NusaNTaRa.Com byBakuINunukaN, Jum'at, 18 A g u s t u s 2015
Pulau Nusakambangan biasa lebih dikenal sebagai tempat pembuangan atau penjara bagi para pelaku kejahatan berat dan tahanan politis sejak zaman kerajaan, Penjajahan dan hingga sekarang, sebuah pulau di bagian Selatan - barat Jawa Tengah Kabupaten Cilacap. Di pulau dengan keluasan 121 km persegi yang berpenduduk sekitar 3.500 jiwa ini, terdapat Sembilan (9) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi di Indonesia yang tentunya diperuntukan bagi para tahan berkelas berat atau politisi besar dan dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.
Meski demikian yang masih beroperasi hanya tinggal empat yaitu Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Lima lainnya, yaitu Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. Untuk mencapai pulau yang berada ditepi Samudera Hindia dan dikeliilingi hutan Bakau dan Kampung nelayan Kampung Laut dan Jojog harus menyeberang dengan kapal feri dari pelabuhan Sodong kurang-lebih lima menit dan bersandar di Pelabuhan feri Wijayapura di Cilacap, jawa tengah, petugas pelanuhan dan awak feri juga dijaga oleh pegawai lapas, khusus untuk transportasi pemindahan narapidana dan tranportasi pegawai Lapas beserta keluarganya.
Narapidana di Nusakambangan (tahun 1900-1926) |
Nusakambangan bukan pulau biasa sebagai pulau penjara resmi dimulai awal abad ke-20, di era kolonial Hindia Belanda. Namun, riwayat Nusakambangan sudah ditemukan Inggeris pada abad ke-16 dengan merapatnya kapal berbendera Inggeris bernama “Royal George” dan VOC Belanda tahun 1740-an dipimpin Paulus Paulusz dan menganggap pulau ini cocok untuk benteng. Pulau Nusakambangan dalam kisah Dinasti Mataram, dijadikan tempat melakukan ritual, sebagaimana kisah Amangkurat I (1645-1677) memerintahkan kepada abdinya bernama Ki Pranataka pergi ke Nusakambangan mencari bunga Wijayakusuma. diyakini mampu mengembalikan tahta Amangkurat I yang dirampas Trunojoya.
Belanda mulai membangun Nusakambangan pada 1836 sesuai yang disarankan Paulus Paulusz sekitar satu dasawarsa sebelumnya, pulau tersebut akan dijadikan sebagai benteng pengawasan sekaligus pertahanan. Ancaman yang paling nyata saat itu adalah bajak laut diantaranya berasal dari Bali, Bugis, dan Timor, yang beroperasi di sekitar perairan Nusakambangan. Kaum perompak ini biasanya merampas harta-benda dan bahan pangan, bahkan menculik orang . Nusakambangan sempat dijuluki sebagai pulau bajak laut pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda. Mingguan Hidup (Volume 57, 2003: 9).
Saat pembangunan benteng Nusakambangan Tahun 1850, wabah malaria melanda sebagian besar orang yang dipekerjakan di pulau itu meninggal maka untuk melanjutkan pekerjaan itu didatangkanlah ratusan narapidana dari berbagai wilayah untuk melanjutkan pembangunan benteng Belanda. Pada waktu itu di bangun pula penjara yang bisa menampung hingga 300 orang di sekitar benteng itu. Inilah awal-mula Pulau Nusakambangan digunakan sebagai tempat untuk memenjarakan orang, pembangunan Nusakambangan kembali digencarkan awal abad ke-20 dan sejak 1908, pemerintah kolonial Hindia Belanda menetapkan Nusakambangan sebagai “ PULAU BUI ”.
Pada tahun 1910 pembangunan penjara dengan kapasitas 700 orang selesai dan tahun 1912 dibangun lagi dua penjara masing-masing berkapasitas 750 orang menyusul kkemudian di mpat decade berikutnya empat bangunan penjara yaitu 1924, 1927, 1928 dan 1935 hingga akhir pendudukan Belanda setidaknya ada 9 bangunan yang difungsikan sebagai bui di Nusakambangan atau Pulau Penjara. Seiring pertumbuhan tahanan maka dimanfaatkanlah mereka sebagai pekerja membuka lahan dan sebagai pekerja diperkebunan karet di sokitarnya.
Pemanfaatan Nusakambangan sebagai lokasi terisolasi memenjarakan para pesakitan terus berlanjut pada era Sukarno, Soeharto, BJ Habibie bahkan hingga saat ini. Penjara ini diperuntukkan bagi mereka yang dianggap sebagai penjahat kelas wahid, seperti Johny Indo, Kusni Kasdut, Sastrowiyono bin Wongso, juga Nanggo alias Bang Timong, misalnya, pernah merasakan kehidupan sebagai penghuni Nusakambangan. Trio terpidana mati terkait aksi teror Bom Bali 2002, Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas, bahkan harus mengakhiri hidup di pulau ini dengan eksekusi mati pada November 2008. Untuk kabur dari situ dinilai sulit karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Sementara di sisi lainnya dibatasi sungai yang memisahkan pulau ini dengan permukiman kampung nelayan.
Tak hanya bromocorah, anak presiden juga pernah mendekam di Nusakambangan, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy, yang terlibat sejumlah kasus kejahatan, termasuk pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 2001. Kamar penjara anak bungsu Soeharto ini bersebelahan dengan sel Bob Hasan, koruptor kelas berat sekaligus mantan menteri yang lekat pula sebagai kroni ayahnya. Bagi tahanan politik, terutama selama era Orde Baru, Nusakambangan juga menyediakan ruang inap, seperti yang dialami Pramoedya Ananta Toer. Selama 4 tahun sejak 13 Oktober 1965, Pram dibui di pulau yang terhampar di Samudera Hindia itu tanpa proses pengadilan, sebelum dipindahkan ke Pulau Buru.
Keturunan dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau ini dan menjadikannya sebagai "hutan ritual". Di bagian barat pulau, di sebuah gua yang terletak di areal hutan bakau, ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC dan Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Berbagai macam tumbuhan khas ritual budaya Jawa ditanam di sini. Nusakambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal : Nusakambangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan".
Pulau Nusakambangan juga berstatus sebagai cagar alam habitat bagi pohon-pohon langka, tetapi banyak yang telah ditebang secara liar. Saat ini yang tersisa kebanyakan adalah tumbuhan perdu, nipah dan belukar. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) yang hanya dapat ditemukan di pulau ini banyak dicuri karena setelah dikeringkan kayu ini mempunyai kualitas yang setara dengan kayu meranti dari Kalimantan.
Wijayakesuma kembang bertuah ditaman
Pulau Penjara di Indonesia Pulau Nusakambangan.
Semoga tempat ini berkahi Allah menjaji tempat manusia sadar dan meraih sukses dengan baik aminnnn
BalasHapus