Merdeka.com
Daun Khat termasuk tanaman perdu, famili dari tanaman Celastracea, ketinggian pohon 3 meter dan bentuk daunnya menyerupai daun Sirih dan mempunyai aroma yang harum. Tanaman ini banyak ditemukan tumbuh disekitar daerah Cisarua Puncak sejak tahun 2006-2007, namun aslinya tanaman ini berasal dari Afrika Timur dan dataran Arab.
Daun khat sendiri mengandung alkaloida cathinone dan cathine (katinona) sejenis zat kimia yang dapat menghasilkan ekstrak dari kandungan kimia Metilene dioxi metavetamine. Jika mengonsumsi daun ini, pengguna akan merasa kecanduan.
Mengonsumsi daun ini akan mempunyai efek energik dan menjadi senang bicara. Hampir seperti kokain dan amfetamin, pengguna akan terbawa kegembiraan berlebihan, membangkitkan stamina, tidak merasa lapar, dan jadi sulit tidur.
Dalam dosis yang besar, Khat dapat menyebabkan gangguan jaringan otak yakni perubahan sistem biokimia otak. Pengguna bisa mengalami halusinasi pendengaran dan mengamuk. Dalam tingkat yang parah, bisa seperti orang gila.
Hasil penelitian baru-baru ini yang dilakukan WebMD, pengguna daun Khat dapat mengalami komplikasi seperti stroke, gagal jantung, atau mati dalam waktu satu tahun. Pengguna Khat yang mengalami serangan jantung memiliki tingkat kematian 7,5 persen di rumah sakit dibandingkan dengan 3,8 persen pada bukan pemakai khat. Tingkat kematian dalam satu tahun terhitung 19 persen di antara pengguna daun Khat. Pengguna Khat juga cenderung memiliki tingkat diabetes yang lebih rendah dan tekanan darah tinggi.
Khat dikonsumsi dengan cara dikunyah. Namun cathinone sintetis, sebagaimana disebut dalam situs European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA), zat ini berbentuk serbuk kristal putih atau kecoklatan. Dikemas dalam bentuk kapsul. Di daerah Cisarua menurut kep. desa bahwa Daun Chat oleh masyarakat seharga Rp 40.000 - 50.000 per satu kresek yang oleh pembeli terutama warga asing banyak di jadikakan lalapan.
Zat itu juga ditemui dalam bentuk tablet sebagai pengganti pil ekstasi. Cara penggunaan biasanya dihirup, ditelan, atau disuntikkan setelah dicampur air. Di negara Afrika timur dan dataran Arabia, daun Khat dikonsumsi dengan cara dikunyah, dibuat jus, atau diseduh dengan air hangat.
Meski termasuk zat-zat Psikotropika, penggunaan katotine di beberapa negara Eropa tidak dilarang. Diketahui cathinone dimasukkan sebagai golongan I Konvensi PPB untuk Zat-zat Psikotropika Tahun 1971. Cathine yang juga terdapat dalam khat masuk golongan III, sedangkan cathinone sintetis, yakni amfepramone dan pyrovalerone masuk golongan IV konvensi itu.
Di Indonesia sendiri, katinona tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada daftar narkotika golongan I. Dalam Undang-Undang Pengawasan Psikotropika di Indonesia karena mengandung Monoamina Alkaloid.
by. Putri Artika
Kepergoknya Artis muda Raffi Ahmad dikediamannya dengan beberapa artis serta penemuan Narkoba oleh BNN di sana membuat Daun Khat (Catha Edulis) sebagai Narkoba jenis baru menjadi populer. Lalu
apa sebenarnya kandungan daun khat ? dan benarkah daun ini sesat ?
Daun Khat termasuk tanaman perdu, famili dari tanaman Celastracea, ketinggian pohon 3 meter dan bentuk daunnya menyerupai daun Sirih dan mempunyai aroma yang harum. Tanaman ini banyak ditemukan tumbuh disekitar daerah Cisarua Puncak sejak tahun 2006-2007, namun aslinya tanaman ini berasal dari Afrika Timur dan dataran Arab.
Daun khat sendiri mengandung alkaloida cathinone dan cathine (katinona) sejenis zat kimia yang dapat menghasilkan ekstrak dari kandungan kimia Metilene dioxi metavetamine. Jika mengonsumsi daun ini, pengguna akan merasa kecanduan.
Mengonsumsi daun ini akan mempunyai efek energik dan menjadi senang bicara. Hampir seperti kokain dan amfetamin, pengguna akan terbawa kegembiraan berlebihan, membangkitkan stamina, tidak merasa lapar, dan jadi sulit tidur.
Dalam dosis yang besar, Khat dapat menyebabkan gangguan jaringan otak yakni perubahan sistem biokimia otak. Pengguna bisa mengalami halusinasi pendengaran dan mengamuk. Dalam tingkat yang parah, bisa seperti orang gila.
Hasil penelitian baru-baru ini yang dilakukan WebMD, pengguna daun Khat dapat mengalami komplikasi seperti stroke, gagal jantung, atau mati dalam waktu satu tahun. Pengguna Khat yang mengalami serangan jantung memiliki tingkat kematian 7,5 persen di rumah sakit dibandingkan dengan 3,8 persen pada bukan pemakai khat. Tingkat kematian dalam satu tahun terhitung 19 persen di antara pengguna daun Khat. Pengguna Khat juga cenderung memiliki tingkat diabetes yang lebih rendah dan tekanan darah tinggi.
Khat dikonsumsi dengan cara dikunyah. Namun cathinone sintetis, sebagaimana disebut dalam situs European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA), zat ini berbentuk serbuk kristal putih atau kecoklatan. Dikemas dalam bentuk kapsul. Di daerah Cisarua menurut kep. desa bahwa Daun Chat oleh masyarakat seharga Rp 40.000 - 50.000 per satu kresek yang oleh pembeli terutama warga asing banyak di jadikakan lalapan.
Zat itu juga ditemui dalam bentuk tablet sebagai pengganti pil ekstasi. Cara penggunaan biasanya dihirup, ditelan, atau disuntikkan setelah dicampur air. Di negara Afrika timur dan dataran Arabia, daun Khat dikonsumsi dengan cara dikunyah, dibuat jus, atau diseduh dengan air hangat.
Meski termasuk zat-zat Psikotropika, penggunaan katotine di beberapa negara Eropa tidak dilarang. Diketahui cathinone dimasukkan sebagai golongan I Konvensi PPB untuk Zat-zat Psikotropika Tahun 1971. Cathine yang juga terdapat dalam khat masuk golongan III, sedangkan cathinone sintetis, yakni amfepramone dan pyrovalerone masuk golongan IV konvensi itu.
Di Indonesia sendiri, katinona tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada daftar narkotika golongan I. Dalam Undang-Undang Pengawasan Psikotropika di Indonesia karena mengandung Monoamina Alkaloid.
by. Putri Artika
Jangan lari dari realita persoalan,
Meski Daun Chat menghindari Beban namun tak menyelesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar