Daun Ritual
suku Dayak. Daun Rinyuakng disebut juga daun Sabang dan daun Sawang sangat akrab dengan kehidupan masyarakat adat
dayak Kanayatn di Kalimantan Barat dan di Kalimantan tengah dayak Lemadau. Dalam adat dayak daun tersebut mempunyai
kekuatan untuk menolak bala,
menyembuhkan penyakit dan menghalau roh
jahat, sehingga tanaman ini di daerah
dayak banyak ditemukan tumbuh di tempat keramat.
Tempat keramat tersebut seperti di " Panyugu
" (tempat sesembahan berkaitan
dengan perladangan), " Parigi "
(tempat berdoa memohon kesehatan kampung usai panen) dan "
Sandung " (kuburan duplikat dari
orang penting atau berpengaruh seperti pemuka adat dan dukun yang makam aslinya berada ditempat
khusus), Sandung dibuat dengan tujuan untuk mempermudah sanak
keluarga berkunjung ke makam tokoh tersebut yang tempat aslinya tidak jelas
atau jauh, tanaman Daun Rinyuakng disekitanya sebagai tanda tempat keramat dan
ditinggikan dari lainnya.
Dalam ritual masyarakat Dayak Kayanatn daun Rinyuakng
juga sering dipakai oleh masyarakat tradisional untuk ritual adat seperti upacara atau prosesi doa para dukun sebagai alat bantu
untuk memudahkan manusia berkomunikasi dengan mahluk halus atau Kamang.
Keyakinan akan alam gaib atau dunia mahluk halus
menjadi salah satu tradisi adat suku dayak. Kamang dalam keyakinan Dayak merupakan mahluk
halus keturunan setengah manusia dan setengah mahluk halus, menurut
nenek moyang dayak dalam perantauan kawin dengan mahluk halus yang menyerupai
manusia, maka lahirlah keturunan dari mereka yang disebut Kamang. Tabiat Kamang
sangat senang dengan manusia yang berperingai baik dan akan mengganggu yang berperilaku buruk atau berhati
jahat.
Sandung |
Sehubungan dengan ritual para dukun akan menggunakan daun
Rinyuakng di kepala mereka sebagai bagian dari ikat kepala atau diletakkan di dekat mereka, tujuannya untuk
menarik perhatian para Kamang sehingga proses komunikasi dua dunia berjalan
lancar. Selain itu keberadaan daun riyukang akan mengusir dan menjauhkan roh
jahat dari tempat upacara.
Ritual Gawai
Tikurok. Dilaksanakan suku Dayak Tikurok sekali dalam
empat tahun selepas panen. Gawai Tikurok
terdiri dari tiga tingkatan : Tingkat pertama Gawai Nyibaru, penghormatan terhadap tengkorak
yang ada di rumah tempat kepala (Baruk) dengan memukul gong, gendang, menembakkan
senapan lantak, meriam dan lesung, Tingkat
kedua Gawai Mukah dan Tingkat ketiga disebut Gawai Nyakan.
Tujuan umum Gawai Tikurok untuk menciptakan
ketentraman di jauhkan dari petaka kerusuhan, gempa bumi dan cuaca buruk, kesejahteraan dengan reski berlimpah dari
hasil buruan yang baik, hasil bertani dan mencari hasil hutan yang berlimpah serta kebajikan bagi penduduk kampung
dijauhkan dari penyakit/disembuhkan.
Sesajen persembahan yang diperuntukkan bagi tengkorak
dan para kamang : Tuak dicampur darah ayam disimpan dalam
buluh, Beras kunyit ditabur di atas
tengkorak, Nasi bungkusan kecil makanan harian tengkorak, Kunyit parut diletakkan dalam daun manah (daun
rinyuakng : Dayak Kanayatn), Tembakau, Limau nipis, Daun sirih, Buah Pinang, Gambir,
Keladi merah (ubis bireh disukai kamang), Pisang embun, Nasi dalam buluh kecil untuk Kamang Tariu, Ayam goreng
dipotong kecil-kecil, Ikan
siluang dibungkus daun dan Rokok apong diselipkan di rahang tengkorak.
Bahan utama untuk penyelenggaraan Gawai Tikurok : Dua ekor babi – seekor untuk peserta dalam
upacara tersebut - seekor untuk pahlawan atau Baku Rasi yang mendapatkan kepala
musuh. Jika Baku Rasi sudah meninggal,
maka babi ini dipersembahkan untuk arwahnya
dan tiga ekor ayam jantan muda
yang digunakan sewaktu melakukan upacara. Tempat untuk menyimpan tengkorak dan
bahan-bahan persembahan tersebut di atas disebut Tiang Sadong. Orang yang memimpin
upacara Gawai Tikurok disebut Tua Gawai atau Ranjak.
