Rabu, 12 Agustus 2015

PENGUNGSI MUSLIM ROHINGYA BENCANA KEMANUSIAN DI ACEH





NusanTaRa.Com



Krisis kemanusia yang cukup besar di dunia awal tahun 2015 khususnya di Indonesia adalah Gelombang exodus etnis Muslim Rohingya atau manusia perahu Rohingya yang datang dari Myanmar atau Bangladesh, krisis ini juga melanda beberapa negara Asean seperti Malaysia dan Thailand yang diperkirakan jumlah pengungsi tersebut mencapai 25.000 warga  yang datang menggunakan Perahu pengungsi atau menggunakan sindikat penyelundupan manusia atau traffecking.    Sikap pemerintah Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura sangat jelas menolak kehadiran para pengungsi Muslim Rohingya dengan tindakkan memulangkan secara paksa para pengungsi, melaksanakan pengawasan perairan laut yang sering dilalui Manusia Perahu tersebut seperti di Selat Malaka dan Laut Andaman serta memulangkan setiap perahu yang ditemukan memuat para pengungsi kembali kenegara mereka dengan memberikan pembekalan selama pelayaran kembali dan mengajukan protes pada negara Myanmar dan Banglades untuk menghentikan pengungsian tersebut.  

Kenyataan yang ada bahwa Gelombang pengungsian masih tetap berjalan dengan kondisi yang sangat mengenaskan karena persoalan sekterian di Myanmar dimana penduduknya yang mayoritas Budha tidak dapat menerima keberadaan mereka dan perlakuan diskrimasi dalam kehidupan membuat mereka terpaksa harus meninggalkan daerah, meski harus menghadapi maut dan tenggelam dalam pelayaran.    Keberadaan ini serta sentuhan kemanusian  dunia akan penderitaan mereka akhirnya Pemerintah Indonesia dan Malaysia awal bulan April memberikan layanan kemanusian bagi para pengungsi Rohingya dengan memberikan tempat pemukiman sementara,  jaminan hidup selama dalam pengungsi dalam kurun waktu yang tidak lama,  lembaga dunia harus bersedia mencarikan negara penerima, akan mendesak negara Bangladesh dan Myanmar untuk mengambil dan menjamin keselamatan mereka.  

Tragedi Pengungsian besar-besaran dengan menggunakan perahu bagi Etnis Rohingya bukan baru kali ini terjadi, tragedi ini bermula tahun 2012 ketika terjadi konflik sekterian antara warga minoritas Muslim Rohingya dengan warga mayoritas Budhis di negara bagian Rakhine di myanmar semakin memburuk sehingga lebih dari 200 warga Rohingya tewas dan 140.000 lain digiring ke kamp-kamp penampungan, semakin tidak amannya kondisi bagi warga Rohingya dan jaminan keamanan yang memburuk membuat mereka memilih untuk mengunggsi keluar negara dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan aman.  

Etnis Rohingya merupakan kaum minoritas di Myanmar dan Bangladesh, kebanyakan diantara mereka tidak memiliki kewarganegaraan yang sahjumlah populasinya menurut taksiran PBB mencapai  1,3 juta orang dan kebanyakan bermukim di negara bagian Rakhine yang tergolong paling miskin di Myanmar.   Warga Rohingya beragama Islam, sementara mayoritas warga Myanmar beragama Budha, dalam kehidupan mereka banyak mendapat perlakuan yang diskriminatip dibanding warga Myanmar yang beragama Budha.  

Kesulitan bagi mereka untuk dapat hidup layak di Myanmar dengan adanya tekanan dan  diskriminatip dalam kehidupan sosial meski sudah bermukim di Myanmar selama beberapa generasi, anak cucu keturunan Rohingya tetap dipandang sebagai pengungsi ilegal dari negara tetangga Bangladesh sehingga mereka tidak diberikan kewarganegaraan yang syah,  Di pihak lain, Bangladesh juga tidak mengakui mereka sebagai warga negaranya.   Saat ini terdapat sekitar 300.000 warga Rohingya di Bangladesh  terutama di kawasan perbatasan ke Myanmar.   


Etnis Muslim Rohingya merupakan suku yang mendiami kawasan Bangladesh dan Myanmar utamanya Negeri Arakhan sejak dulu sekitar 1430 M,  merupakan suku yang terbentuk dari Suku Arab dan India muslim yang datang sebagai peniaga dan kemudian mengalami percampuran dengan warga Bangladesh dan penduduk lokal Arakhan sehingga lahirlah Etnis Rohingya Islam dan pernah mendirikan Kerajaan dikawasan tersebut selama 3,5 abad dan memiliki 48 raja sejak 1430 – 1784 Masehi.   

Kisah Pembantaian Kaum Rokhingya muslim sudah berlangsung sejak dulu,  awalnya tahun 1942 M suku Magh kaum Budha Arakan membantai kaum Muslim Rohingya dengan bantuan semua suku Birma lainnya yang mengorbankan 100.000 jiwa kaum muslim.   1947 M Burma ingin mempersiapkan kemerdekan dengan mengundang semua suku terkecuali Kaum Rohingya dan 14 Januari 1948 M  Inggeris memerdekan Burma dengan persyaratan semua suku dapat memerdekakan daerah kalau mereka mau, namun hal ini tidak dihiraukan Burma dan mereka tetap menguasai Arakan meski kaum Rohingya dan suku magh ingin memerdekakan diri sendiri.   

Beberapa eksodus Rohingya yang berlayar banyak juga diantaranya  yang pergi disebabkan untuk menjadi tenaga kerja gelap diluar negeri dengan mengikuti para cukong pencari tenaga kerja yang membawa warga Bangladesh keluar negeri atau mengikuti Cukong yang bermukim di Thailand dengan membayar 15.000 US  D dan dalam beberapa kasus terdapat mereka yang dipulangkan kembali atau dibantai para cukong, sebagaimana Polisi Malaysia menemukan sekitar 30 lubang kubur massal di  perbatasan dengan Thailand pada Juni 2015.

Hingga bulan Juli 2015 jumlah pengungsi yang ditampung di Indonesia sekitar 750.000 jiwa.   Pertemuan Dinas Sosial Aceh Utara, Internasional Organization for Migration (IOM), Imigrasi, Aksi Cepat Tanggap (ACT), dan Ketua Working Group Penanganan Rohingya memutuskan memindahkan pengungsi dari gedung BLK ke shelter  ACT,  Desa Blang Adoe, Kecamatn Kuta Makmur, Aceh Utara  pada  Kamis  6 Agustus 2015.    Sementara Shelter ACT Blang Adoe disiapkan untuk menampung 332 pengungsi Rohingya yang terdampar di Lhokseumawe dan Aceh utara.   Fasilitas di shelter itu lengkap,  seperti ketersedian Rumah ibadah, ruang belajar, taman bermain, klinik kesehatan, dapur umum, ruang MCK,  air bersih serta adanya lingkngan Hijau. 

Untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayanan bagi pengungsi agar lebih baik  maka di Kuala Langsa akan dibangun pemukiman baru sebagaimana ujar Dicky,  " Meski di Kuala Langsa telah dibangun dua barak pengungsi yang dapat menaampung lebih 250 jiwa ", Pemerintah kota Langsa dan lembaga kemanusia PKPU berencana membangun pemukiman untuk pengungsi Rohingya pada lahan yang sudah disiapkan pemerintah seluas 6 ha yang berii fasilitas, rumah, sekolah, masdjid, klinik, aula, tempat bermain, serta fasilitas lengkap pendukung lainnya, untuk menaampung pengungsi yang ada di Kota Langsa" kata Manager Humas PKPU,Sukismo, Minggu (5/7/2015). Dan tempat pengungsi lain yaang ada di daerah Aceh Timur dengan jumlah pengungsi sekitar 180 jiwa.

Pemerintah akan mengalami kesulitan dalam menangani pengungsi tersebut sebagai dikatakan Ibu TRI Nuke Pujiastuti peneliti LIPI, “Kita (Indonesia) dalam kondisi krisis soal pengungsi dan pencari suaka. Karena, dalam waktu yang sangat cepat, jumlah mereka yang masuk Indonesia sangat banyak, sementara yang pergi sangat sedikit,”.   Kesedian Indonesia dan Malaysia awalnya dalam menampung para pengungsi, selama pengungsian tersebut tidak melebihi waktu satu tahun, sampai sekarang kemajuan para badan pengungsi dunia seperti UNCR sampai saat ini masih sulit untuk menemukan negara yang bersedia menampung mereka dan belum adanya kesedian negara Myanmar untuk menerima mereka kembali.   Keadaan ini diperparah lagi oleh kondisi keimigrasian di Indonesia yang saat ini menampung 10.000 orang pengungsi atau pencari suaka asal Afganistan, Suriah, Irak, Iran dan Irak yang masih ditempatkan di sejumlah tempat penampungan di Indonesia, karena samppai saat ini belum ada negara tujuan yang mau menerima mereka. 
byBakriSupian




Arakhan negeri makmur di Delta Irawadi,
Seharusnya keragaman akan mengindahkan bukannya tragedi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...