NusanTaRa.Com
byHajiSuradIFB,07OktobeR2017
Pandai Besi merupakan satu keahlian dalam membuat berbagai peralatan besi dengan cara atau menggunakan tehnologi sangat sederhan atau tradisional untuk kebutuhan sehari-hari seperti Parang, Tombak, Pisau, alat pertanian dan sebagainya, keahlian ini juga biasanya melingkupi keahlian melihat dan melebur biji besi secara sederhana menjadi lempeng besi. Kerajaan Luwu mulai berkembang pada abad ke-4 yang terdiri dari fedeasi disebut Palili dengan tugas membantu, menaati dn mendukung penuh aturan dan keputusan Luwu, Matano diantaranya salah satu bagian dari Luwu yang kaya akan besi sebagai sumber utama.
Lempengan besi atau baja tersebut kemudian oleh Orang-orang Ussu akan ditempa lebih lanjut lagi menjadi parang, pedang, hingga badik, keris dan peralatan pertanian, dalam sejarah kerajaan Luwu produksi Pandai besi tersebut sebagai Bessi to Ussu, besi orang Ussu atau juga bessi Luwu. Produksi Biji besi Kerajaan Luwu menjadi popular kala itu dipasaran karena memiliki besi yang mengandung Nikel dari Matano, biji besi dari Bungku dan mengandung Emas dari Sulawesi Tengah, sebagaimana laporan arkeologis Proyek OXIS (Origin of Complex Society in South Sulawesi) tahun 1998 dalam buku Kedatuan Luwu oleh Sumantri (Unhas), Bagyo Prasetyo (PPAN) dan David F Bullbeck (Australian National University).
byHajiSuradIFB,07OktobeR2017
Pandai Besi merupakan satu keahlian dalam membuat berbagai peralatan besi dengan cara atau menggunakan tehnologi sangat sederhan atau tradisional untuk kebutuhan sehari-hari seperti Parang, Tombak, Pisau, alat pertanian dan sebagainya, keahlian ini juga biasanya melingkupi keahlian melihat dan melebur biji besi secara sederhana menjadi lempeng besi. Kerajaan Luwu mulai berkembang pada abad ke-4 yang terdiri dari fedeasi disebut Palili dengan tugas membantu, menaati dn mendukung penuh aturan dan keputusan Luwu, Matano diantaranya salah satu bagian dari Luwu yang kaya akan besi sebagai sumber utama.
Kerajaan
Luwu dulu merupakan salah satu daerah penghasil besi dengan kwalitas terbaik yang
terbilang cuku besar di Nusantara terutama dari daeraah Matano disebut “ Pamoro Luwu “, karena kekayaan besi dan
Nikel inilah di Matano sering terjadi rebutan dan peperangan dengan daerah tetangganya
orang Bungku yang ahli dalam penambang dan melebur biji besi meski tidak seahli
orang Matano. Karena kesederhana tehnologi di Matano saat itu sehingga mereka hanya bisa
memproduksi bahan baku yang kemudian dipasarkan ke Ussu ibukota kerajaan Luwu
dengan menukarkannya dengan barang kebutuhan seperti Kain dan barang kebutuhan
lainnya.
Pengolahan
besi Matano kala itu sangat sederhana, mereka memilah batu-batu yang dianggap mengandung
besi dan Nikel yang baik biasaanya berwarna hitam pekat, Bji besi tersebut diangkut diangkut ketempat
peleburan dan kemudian membakarnya hingga menjadi lempengan besi. Orang
Matano mengolah besi dengan sederhana. Mereka memilah batu yang dianggap punya
kandungan nikel yang baik, biasanya berwarna hitam pekat. Lalu diangkut ke
tempat peleburan dan dibakar. Tungku
untuk melebur besi menggunakan tungku tanah dan bambu sebagai pengganti
pipa, serta Pompa yang terbuat dari bambo
untuk menghidupkan dan menjaga api tetap
menyala dalam tungku pemanas yang akan melelehkan biji besi menjadi lempengan
baja.
Lempengan besi atau baja tersebut kemudian oleh Orang-orang Ussu akan ditempa lebih lanjut lagi menjadi parang, pedang, hingga badik, keris dan peralatan pertanian, dalam sejarah kerajaan Luwu produksi Pandai besi tersebut sebagai Bessi to Ussu, besi orang Ussu atau juga bessi Luwu. Produksi Biji besi Kerajaan Luwu menjadi popular kala itu dipasaran karena memiliki besi yang mengandung Nikel dari Matano, biji besi dari Bungku dan mengandung Emas dari Sulawesi Tengah, sebagaimana laporan arkeologis Proyek OXIS (Origin of Complex Society in South Sulawesi) tahun 1998 dalam buku Kedatuan Luwu oleh Sumantri (Unhas), Bagyo Prasetyo (PPAN) dan David F Bullbeck (Australian National University).
Ussu desa
yang berada di kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah 8,9 km2 berada dikaki bukit tempat sungai Ussu bercabang menjadi sungai Malili, pada abad ke-14 mejadi “
Pusat nyata LUWU “ dalam pertumbuhan kerajaan.
Menurut Iwan Sumantri, besi Luwu
populer karena kandungan nikel yang
membuat kualitas besi lebih ringan dengan titik didih yang rendah.
Pada abad
ke-11 hingga pertengahan abad ke-15, Luwu menjadi salah satu kerajaan pengekspor
besi utama ke Majapahit sebagaimana juga
termuat dalam teks Negarakertagama,
tingginyaa jumlah pasokan besi ke Majapaahit tidak terlepas dari
besarnya misi kerajaan tersebut untuk memperluas willayah kekuasaanya yang tentunya
membutuhkan peningkatan armada perang sehingga membutuhkan biji besi dalam
jumlah besar untuk memenuhi peralatan
persenjataannya. Ketika volume
perdagangan semakin meningkat Luwu memindahkan
pusat kerajaannya ke Malangke, perdagangan tidak sebatas ekspor besi tapi merambah
rotan, damar, dan hasil hutan lainnya.
Perdagangan
Besi di Nusantara mulai menurun pada
abad ke-16 karena saat itu VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) seebuah
Perserikatan Perusahaan Hindia Timur
yang hadir di Nusantara mulai melakukan perdagangan Rempah-rempah secara besar-besar untuk memenuhi kebutuuhan Eropah sehingga
menyita perhatian berbagai wilayah pesisir Nusantara serta keberadaan
Persenjataan yang lebih baik dalam pertempuran yang disediakan VOC lebih
baik. Penurunan pasaran biji besi
diNusantara dan kebutuhan Majapahit sebagai daerah pasar juga turut berkurang
membuat produksi perdagangan Luwu menurun
diikuti menurunnya pamor Luwu di bumi Nusantara. “ Rempah-rempah menjadi primadona. Tak ada lagi
permintaan besi ”, Ujar SiDin Edwar Poelinggomang sejarawan
Universitas Hasanuddin.
Menurut
Edwar, menghilangnya Luwu dalam percaturan perdagangan Nusantara dimulai pada
1559 saat VOC memusatkan perdagangan ke Indonesia Timur dan memilih Makassar
sebagai pelabuhan utama berakibat Luwu
yang berlokasi di perairan Teluk Bone menjadi kesepian, tak ada aktivitas dan warga pendatang seperti
Bugis yang menjadi pedagang yang ulungpun hengkang. Abad
ke-16 pusat kerajaan Luwu pindah ke Palopo hingga akhirnya Luwu menghilang dan menjadi
kerajaan paling misterius di Sulawesi Selatan tidak memiliki kebesaran
peninggalan kerajaan bahkan Matano tak tercatat sebagai satu situs
Sejarah. Kemisteriusan kerajaan Luwu
tersebut sebagaimana hilangnya Desa Matano yang dulu kaya akan besi yang berkualitas
bersamaan dengan menghilangan
Pandai besi yang mahir di daerah itu.
Pandai Besi menempa Badik dengan ahli,
Matano kota sejarah kehilangan para Pandai Besi.
Matano kota sejarah kehilangan para Pandai Besi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar