Sabtu, 22 Juli 2017

PENOLAKAN PENERAPAN KEBIJAKAN FULL DAY SCHOOL, PENDIDIKAN TANAH AIR BELUM SIAP

NusanTaRa.Com
byBakkaranGNunukaN/22Juli2017



Kebijakan Pendidikan di peringkat SD – SMP dan SMA yang akan menerapkan waktu belajar disekolah selama 5 hari dan  lama jam sekolah dallam sehari 8 jama  yang sedianya akan diterapkan tahun ajaran baru 2017-2018 bulan Juni 2017, akhirnya oleh Presiden Joko Widodo  dibatalkan 19 Juni 2017.   Keputusan ini diambil Jokowi usai memanggil Muhadjir dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ma'ruf Amin ke Istana,  (19/6/2017),    "  Presiden merespons aspirasi yang berkembang di masyarakat dan memahami apa yang jadi keinginan masyarakat dan ormas Islam. Oleh karena itu, Presiden akan melakukan penataan ulang terhadap aturan itu  ",  Ujar SiDin Ma'ruf Amin sebagaimana dikutip NusanTaRa.Com.

Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter yang digagas Kemenbud Muhajir Effendy yang mengubah waktu sekolah menjadi 5 hari dan 8 jam per hari atau Full Day School mendapatkan penolakan dari sejumlah kalangan, termasuk dari ormas PBNU.  Ma’ruf Amin setelah pertemuan dengan presiden mengatakan bahwa Kebijakan penguatan Pendidikan Karakter yang termuat dalam Permen Pendidikan dan Budaya Nomor 23 tahun 2017 dibatalkan.

Pembatalan Kebijakan tersebut  akan disusul dengan penggantian  Peraturan Presiden dengan segera dan  Presiden akan mengundang berbagai elemen masyarakat untuk meminta masukan dalam menyusun aturan itu  termasuk ormas Islam seperti MUI, PBNU dan Muhammadiyah.  Presiden juga berjanji  akan melakukan penguatan terhadap posisi Madrasah Diniyah.   "  Sehingga masalah-masalah yang menjadi krusial di dalam masyarakat akan bisa tertampung di dalam aturan yang akan dibuat itu  ", Ujar SiDin  Ma'ruf  lagi.


Sebagaimana sebelumnya banyak pemerhati yang meragukan rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan menerapkan system pendidikan  8 jam belajar dan lima hari sekolah (Full Day School) untuk tahun ajaran 2017/2018.  "  Ada beberapa akibat yang akan timbul dari penerapan kebijakan ini. Pertama, pendidikan dengan model madrasah ini akan gulung tikar  ",  Ujar  SiDin Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, Selasa (13/6/2017).   Pada hal  keberadaan madrasah sudah berlangsung sangat lama dan memberikan sumbangsih positip bagi masyarakat akan sangat disayangkan bila pola yang telah banyak memberikan arti bagi pengemangan karakter bangsa ini tidak ada,  "  Ini akan sangat menyedihkan dan akan menjadi sebuah catatan kelam bagi dunia pendidikan Islam di negeri yang berdasarkan Pancasila  ", Ujar SiGaluh Retno Listyarti.
 
Retno menambahkan,   penerapan kebijakan tersebut  kalau dilaksanakan sebaiknya tidak diberlakukan untuk semuaa sekolah namun pada sekolah yang memenuhi kriteria saja.   Misalnya sekolah yang memiliki sarana pendukung untuk terciptanya sebuah proses pendidikan yang baik, seperti sarana beribadah, olahraga, laboratorium, tempat bermain dan istirahat yang nyaman bagi pelajar, serta kantin yang sehat dan layak. Faktor lain tidak kalah penting adalah tersedianya jumlah pengajar yang cukup.   Selain itu terkait tambahan materi baru yang akan diberikan sampai saat ini belum ada pendidik khusus yang mengeluarkan pengajar demikian dan kurikulum tentang materi tersebut belum tersedia.


  Kalau  fasilitas-fasilitas tidak bisa dipenuhi maka kebijakan tidak dapat dijalankan namun bila pola kriteria  untuk sekolah tertentu saja dapat diterapkan maka akan ada perbedaan metode pembelajaran dan  kwalitas standar produk yang akan dihasilkan dari setiap sekolah   “,  Uajr SiDin Ust Muslimin Pengamat pendidikan Legendari pada NusanTaRa. Com.   Peningkatan muatan pendidikan akan melibatkan banyak tambahan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah yang harus dipenuhi,  "  Anak-anak juga akan kelelahan, kesehatan fisik juga akan menurun, apalagi jika tidak ditopang oleh makan siang yang sehat dan bergizi saat di sekolah. Kebijakan pendidikan semestinya mempertimbangkan hak-hak anak dan kepentingan anak  ",  Ujar SiGaluh Retno.

Kebijakan 8 jam sebenarnya dianggap hampir mendekati pola pendidikan  di Lembaga Islam baik Madrasah maupun Pasantren yang diarahkan pada program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menitik beratkan lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas.    Penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan abad 21 dan  tak hanya di sekolah, lingkungan seperti surau, masjid, gereja, pura, lapangan sepak bola, musium, taman budaya, sanggar seni, dan tempat-tempat lainnya dapat menjadi sumber belajar.    "  Peraturan terkait hal tersebut segera diterbitkan dan segera kita sosialisasikan  ",   Ujar SiDin  Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Penolakan kebijakan pendidikan Full Day School menurut sebagian kalangan karena pembuatannya  dinilai mengabaikan keberadaan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan cara berkomunikasi politik Mendikbud, Muhadjir Effendy, dalam mengeluarkan kebijakan yang dinilai minim komunikasi dengan mitra strategis di bidang pendidikan.   “  Kami sebagai mitra strategis pemerintah di bidang pendidikan khususnya urusan yang menyangkut guru tidak pernah diajak bicara saat Mendikbud hendak mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait guru  ”,  Ujar SiDin  Unifah ketua PGRI, Rabu (14/6/2017). 

Pergi ke Surau untuk mengaji,
Pendidikan baik melahirkan SDM bermutu tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...