Sabtu, 14 Desember 2013

WALI NANGGROE ACEH AMANAH HELSINGKI 2004, TERBENTUK 16 DESEMBER 2013.



Tengku Malik Machmud Al-Haytar

















     Lembaga Wali Nanggroe Aceh merupakan lembaga tertinggi  dalam sistem kehidupan masyarakat dan Nanggroe/adat/peradaban di  Aceh yang berlaku sejak dahulu,  sehingga yang dilantik sebagai Wali Nanggroe Aceh merupakan tokoh pemersatu masyarakat Aceh yang dapat menjaga segala adat budaya yang ada seperti menjaga peradapan  agama islam yang  telah mengakar disana.   Sebagaimana bunyi  isi amanah MoU Helsinki poin 1.1.7 yang menyatakan bahwa lembaga Wali Nanggroe sebagai lembaga adat yang dilengkapi kelengkapan perangkat upacara dan gelar dengan menempatkan lembaga tersebut sebagai pemersatu rakyat.

     Wali Nanggroe aceh merupakan salah satu kekhususan Daerah Istimeawa  Aceh yang lahir  dari Memorandum Of Understanding (MoU) Helsinki tahun 2004 dan Undang – Undang Republik Indonesia No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).    Setelah GAM dan Pemerintah RI sepakat menghentikan perang yang telah memakan korban jiwa putra – putri bangsa dalam menegakkan satu keadilan yang menyeluruh yang  berlangsung selama 30 tahun lebih di Aceh.

1 tahun Pasca Helsingki 2004
     Menurut Memorandum of Understanding (MoU) Helsingki tahun 2004 yang ditanda tangani Pemerintah RI dan GAM bahwa Wali Nanggroe ini mempunyai  fungsi  seperti menjaga persatuan dan kesatuan,  menjaga budaya Asli Aceh, mengendalikan kekayaan aceh maupun yang ada di luar daerah,  membubarkan DPR, menon aktipkan  Gubernur jika tak dapat melaksanakan tugasnya, menjalin kerja sama dengan negara luar dan membentuk konsulat di luar negeri,  menerima tamu dari luar negeri dan masih banyak lagi.  Namun kesepakatan ini akan di disempurnakan lagi dengan membahasnya lebih sempurna kedalam Qanum (Perda) dan bila keputusan qanum ini telah disyahkan barulah Pelantikan Wali Nanggroe Aceh dapat dilaksanakan.   Qanum tersebut akan membuat semua tugas dan fungsi WNA sebagai pemersatu dan penjaga adat budaya Aceh bukannya sebagai kekuatan politik yang tentunya akan dipegang oleh Gubernur.

     InsyaAllah, untuk merealisasikan Keputusan Helsingki 2004 tersebut  pada  Senin, 06 Desember 2013 akan dilaksanakan pelantikan Wali Nanggroe Aceh  (WNA) di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA),  adalah Tengku Malek Machmud Al-Haytar mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM),  semua kegiatan ini dipersiapkan  oleh Majelis Adat Aceh (MAA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh ( DPR A) ketua panitia pelaksana Tengku Muzakkir Manaf wakil Gubernur.   Pelantikan  WNA ke 9 dan ke 1 (yang dikukuhkan  DPRA) di perkirakan menghabiskan  anggaran  Rp 2,4 mliar.   Ketua DPRA Hasbi Abdullah mengatakan, pihaknya turut  mengundang Presiden Susilo Bambang Yudoyono,  Para Meteri,  panglima TNI dan Kapolri,  para pimpinan DPR, pimpinan MPR, serta semua anggota  Tim Juru runding RI-GAM  yang terlibat  dulunya.

     Sedianya pelantikan Wali Nanggroe Aceh dilaksanakan pada 18 September 2013 namun saat itu Presiden Susilo Bambang Yudoyono tidak bersedia.  Qanun sebagai dasar penyelenggaraan WNA tersebut sampai akhir ini masih menimbulkan kontrapersi dikalangan masyarakat dan pemerintahan  sebagian beranggapan bahwa Qanum tersebut dapat mengancam demokrasi dan kesatuan bangsa  dan Qanum tersebut menimbulkan dua lisme dalam pemerintahan Daerah Aceh antara Gubernur dan Wali Nanggroe Aceh  dan yang menyetujui  Qanum tersebut sebagai  Amanah Perjanjian Helsingki tahun 2004 dan Undang-undang  Negara RI yang  berlaku.      

 Qanum Nomor  8 tahun 2012 (=perda)  sebagai dasar pembentukan Wali Nanggroe Aceh telah mengalami  revisi, maklum menurut sebagian pengamat bahwa qanum syarat dengan aturan yang dapat menimbulkan komplik dan kabur dalam pelaksanaan pemerintahan di Aceh.    Menteri Dalam Negeri  Gamawan Fauzi  memerintahkan untuk menunda pelantikan tersebut,  hingga  qanum terakhir  segera revisi   hingga  sejalan dengan aturan Undang-undang yang berlaku.

     Ungkapan Malik Machmud tentang  pimpinan eksekutip pemerintahan dan Wali Nanggroe Aceh,  “ Gubernur itu pemimpin rakyat Aceh dalam menjalankan roda pemerintahan atau mengelola tata pemerintahan Aceh, sedangkan Wali Nanggroe adalah pemimpin pemersatu/perekat rakyat Aceh yang majemuk dari sisi peradaban Aceh dengan seluruh khazanah budaya dan adat istiadatnya.   Kedua pemimpin ini memiliki tujuan yang sama, yakni memajukan kehidupan rakyat Aceh secara bermartabat, sejahtera lahir-batin, dan berkepribadian sesuai dengan peradaban Aceh. ” 

     Tengku Malik Mahmud Al Haytar adalah Mantan Perdana Menteri  Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Ia lahir di Singapura tahun 1939. Kampung asli paduka mulia Malik Mahmud Al Haytar berada di Lambaro, Kabupaten Aceh Besar.   Beliau juga selaku Penasehat Partai Aceh sebagai Partai Lokal  yang memenangkan pemilu legeslatip saat ini  hingga sekarang.
by BakriSupian



Istana Wali Nanggroe Aceh














Bulan Sabit beralaskan merah kibaran perjuangan rakyat Aceh,

Negeri makmur bila rakyat dipimpin sosok yang bijaksana dan amanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...