Keindahan
dusun Uru di desa Mangkawani Kocamatan Maiwa terasa dengan suhunya yang relatip
lebih dingin dan latarnya yang berada di
kaki gunung Sagona sebagai salah satu kaki gunung Latimojong yang tertinggi di
Sulawesi Selatan. Sebagian besar
warganya hidup dari bertani dan menjadi pembuat gula merah/Gula Aren yang di perbuat dari Nira pohon Enau/Aren (Endru/bhs
lokal dan Arenga pinnata / bhs latin), ketika berada di kampung kamummu dusun Uru
yang banyak warganya menjadi pembuat gula merah disekitar tempat itu terlihat ada 6 Pondok pembuat Gula
(Parung bhs lokal) yang masih terletak ditengah kebunnya yang
banyak ditumbuhi Kopi, coklat, mangga, Rambutan, Langsat, Durian dan bibit Aren yang baru ditanam setinggi 1,5 m dengan jarak 10 m.
Gula merah terbuat dari Nira pohon Aren/Enau yang di sadap dari tangkai bunga Jantan yang keluar dari pohonnya, bunga ini dimulai keluar dari bagian atas pohon kemudian bunga berikutnya akan tumbuh dibagian bawahnya begitu seterusnya bisa mencapai 6 – 9 kali berbunga dalam satu pohon, setiap tangkai dapat disadap selama 1 – 3 bulan, disadap setiap hari dan setiap hari dapat menghasilkan 6 – 20 liter Nira. (Satu petani dapat mencapai 60 ltr/perhari dgn beberapa pohon) Pohon Enau dapat berproduksi Nira setelah berusia 5 tahun hingga 30 tahun, pohon ini selain menghasilkan Nira juga di ambil buahnya untuk dijadika Kolangkaling Ijuk dan lidi dijadikan Sapu dan batang sebagai bahan bangunan. Untuk pembuatan Gula merah memerlukan tahapan sebagai berikut :
1.
Penyadapan
: - Bila sudah ada Bunga Jantan
yang matang maka pohon Enau tersebut dibersihkan sekitarnya dari rerumputan
agar memudahkan selama proses penyadapan nanti. – Kemudian diadakan upacara sakral untuk mohon berkah dan syukuran. – Dibuat tangga setinggi tangkai bunga yang
akan disadap biasanya berupa sebilah Bambu atau kayu yang memiliki banyak
pijakan kemudian diikatkan kepohon. - Penyadapan dilakukan dengan memangkas tangkai
bunga jantan tersebut lalu memukul
tangkai tersebut dengan Godam dari kayu bulat agak besar hingga keluar Niranya,
biasanya berlangsung selama 1 – 4 hari (Marambi/bhs
lokal).
– Jika Nira yang keluar sudah cukup besar baru dipasangi Tabung bambu berukuran 1 – 1,5 m (Timbo/bhs lokal) atau derejen plastik 10 ltr untuk menampung Nira tersebut. – Dalam sehari pemasangan dan pengambilan tabung dilakukan dua kali, pertama di pasang pagi hari jam 05.30 dan di ambil Jam 16.30 sambil menyantol Timbo kedua yang akan di ambil pagi harinya jam 05.30. – Timbo/Tabung bambu yang diambil pagi hari atau sore langsung di bawa ke Parung atau Pondok pembuat Gula untuk dimasak dengan memikulnya, biasanya sekali pikul sang Passari (Pembuat gula) membawa 12 Timbo masing-masing 6 dimuka dan dibelakang pikulan, agar Nira tidak tumpah saat dipikul dan kwalitas Niranya baik Timbo tersebut ditutupi dengan memasukkan tumbuhan yang diambil di hutan (Pa’Buli/bhs lokal).
– Jika Nira yang keluar sudah cukup besar baru dipasangi Tabung bambu berukuran 1 – 1,5 m (Timbo/bhs lokal) atau derejen plastik 10 ltr untuk menampung Nira tersebut. – Dalam sehari pemasangan dan pengambilan tabung dilakukan dua kali, pertama di pasang pagi hari jam 05.30 dan di ambil Jam 16.30 sambil menyantol Timbo kedua yang akan di ambil pagi harinya jam 05.30. – Timbo/Tabung bambu yang diambil pagi hari atau sore langsung di bawa ke Parung atau Pondok pembuat Gula untuk dimasak dengan memikulnya, biasanya sekali pikul sang Passari (Pembuat gula) membawa 12 Timbo masing-masing 6 dimuka dan dibelakang pikulan, agar Nira tidak tumpah saat dipikul dan kwalitas Niranya baik Timbo tersebut ditutupi dengan memasukkan tumbuhan yang diambil di hutan (Pa’Buli/bhs lokal).
Produksi
: Timbo atau tabung bambu yang berisi Nira yang tiba di Pondok/Parung segera dituang kedalam Kuali baja
berdiameter 50 – 90 Cm yang terletak di
atas tungku atau Tanur terbuat dari susunan batu gunung diolesi Lumpur atau
tanah liat setinggi 70 Cm dan ketebalan 20 Cm, dibagian bawahnya ada Lobang tempat memasukkan
kayu bakar. – Ketika akan mendidih
masukkan Lingkaran penyanggah untuk
mencegah meluapnya Nira tersebut, sambil mengaduk dengan Gayung yang terbuat
dari Tempurung buah Bila/Maja yang berlubang-lubang bertangkai kayu. – Bila masakan sudah berwarna merah agak
mengental, dimasukkan Buah Kemiri yang telah dihaluskan agar
kepadatan gula dan rasanya baik sambil mengaduk sesekali dengan adukan kayu
agak panjang dan lebar tajam ujungnya.
- Setelah masak sekitar 5 – 10 jam tergantung banyaknya Nira yang di masak, wajan di angkat diletakkan ditanah yang agak berlubang bulat seperti pantat wajan, saat ini adonan sudah berwarna merah dan seperti karet biasa disebut Gula Gait (So’ri bhs lokal) di aduk lagi dengan pengaduk kayu bundar agar kental dan gulanya bagus, pengadukan dengan cara berputar-putar di wajan. – Setelah siap ambil Cetakan Gula, di daerah Uru berbentuk kotak kayu panjang bersekat-sekat hingga 35 kotak dan penyekatnya mudah dibuka pasang (didaerah lain biasanya tempurung kelapa dan Bambu) letakkan di atas wajan, dengan gayung dari tempurung kelapa kotak-kotak kayu tersebut diisi larutan gula tadi hingga pull. Selanjutnya cetakan yang berisi didinginkan di tempat khusus di dalam Parung tersebut.
- Setelah masak sekitar 5 – 10 jam tergantung banyaknya Nira yang di masak, wajan di angkat diletakkan ditanah yang agak berlubang bulat seperti pantat wajan, saat ini adonan sudah berwarna merah dan seperti karet biasa disebut Gula Gait (So’ri bhs lokal) di aduk lagi dengan pengaduk kayu bundar agar kental dan gulanya bagus, pengadukan dengan cara berputar-putar di wajan. – Setelah siap ambil Cetakan Gula, di daerah Uru berbentuk kotak kayu panjang bersekat-sekat hingga 35 kotak dan penyekatnya mudah dibuka pasang (didaerah lain biasanya tempurung kelapa dan Bambu) letakkan di atas wajan, dengan gayung dari tempurung kelapa kotak-kotak kayu tersebut diisi larutan gula tadi hingga pull. Selanjutnya cetakan yang berisi didinginkan di tempat khusus di dalam Parung tersebut.
3.
Pasca Produksi
: - Gula yang telah mengeras
dalam cetakan kayu setelah didiamkan selama 2 jam, Gula sudah siap dikeluarkan dengan membuka penyekat kotak-kotak dalam cetakan yang berukuran 4,5 x 6 x 13 Cm atau bila ditimbang
seberat 0,34 kg. – Dalam sekali masak dapat menghasilkan 40
kg atau 130 batang gula dengan jumlah Nira 120 liter (umumnya 70 batang). – Gula yang telah siap di bungkus dengan daun
pohon yang berbentuk LOVE sejenis jati (Pohon Waru bhs lokal), setiap bungkusan menggunakan dua daun Waru berisi dua batang. –
Setiap lima bungkusan tadi dijadikan satu diikat dengan tali Rotan. – Hasil tadi didiamkan di dalam tempat
penyimpanan diatas bumbungan atap Parung yang pada saat sore hari akan dibawa pulang kerumah untuk dijual seharga Rp 35.000 per ikat (sepuluh batang/5 bungkus).
La Baco Uru, Tokoh
Petani Gula di Kampung Uru berkata, “
Dulu Parung terbuat dari atap Ijuk sehingga lebih dingin
sekarang sudah pakai Seng. Parung Terbagi atas, tempat menyandarkan atau menyimpan Timbo/tabung bambu/Derijen dan peralatan
usaha lainnya, dibagian tengah tempat
memasak gula Dapur berdiameter 50 Cm
bagian atas dan 80 Cm bagian bawah dan yang banyak Sadapannya bisa sampai 4 tanur/tungku, Sisi satunya lagi buat tempat istirahat
berupa Beranda berdinding, Tempat
mendinginkan Gula yang baru diCetak dan Bagian bumbungan atap tempat menyimpan
Barang atau Mini Store “.
By BakriSupian
Enau tumbuh
di hutan lereng Gunung,
Rasa manis
jangan melupakan bahaya penyakit yang
datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar