NusanTaRa.Com
Wiweko Soepono seorang penerbang handal Indonesia sempat berkarier di TNI AU kemudian berhenti karena perselisihan paham dengan Komodor Udara Soejono. Selama kariernya pernah bersama awak pesawat DC-3 Dakota RI-001 " Seulawah " Indonesian Airways berhasil dua kali menembus blokade udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan obat-obatan dari Birma ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang Bintang (Bandar Udara Iskandar Muda) Aceh.
Sebagai Bapak Aeromodeling, pernah merancang sebuah pesawat ringan eksperimental RI-X (1963-1941) jenis pesawat luncur NWG-1 (Nurtanio-Wiweko Glider) yang terbang pertama kali 27 oktober 1984 atau jenis " Zogling " yang digunakan sebagai pesawat latih pada masanya dan berhasil memodifikasi pembom Guntei peninggalan Jepang, menjadi pesawat angkut dalam upaya untuk mempersiapkan bila sewaktu-waktu didirikan penerbangan niaga ketika menjabat di AURI.
Kepribadiannya yang lahir dari dasar pengalamannya selama bertugas membuatnya menjadi seorang pemimpin yang kuat dan disenangi sesama karyawan serta sangat menguasai secara tehnis bidang kerjanya. Ketika ia menjadi Direktur Garuda tahun 1968 ia berhasil menyehatkan kembali kehidupan Perusahaan Garuda yang hampir kolaps dengan melaksanakan system Menejeman secara ketat serta peremajaan pesawat sehingga Garuda tumbuh sehat dengan Asset usaha yang kuat dan menjadi Penenerbangan terbesar di Asia ketika itu.
Atas jasa Wiweko Soepono terhadap perkembangan dunia penerbangan selama hidupnya Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama, Penganugerahan bintang jasa tersebut diberikan dalam peringatan tahun emas 50 tahun Garuda Indonesia, 26 Januari 1995. Uniknya (co-incidence) dengan perginya Wiweko Soepono, pesawat two-man cockpit Airbus A300-B4 juga “ menghilang ” dari armada Garuda Indonesia dijual. Apakah tidak sebaiknya satu diantaranya pesawat itu dipertahankan di museum terbang sebagai pesawat badan lebar pertama dunia diawaki oleh dua pilot guna mengenang penggagasnya Wiweko Soepono putra Blitar yang juga menjadi tempat kelahiran sama Anthony Fokker pembuat pesawat Fokker.
Moment yang cukup bersejarah bagi Wiweko Soepono tentulah saat Perjamuan makam malam Para saudagar Aceh menyambut Soekarno di Hotel Aceh samping Mesjid Raya yang berlangsung kaku. Sukarno tiba-tiba berUjar, “ Saya tidak akan makan sebelum orang Aceh berjanji menyumbang sebuah pesawat terbang kepada pemerintah untuk memperlancar perjuangan mempertahankan kemerdekaan ”, sambil menunjukkan miniatur pesawat kepada para saudagar Aceh. “ Saya berharap agar pesawat model yang terbuat dari kayu ini lekas menjelma menjadi pesawat terbang sungguhan ”, Ujar SiDin menambahkan, miniature pesawat tersebut dibuat oleh Wiweko Soepono merupakan replika pesawat Angkut Dakota dari Amerika.
Mungkin kita tak menyangka bahwa
Perusahaan Penerbangan Kebanggaan bangsa Indonesia sekarang Garuda Indonesia
Airways (GIA), mempunyai sejarah pertumbuhan awal tahun 1949 di Negara tetangga
Birma (Myanmar) dengan nama Indonesia Airways tapi demikianlah kenyataannya
bahkan dinegara tersebut sempat
berkembang menjadi dua Pesawat C-47 (DC-3 Dakota versi militer). Wiweko Soepono tahun 1949 ditugaskan
Presiden Soekarno ke Siam (THAILAND) untuk membeli pesawat DC-3 Dakota dari
dana hasil sumbangan masayarakat Aceh, ketika akan dibawah ke Indonesia Pihak
Belanda tidak menyetujui dan memblokade kehadirannya, karena pihak Birma saat
itu membutuhkan pesawat untuk mengatasi keperluan penerbangan di negaranya
(sprt menangani sparatis), maka pesawat tersebut dioperasikan sebagai badan
usaha dengan nama Indonesia Airways.
Wiweko Soepono putra Jawa Timur kelahiran Blitar 18 Januari 1923 dan meninggal 8 September 2000, seorang pejuang bangsa yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia Airways tahun 1968 – 1984. Penglibatannya dalam penerbangan membuatnya banyak mendapat gelar seperti sebagai Perintis Industri Dunia Penerbangan Indonesia barengan R.J. Salatun, Nurtanio Pringgoadisuryo dan Yum Soermarsono (perintis dunia helicopter Indonesia) yang dikenal sebagai “ Tiga Serangkai Penerbangan Indonesia “, Sebagai penemu pesawat Two-maan Cocpit yang kemudian diterapkan pabrik Airbus Industrie. Sebagai Perancang pesawat pertama Indonesia dengan salah satu karyanya Helikopter kepresiden Indonesia tahun 1951.
Wiweko Soepono putra Jawa Timur kelahiran Blitar 18 Januari 1923 dan meninggal 8 September 2000, seorang pejuang bangsa yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia Airways tahun 1968 – 1984. Penglibatannya dalam penerbangan membuatnya banyak mendapat gelar seperti sebagai Perintis Industri Dunia Penerbangan Indonesia barengan R.J. Salatun, Nurtanio Pringgoadisuryo dan Yum Soermarsono (perintis dunia helicopter Indonesia) yang dikenal sebagai “ Tiga Serangkai Penerbangan Indonesia “, Sebagai penemu pesawat Two-maan Cocpit yang kemudian diterapkan pabrik Airbus Industrie. Sebagai Perancang pesawat pertama Indonesia dengan salah satu karyanya Helikopter kepresiden Indonesia tahun 1951.
Wiweko Soepono seorang penerbang handal Indonesia sempat berkarier di TNI AU kemudian berhenti karena perselisihan paham dengan Komodor Udara Soejono. Selama kariernya pernah bersama awak pesawat DC-3 Dakota RI-001 " Seulawah " Indonesian Airways berhasil dua kali menembus blokade udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan obat-obatan dari Birma ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang Bintang (Bandar Udara Iskandar Muda) Aceh.
Sebagai Bapak Aeromodeling, pernah merancang sebuah pesawat ringan eksperimental RI-X (1963-1941) jenis pesawat luncur NWG-1 (Nurtanio-Wiweko Glider) yang terbang pertama kali 27 oktober 1984 atau jenis " Zogling " yang digunakan sebagai pesawat latih pada masanya dan berhasil memodifikasi pembom Guntei peninggalan Jepang, menjadi pesawat angkut dalam upaya untuk mempersiapkan bila sewaktu-waktu didirikan penerbangan niaga ketika menjabat di AURI.
Kepribadiannya yang lahir dari dasar pengalamannya selama bertugas membuatnya menjadi seorang pemimpin yang kuat dan disenangi sesama karyawan serta sangat menguasai secara tehnis bidang kerjanya. Ketika ia menjadi Direktur Garuda tahun 1968 ia berhasil menyehatkan kembali kehidupan Perusahaan Garuda yang hampir kolaps dengan melaksanakan system Menejeman secara ketat serta peremajaan pesawat sehingga Garuda tumbuh sehat dengan Asset usaha yang kuat dan menjadi Penenerbangan terbesar di Asia ketika itu.
Atas jasa Wiweko Soepono terhadap perkembangan dunia penerbangan selama hidupnya Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama, Penganugerahan bintang jasa tersebut diberikan dalam peringatan tahun emas 50 tahun Garuda Indonesia, 26 Januari 1995. Uniknya (co-incidence) dengan perginya Wiweko Soepono, pesawat two-man cockpit Airbus A300-B4 juga “ menghilang ” dari armada Garuda Indonesia dijual. Apakah tidak sebaiknya satu diantaranya pesawat itu dipertahankan di museum terbang sebagai pesawat badan lebar pertama dunia diawaki oleh dua pilot guna mengenang penggagasnya Wiweko Soepono putra Blitar yang juga menjadi tempat kelahiran sama Anthony Fokker pembuat pesawat Fokker.
Moment yang cukup bersejarah bagi Wiweko Soepono tentulah saat Perjamuan makam malam Para saudagar Aceh menyambut Soekarno di Hotel Aceh samping Mesjid Raya yang berlangsung kaku. Sukarno tiba-tiba berUjar, “ Saya tidak akan makan sebelum orang Aceh berjanji menyumbang sebuah pesawat terbang kepada pemerintah untuk memperlancar perjuangan mempertahankan kemerdekaan ”, sambil menunjukkan miniatur pesawat kepada para saudagar Aceh. “ Saya berharap agar pesawat model yang terbuat dari kayu ini lekas menjelma menjadi pesawat terbang sungguhan ”, Ujar SiDin menambahkan, miniature pesawat tersebut dibuat oleh Wiweko Soepono merupakan replika pesawat Angkut Dakota dari Amerika.
byRyaNSyahputrA.
Tinggi Melayang Burung Besi di Angkasa,
Wiweko Soepono Sang Jagoan Perancang Pesawat pertama.