(Kisah ini merupakan kumpulan
Tajuk " Anak-anak PerBatasan "
khususnya di kawasan Nunukan yang berbatasan dengan Sabah Malaysia tahun
1964-1968 yang saat itu bersitegang dalam konfrontasi Dwi Kora. Tulisan ini buat Ultah Kab. Nunukan yang ke
15, pada 12 oktpber 2014)
NusanTaRa.Com
Pasar desa pagi itu sangat tenang
meski beberapa orang warga keluar masuk mencari kebutuhan dapur sehari-hari,
seperti ibu Anemer Supu (Anemer di desa kami, merupakan suatu gelar yang
diberikan kepada seorang yang menjadi pimpinan pembalakan disuatu perusahaan)
yang sedang menawar belanjaan dengan candaan gembira di Los Nyonya Loe Kok yang
menjajakan sayuran seperti Lombok, Tomat, Kecamba, Pakis, Tahu, Tempe berbungkus
daun Pisang, Terasi dan lainnya.
Pasar desa kami terbilang kecil maklum merupakan desa
PerBatasan di suatu Pulau kecil Nunukan seluas 14,493 km2 di Ujung Utara Kalimantan dan jumlah penduduk sipil
sekitar 600 orang di luar Militer yang saat itu cukup banyak bermukim di
beberapa barak, bertugas sebagai relawan Konfrontasi melawan
Kolonialis Inggris dan Negara Bonekanya yaitu Negara Neo Malaya.
Pasar Desa Nunukan yang saat ini
terletak di Jalan pasar Lama Kelurahan Nunukan Barat, dulunya dikelola daerah
sehingga ada penarikan retribusi yang disebut Locis dan petugasnya saat itu Pak
Nompok yang dimata masyarakat cukup sangar.
Gambaran pasar tersebut dengan ukuran 20 x 6 meter yang terdiri dari 16
petak yang terbagi dalam 3 Los, jalannya dari tanah berbentuk hurup H seluas satu meter, setiap petak
berukuran 2 x 2 m terbuat dari kayu yang terbuka yaitu los sayuran seperti orang tua saya, Mama Kumala dll dan los
penjual ikan diantaranya Pak Lahabing, LaSiu dan lain-lain.
Sekitar jam 9.30 pagi saat itu, Aku sedang
bermain tanah di gang pasar sambil menemani orang tuaku berjualan bersama si Amat anak Jawa dengan ibu dayak Malinau, sambil dia di
berimakan ibunya yang kebetulan berjualan nasi kuning di sekitar Pasar. Tiba-tiba kami yang berada di
Pasar tersentak mendengar suara nyaring ngngeeeeengg ..... ngngeeeeeeeengng di angkasa dan pak Janggo
Latiep tokoh masyarakat dan juga seorang relawan Konfrontasi yaitu masyarakat
sipil yang direkrut dan dipersenjatai menjadi pasukan keamanan, dan beberapa penjual
berteriak “ Cepat bersembunyi ! itu
pesawat british (Inggris) akan mengebom kita ! “ seketika itu juga semua yang
ada di pasar berlari bersembunyi ditempat yang biasa mereka jadikan tempat
berlindung di sekitar pasar, namun ada juga yang berlari pulang kerumahnya untuk
mengajak keluarganya berlindung seperti yang dilakoni Pak Lahabing yang
rumahnya tak jauh dari Pasar.
Pesawat yang melintasi angkasa
Nunukan tersebut oleh masyarakat disebut Mustang dengan kecepatan melebihi
suara, sehingga bila suara terdengar berarti pesawat sudah jauh dan yang terlihat kepulan asap pekat yang memanjang diangkasa. Tak lama setelah itu Bunyi Serinei pun
mengaung dengan keras sebagai peringatan bagi masyarakat Nunukan untuk
bersembunyi karna ada bahaya dari pasukan Neo Malaya (Malaysia) yang lagi perang
dengan Indonesia. Bunyi serinei itu di
hidupkan oleh Pasukan TNI dari Jajaran Marinir KKO yang banyak bertugas menjaga
pertahanan negara di Nunukan. Serinei dibunyikan bila ada bahaya seperti ada pesawat terbang dan kapal perang musuh yang datang mendekat dan sebagai tanda
perintah untuk bersembunyi bagi warga Nunukan, dalam radius 3 km suara serinei/alarm tersebut dapat terdengar oleh masyarakat P Nunukan. Tempat Serinei atau Alarm berada di suatu bangunan posko
dari kayu, disiring laut kalau sekarang sudah menjadi kantor administratur PT. Inhutani.
Kejadian seperti itu bagi warga
PerBatasan bukanlah hal yang aneh bahkan dalam sehari bisa sampai tiga kali dan
bisa sampai dua pesawat Mustang British tersebut terbang diangkasa dalam
operasi mereka untuk mengancam negara RI dari udara. Ketika lagi sibuk
berkumpul disudut pasar dekat Los Nyonya Loe Kok, Si Amat berlari keluar
maksudnya ingin menyaksikan pesawat diangkasa, namun Pak Suhud yang melihat hal tersebut dengan segera mengambilnya untuk di masukan kembali kepersembunyian. Di
persembunyian semua membisu dengan berbagai raut wajah yang ketakutan sesekali
ada yang berbisik “ Kapan juga keadaan ini bisa aman, sehingga tak perlu
ketakutan seperti ini ? “ atau " Laskar British itu memang kurang ajar semoga cepat hancur dan kita hidup aman di Bumi Indonesia ".
Sesekali para orang tua seperti Bapak
ku, Pak Suhud dan lainya bergantian keluar pasar meninjau situasi, perasaanku
dengan rasa cemas berkata seolah-olah pasukan British dan Neo Malaya akan
mendatangi persembunyian dan menembaki kami semua. Tak beberapa lama terdengar mobil patroli
dari Marinir melintasi dijalan tanah depan pasar sambil berteriak “ Semua harap bersembunyi ditempat
persembunyian, hingga keadaan aman kami
perintahkan ! “, Patroli Marinir ini
menggunakan JeepWillis kecil yang berkapkan terpal dan biasa kami sebut mobil
Katak, ia akan berkeliling Nunukan memberikan peringatan tersebut sambil
mengontrol keadaan.
Tak lama berselang seorang KKO menyandang senjata yang sebagian terbuat dari kayu mungkin LI dan
Sukarelawan datang menjenguk kami dan berkata “ harap semuanya tenang kami akan bertugas disini “ , mereka duduk didepan pasar
sambil meninjau situasi. Tempat Persembunyian
seperti ini sangat banyak di daerah Nunukan saat itu hampir disetiap keramaian dan
kampung ada, bahkan ada yang membuat tempat persembunyiannya dengan menggali lubang dan di Hutan sekitar pemukiman mereka, seperti di daerah Blok
tiga kampung suku Tidung tempat Si Nahar yang bapaknya (Sanusi) meninggal dalam menjalankan tugas sebagai
sukarelawan di daerah SeiMenggaris kala itu, tempat persembunyiannya merupakan
lubang di dalam tanah.
Gedung SERINAI Kec. Nunukan tahun 1967 |
Ku lihat Pak Suhut sambil mengambin si Amat yang menangis, membawakan dua gelas Kopi dalam Nampan untuk bapak petugas patroli di depan, sambil mereka mengobrol yang tak terdengar olehku, mungkin saja mereka mengobrol soal keamanan perang antara Indonesia dan Neo Malaya yang di Back Up British atau soal penugasan lainnya, tak lama Pak Janggo Latief yang bertugas disudut sebelahpun datang bergabung sehingga terlihat semakin serunya pembicaraan mereka.
Satu jam lebih sejak serinai berbunyi
Mobil Katak patroli itupun melewati
depan pasar tempat persembunyian kami sambil berteriak keras “
Keadaan aman, semua bisa keluar dari persembunyian ! “. Serta merta suasana pasar kembali riuh
seperti memecah suasana ketakutan, kembali bertugas sebagaimana semula sambil
berdoa Alhamdulillah karena suasana kembali aman. Aku, Kumala dan Si Amat berlari keluar menyaksikan
Pak Marinir dan Sukarelawan Yang bertugas tadi berlalu ke markas mereka dan
kamipun melanjutkan bermain di sepanjang jalan Pasar Lama.
by BakriSupian
Perseteruan Indonesia dan Neo Malaya di era konprontasi,
Kemerdekaan satu wujut usaha menuju ke arah lebih Manusiawi.
Sebuah kenangan semoga jadi sejarah sebuah daerah ...........
BalasHapus