Daun Sabang pada
Ritual Nevak uting (sembelih babi) : kegiatan lepo dange, setelah
para dayung naik lepo dange babi
diletakan ditengah lepo dan mukanya menghadap matahari terbit, kemudian sidayung meletakan kalung manik tua
di lehernya dan menghentak-hentakkan huing (kerincing) pada badan babi tersebut
sambil menyampaikan mantra. Mantera
tersebut kurang lebih bermakna “ Bersama ini pergilah kamu roh sang babi “.
Darah babi mengguyur deras dari lehernya, karena sembelihan
dayung aya’ dan menadahnya dengan da’un
havaang (daun sabang), kemudian babi
bersama tim dayung yang lain naik ke rumah., sementara dayung aya’ dan satu
orang dayung uk (dayung kecil; bukan pemeran utama) tetap tinggal dalam lepo dange. Ketika inilah dayung melakukan mela
(mengibas-ibas daun sabang sambil mengucapkan mantra), agar orang yang di-pela
(asal kata dari mela) diberikan berkah rejeki, kesehatan, umur panjang dan hal-hal
yang berguna bagi yang bersangkutan dalam meniti kehidupannya.
Mela juga dilaksanakan untuk pemberian nama kayaan
bagi anak-anak karena itu dalam dange
besar/utama, juga ada sebutan dange anaak (dange yang diistimewakan bagai anak
untuk ritual pemberian nama dalam lepo dange). Setelah dayung selesai mela dalam pondok
dange, dia bersama satu temannya naik ke rumah kemudain turun lagi ke pondok
dange.
Ritual Penyangga
Parang, Ritual ini dilaksankan suku Dayak Hibun dengan
tujuan agar emosi pihak keluarga korban penganiayaan atau pembunuhan dapat teratasi.
Perangkat Ritual Adat Penyangga Parang yakni
: 1 ikat daun yang biasa digunakan untuk membungkus nasi, 1 buah kelapa muda, 1
batang Hatal Kunyieh, 1 tempayan tuak, 1 ekor janek (babi), sepasang ayam, 2 biji telur siap, 2 mangkok beras, sedikit uang pengkeras, 1 buah tombak, 1 pokok daun sabang, 2 meter kain putih, 1 batang besi dan 1 buah tempayan kecil, semua benda perlengkapan ini harus diletakkan di depan rumah.
Pengenalan tanaman. Nama ilmiahnya
: Cordyline fruticosa
(L) A. Cheval. Family : Agavaceae (Liliaceae). Jenis lainnya
: Cordyline folium, Cordyline terminalis (L.) Kunth dan Cordyline
javanica.
Morfologi tanaman.
Termasuk tanamn perdu bercabang, tinggi 1,5 - 4 meter dan Ranting dengan bekas daun rontok yang berbentuk cincin. Daun pada ujung ranting berjejal dengan susunan spiral, Tangkai bentuk talang, Helaian daun bentuk garis atau lanset ukuran 20-60(p) x 10-15 (l) Cm dengan pangkal daun berbentuk baji dan ujung runcing dan Warna hijau, merah atau lorek. Malai bunga di ketiak daun dengan tangkai panjang, bercabang melebar, dengan daun pelindung yang besar pada pangkal cabang. Anak daun pelindung pada pangkal bunga kecil. Daun tenda bunga 6 memanjang 1,3 cm, 3 luar pada bagian separo bawah melekat erat dengan yang di dalam, bagian teratas lepas dan melengkung kebelakang kembali. Benang sari 6 tertancap pada tenda bunga. Kepala putik pendek 3 taju. Buah buni bentuk bola merah mengkilat. Biji hitam mengkilat.
Termasuk tanamn perdu bercabang, tinggi 1,5 - 4 meter dan Ranting dengan bekas daun rontok yang berbentuk cincin. Daun pada ujung ranting berjejal dengan susunan spiral, Tangkai bentuk talang, Helaian daun bentuk garis atau lanset ukuran 20-60(p) x 10-15 (l) Cm dengan pangkal daun berbentuk baji dan ujung runcing dan Warna hijau, merah atau lorek. Malai bunga di ketiak daun dengan tangkai panjang, bercabang melebar, dengan daun pelindung yang besar pada pangkal cabang. Anak daun pelindung pada pangkal bunga kecil. Daun tenda bunga 6 memanjang 1,3 cm, 3 luar pada bagian separo bawah melekat erat dengan yang di dalam, bagian teratas lepas dan melengkung kebelakang kembali. Benang sari 6 tertancap pada tenda bunga. Kepala putik pendek 3 taju. Buah buni bentuk bola merah mengkilat. Biji hitam mengkilat.
Nama Lokal
: Dayak : Daun Sabang, Daun Sawang dan Daun
Riyuakng. Jawa : Andong,
Bali : Juwang. Makassar : Lanjuwang dan Batak : Kalinjuhan.
byKariTaLa LA Reff.IanApokayanFB.
Daun Sawang sesajian ritual adat Dayak,
Ritual dipersembahkan restu di sana berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar