Jumat, 03 November 2017

JEJAK PANDAI BESI MATANO KERAJAAN LUWU YANG MENGHILANG

NusanTaRa.Com
byHajiSuradIFB,07OktobeR2017



Pandai Besi merupakan satu keahlian dalam membuat berbagai peralatan besi  dengan cara  atau menggunakan tehnologi sangat sederhan atau tradisional untuk kebutuhan sehari-hari seperti Parang, Tombak, Pisau, alat pertanian dan sebagainya, keahlian ini juga biasanya melingkupi keahlian melihat dan melebur biji besi secara sederhana menjadi lempeng  besi.  Kerajaan Luwu mulai berkembang pada abad ke-4 yang terdiri dari fedeasi disebut Palili dengan tugas membantu, menaati dn mendukung penuh aturan dan keputusan Luwu, Matano diantaranya salah satu bagian dari Luwu yang kaya akan besi sebagai sumber utama.

Kerajaan Luwu dulu merupakan salah satu daerah penghasil besi dengan kwalitas terbaik yang terbilang cuku besar di Nusantara terutama dari daeraah Matano disebut  “ Pamoro Luwu “, karena kekayaan besi dan Nikel inilah di Matano sering terjadi rebutan dan peperangan dengan daerah tetangganya orang Bungku yang ahli dalam penambang dan melebur biji besi meski tidak seahli orang Matano.   Karena kesederhana tehnologi  di Matano saat itu sehingga mereka hanya bisa memproduksi bahan baku yang kemudian dipasarkan ke Ussu ibukota kerajaan Luwu dengan menukarkannya dengan barang kebutuhan seperti Kain dan barang kebutuhan lainnya.

Pengolahan besi Matano kala itu sangat sederhana, mereka  memilah batu-batu yang dianggap mengandung besi dan Nikel yang baik biasaanya berwarna hitam pekat,   Bji besi tersebut diangkut diangkut ketempat peleburan dan kemudian membakarnya hingga menjadi lempengan besi.    Orang Matano mengolah besi dengan sederhana. Mereka memilah batu yang dianggap punya kandungan nikel yang baik, biasanya berwarna hitam pekat. Lalu diangkut ke tempat peleburan dan dibakar.  Tungku untuk melebur besi menggunakan tungku tanah dan bambu sebagai pengganti pipa,  serta Pompa yang terbuat dari bambo  untuk menghidupkan dan menjaga api tetap menyala dalam tungku pemanas yang akan melelehkan biji besi menjadi lempengan baja. 

Lempengan besi atau baja tersebut kemudian oleh Orang-orang Ussu akan ditempa lebih lanjut lagi menjadi parang, pedang, hingga badik,  keris dan peralatan pertanian,  dalam sejarah kerajaan Luwu produksi Pandai besi tersebut  sebagai Bessi to Ussu, besi orang Ussu atau juga bessi Luwu.    Produksi Biji besi Kerajaan Luwu menjadi popular kala itu dipasaran karena memiliki besi  yang mengandung Nikel dari Matano,  biji besi dari Bungku dan mengandung Emas dari Sulawesi Tengah, sebagaimana laporan arkeologis Proyek OXIS (Origin of Complex Society in South Sulawesi) tahun 1998 dalam buku Kedatuan Luwu oleh Sumantri (Unhas), Bagyo Prasetyo (PPAN) dan David F Bullbeck (Australian National University).

Ussu desa yang berada di kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 8,9 km2 berada dikaki bukit tempat sungai Ussu bercabang  menjadi sungai Malili, pada abad ke-14  mejadi  “ Pusat nyata LUWU “ dalam pertumbuhan kerajaan.   Menurut Iwan Sumantri, besi Luwu populer karena  kandungan nikel yang membuat kualitas besi lebih ringan dengan titik didih yang rendah. 

Pada abad ke-11 hingga pertengahan abad ke-15,  Luwu menjadi salah satu kerajaan pengekspor besi utama ke Majapahit  sebagaimana juga termuat dalam teks Negarakertagama,  tingginyaa jumlah pasokan besi ke Majapaahit tidak terlepas dari besarnya misi kerajaan tersebut untuk memperluas  willayah kekuasaanya yang tentunya membutuhkan peningkatan armada perang sehingga membutuhkan biji besi dalam jumlah besar untuk memenuhi  peralatan persenjataannya.   Ketika volume perdagangan semakin meningkat Luwu  memindahkan pusat kerajaannya ke Malangke, perdagangan tidak sebatas ekspor besi tapi merambah rotan, damar, dan hasil hutan lainnya.

Perdagangan Besi di Nusantara mulai menurun  pada abad ke-16 karena saat itu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) seebuah Perserikatan Perusahaan Hindia Timur  yang hadir di Nusantara mulai melakukan perdagangan Rempah-rempah  secara besar-besar  untuk memenuhi kebutuuhan Eropah sehingga menyita perhatian berbagai wilayah pesisir Nusantara serta keberadaan Persenjataan yang lebih baik dalam pertempuran yang disediakan VOC lebih baik.   Penurunan pasaran biji besi diNusantara dan kebutuhan Majapahit sebagai daerah pasar juga turut berkurang membuat produksi perdagangan Luwu menurun  diikuti menurunnya pamor Luwu di bumi Nusantara.     Rempah-rempah menjadi primadona. Tak ada lagi permintaan besi  ”,  Ujar SiDin Edwar Poelinggomang sejarawan Universitas Hasanuddin.

Menurut Edwar, menghilangnya Luwu dalam percaturan perdagangan Nusantara dimulai pada 1559 saat VOC memusatkan perdagangan ke Indonesia Timur dan memilih Makassar sebagai pelabuhan utama berakibat  Luwu yang berlokasi di perairan Teluk Bone menjadi kesepian,  tak ada aktivitas dan warga pendatang seperti Bugis yang menjadi pedagang yang ulungpun  hengkang.    Abad ke-16 pusat kerajaan Luwu pindah ke Palopo  hingga akhirnya Luwu menghilang dan menjadi kerajaan paling misterius di Sulawesi Selatan tidak memiliki kebesaran peninggalan kerajaan bahkan Matano tak tercatat sebagai satu situs Sejarah.  Kemisteriusan kerajaan Luwu tersebut sebagaimana  hilangnya Desa Matano yang dulu kaya akan besi yang berkualitas bersamaan dengan menghilangan Pandai besi yang mahir di daerah itu.


Pandai Besi menempa Badik dengan ahli,
Matano kota sejarah kehilangan para Pandai Besi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...