tadi Cuma 41 saja, kalau dulu saya bisa
memberi served hingga 120 “, Ujar SiDin
Andrea Masfar di samping Trucknya.
Bagi Andrea Masfar pemilik Java Cove
penempatan lokasi Food Truck sangat penting karena akan mempengaruhi omset usahanya, di
Washington, D.C. biasanya pemilik food truck harus mengikuti undian rotasi
untuk mendapatkan tempat-tempat yang strategis, terlebih di masa penutupan
pemerintah sekarang ini akan sulit
mendapatkan keuntungan jika kebagian tempat tidak strategis seperti di
daerah gedung kantor pemerintahan yang lagi bungkam.
“
Semakin sepi saja. Minggu lalu orang masih banyak shopping. Mungkin
karena habis Christmas ya, banyak yang (mengembalikan) barang atau turis yang
lapar karena museum atau tempat-tempat di (Washington, D.C.) pada tutup ”, Ujar Sidin Andre Masfar di dampingi
istrinya tukiyem yang menjual paket makanan seperti nasi, rendang, atau sate seharga
11 dollar AS atau sekitar 155 ribu rupiah per porsinya.
Jika mendapat undian untuk berjualan
di daerah yang banyak terdapat kantor pemerintahanpun seperti di dekat departemen luar negeri
negeri AS, L’enfant Plaza, di
Washington, D.C., " tentunya saat ini juga sedang sepi pengunjung. “ (Penjualan di) L’enfant turun 85 persen ”, Ujar SiDin Sonny Setiantoko, pemilik lima food truck bernama Sambal dan Sate Truck yang
juga beroperasi di wilayah Washington, D.C.
Food Truck menyajikan Sambal dan Sate
Truck serta menjual makanan Indonesia lain
seperti mie ayam, sate, dan tempe,
Sonny mengaku penjualan selama tutupnya pemerintah Amerika ini turun 30
hingga 40 persen. “ Sepi saja, enggak seperti biasa. Enggak ada
pegawai (yang membeli) ”, Ujar SiDin
Yunus yang juga bekerja untuk Sambal dan Sate Truck.
Dampak lain bagi dunia usaha paska
pemberhentian pegawai pemerintahan secara besar-besar ini di Washington
DC, para pengusaha food truck banyak
bekerja sendirian tanpa bantuan karyawan karena dapat menurunkan pengeluaran usaha, untuk menggunakan karyawan
kata Andrea Masfar harus membayar 90
dolar AS atau Rp 1,2 juta untuk waktu kkerja enam jam per orang dalam
sebulan.
Landung Satwoko warga Indonesia yang
baru menetap di Washington DC tahun 2016
dan bekerja sementara sebagai pekerja di Warung Cepat saji mengalami
dampak dari akibat pemberhentian Pegawai tersebut karena ia diberhentikn oleh
pemilik usaha tempatnya bekerja. “ Pemilik usaha tempat saya bekerja terpaksa
memberhentikan saya karena omset usahanya semakin menurun dan hal seperti ini banyak dirasakan warga
Indonesia yang menetap di Washington dengan berbagai kegiatan “, Ujar SiDin Landung Satwoko.
ShutDown Washinton DC juga dirasakan
warga Indonesia, Nina Marzoeki yang telah bekerja selama 13 tahun sebagai karyawan paruh waktu di salah satu
kebun binatang tertua di Amerika
yaitu Smithsonian's National Zoo, yang
berlokasi di Washington, D.C. Kebun
binatang ini mendapat sokongan biaya dari pemerintah untuk dapat
beroperasi. Walau tidak seluruh
karyawan kebun binatang dirumahkan,
khususnya mereka yang bertugas mengurus binatang-binatang di sana, namun Nina Marzoeki merasakan dampak yang
sangat besar bagi keuangannya karena ia harus menerima kenyataan tidak bergaji
karena hanya bekerja tiga hari dalam seminggu.
Nina Marzoeki acara intertaiment |
“
Dampaknya kerasa banget ”, dan
“ Kalau yang full-time mungkin
ada bantuannya, tapi kalau kayak Nina enggak
”, Ujar SiGaluh Nina Marzoeki.
Bagi Nina Marzoeki keadaan
seperti Ini bukan pertama kali
baginya terimbas ‘government
shutdown.’ Ia pernah juga merasakan
dampaknya saat terjadi penutupan pemerintahan tahun 2013, yang berlangsung
selama 16 hari lamanya. “
Teman Nina (bilang), ‘Oh my God, gue enggak bisa bayar bill nih,
tertunda.’ Udah jelaslah kalau masalah finansial, apalagi yang single mom gitu
kan ”, Ujar SiGaluh lagi.
“
Ya bosan di rumah, biasa keluar. Tapi ada anak-anak ya senang juga.
Sebenarnya anak-anak kan masih libur winter break kan, jadi sekolahnya masih
libur. Terus ketambah snow, jadi (libur) juga. Kehiburnya gitu aja. Cuman kalau
sudah mikir melihat ke bank, ‘aih, enggak ada uang masuk nih ”, Ujar SiGaluh Bella Berrellez yang membuat
body scrub di rumahnya sebagai tambahan penghasilan yang juga terkena dampak
ShutDown tersebut.
Untungnya Nina memiliki pekerjaan
sampingan selama ini, yaitu sebuah
bisnis barang-barang promosi dan suvenir yang ia dirikan bersama temannya, yang
ia lakoni dari rumah baginya bisnisnya
tidak terdampak oleh penutupan pemerintah.
“ Kliennya memang konsisten ya.
Contohnya klien (saya) AU (American University) kan jadi ya merchandise AU ya
tetap order aja ”, Ujar SiGaluh.
Banyak teman-teman dari Taman-taman
Nasional di Amerika menjadi kliennya,
“ Jadi kalau winter emang kalau
dari government kayak dari park-park memang enggak begitu banyak. Tapi kalau
summer memang iya kita mulai lagi, karena buat summer camp, banyak kegiatan kan
untuk summer. Jadi mereka selalu pesan t-shirt atau tas backpack atau water
bottle, sometime mereka pesan frisbie yang buat main di luar ”, Ujar SiGaluh Nina Marzoeki.
Harapan Andre Masfar ? Semoga
penutupan pemerintahan di Amerika ini SEGERA BERAKHIR sehingga mereka dapat melaanjutkan usaha
dengan lebih baik dan keresahan akan teratasi,
“ Minggu depan enggak tahu deh,
semakin sepi mungkin. Mudah-mudahan shutdown cepat selesai, deh ”, harapan demikian bukan Cuma bagi Andrea
Masfar atau Nina Marzoeki tapi juga seluruh warga Indonesia yang menetap di
Washington DC sehingga mereka dapat beraktipitas sebagai mana mestinya.
Donald Trump bangun tembok perbatasan Mexico,
ShutDown Washington DC warga Indonesia turut dirugikan boo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar