NusanTaRa.Com
Islam telah masih ke Filippina sejak abad ke 14, tepatnya di
tahun 1390 di awali dengan kedatangan Karim ul' Makhdum seorang pedagang Arabia
yang datang ke pulau Jolo di gugus kepulauan Sulu Archipelago, Masjid
peninggalan beliau yang diberi nama sesuai namanya Masjid Sheik Karimal Makdum
masih berdiri megah hingga kini di pulau Simunul. Penyebaran Islam di Filipina
selanjutnya juga dilakukan oleh seorang pangeran dari Minangkabau (sumatera
Barat) bernama Rajah Baguinda ditahun 1390.
Sejak saat itu wilayah bagian selatan Filipina menjadi
wilayah Islam dari berbagai kesultanan yang pernah berkuasa dikawasan tersebut
termasuk kesultanan Sultanate Maguindanao, Sulu, dan Lanao. Hingga kini wilayah
selatan Filipina merupakan wilayah dengan penduduk mayoritas beragama Islam
meskipun secara keseluruhan muslim di Filipina hanya sekitar 5 hingga 9% dari
total Populasi negara tersebut.
Namun, pemerintahan negaranya yang berpandangan sekuler dan
Manila sebagai ibukota Negara berada di wilayah utara yang di dominasi oleh non
muslim, membuat pertikaian akibat sentimen agama tak pernah berkesudahan di
wilayah selatan Negara ini. Perang, tindak kekerasan, penculikan hingga
pembantaian sepertinya memang lekat dengan kawasan ini. peristiwa memilukan terahir
terjadi di tahun 2009 lalu yang terkenal dengan Maguindanao Massacre, menambah
deretan panjang daftar kekerasan di Filipina Selatan. Pertentangan politik dan
ideologi memang bukanlah hal dapat diselesaikan semudah membalik sebelah
tangan.
Cotabato City (bahasa Indonesia : Kotabatu), adalah salah satu kota di pulau Mindanao, Filipina Selatan. Cotabato City berada ditengah wilayah propinsi Maguindanao menghadap ke pantai Illana di teluk Moro. Meski Cotabato City berada ditengah tengah wilayah propinsi Maguindanao tapi bukan bagian dari provinsi Maguindanao. Cotabato City merupakan exclave dari wilayah Soccsksargen yang membawahi empat provinsi dan dua kota yakni ; provinsi South Cotabato, Provinsi Cotabato, Provinsi Sultan Kudarat, Provinsi Sarangani dan kota General Santos City dan Cotabato City. Hingga kini Cotabato merupakan ibukota bagi Wilayah Otonomi Muslim di Mindanao (Autonomous Region in Muslim Mindanao -ARMM). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 Cotabato City berpenduduk 271,786 dan mayoritas dari penduduknya beragama Islam.
Cotabato City (bahasa Indonesia : Kotabatu), adalah salah satu kota di pulau Mindanao, Filipina Selatan. Cotabato City berada ditengah wilayah propinsi Maguindanao menghadap ke pantai Illana di teluk Moro. Meski Cotabato City berada ditengah tengah wilayah propinsi Maguindanao tapi bukan bagian dari provinsi Maguindanao. Cotabato City merupakan exclave dari wilayah Soccsksargen yang membawahi empat provinsi dan dua kota yakni ; provinsi South Cotabato, Provinsi Cotabato, Provinsi Sultan Kudarat, Provinsi Sarangani dan kota General Santos City dan Cotabato City. Hingga kini Cotabato merupakan ibukota bagi Wilayah Otonomi Muslim di Mindanao (Autonomous Region in Muslim Mindanao -ARMM). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 Cotabato City berpenduduk 271,786 dan mayoritas dari penduduknya beragama Islam.
Sejak tahun 2011 lalu, Cotabato City memiliki landmark baru
berupa sebuah bangunan masjid terbesar di seluruh Filipina. Masjid Agung
Cotabato atau Cotabato Grand Mosque atau lebih dikenal sebagai Masjid Sultan
Hasanal Bolkiah, karena memang dibangun dengan dana wakaf dari Sultan Brunei
Darussalam di atas lahan yang juga merupakan tanah wakaf dari muslim setempat
Mrs. Datu Didagen Piang Dilangalen dari keluarga Dilangalen. Pembangunan masjid
ini sekaligus memperingati 25 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Lokasinya berdiri berada sekitar 7 kilometer dari jalan bebas hambatan Sinsuat Avenue di Barangay Kalangalan. lahan tempatnya berdiri merupakan tanah hibah dari keluarga Dilangalen. Berdiri kokoh disisi sungai Tamontaka dan teluk Moro, terlihat sangat jelas dari udara bagi penumpang yang akan mendarat ataupun take off dari Bandara Awang Cotabato City, juga dari arah laut di teluk Moro, karena letaknya yang berada diantara Bandara dan pantai. Angkutan favorit menuju ke masjid ini adalah menggunakan Habal Habal (Ojek) dengan tarif sekitar P70 (tujuh puluh pesso). Mengingat tempatnya berada tidak dijalur angkutan umum, pengunjung yang datang menggunakan jasa ojek sebaiknya meminta Manong (tukang ojeknya) untuk menunggu untuk mengantar anda kembali.
Lokasinya berdiri berada sekitar 7 kilometer dari jalan bebas hambatan Sinsuat Avenue di Barangay Kalangalan. lahan tempatnya berdiri merupakan tanah hibah dari keluarga Dilangalen. Berdiri kokoh disisi sungai Tamontaka dan teluk Moro, terlihat sangat jelas dari udara bagi penumpang yang akan mendarat ataupun take off dari Bandara Awang Cotabato City, juga dari arah laut di teluk Moro, karena letaknya yang berada diantara Bandara dan pantai. Angkutan favorit menuju ke masjid ini adalah menggunakan Habal Habal (Ojek) dengan tarif sekitar P70 (tujuh puluh pesso). Mengingat tempatnya berada tidak dijalur angkutan umum, pengunjung yang datang menggunakan jasa ojek sebaiknya meminta Manong (tukang ojeknya) untuk menunggu untuk mengantar anda kembali.
Nama Cotabato berasal dari kata Nama ‘Kuta Batu’, “Kuta”
bermakna benteng dan “Wato” yang bermakna “batu”, wilayah kuno tersebut kini
masih ada disekitar bukit P.C. Hill, Cotabato City. Para pemukim memulai
menempati wilayah ini disekitar tahun 1475 dan di abad ke 17, dikembangkan oleh
Sultan Dipatwan Qudarat (atau terkenal dengan nama Sultan Kudarat) yang
berkuasa kala itu menjadi ibukota kuno wilayah Pulau Mindanao.
Sultan Makakua yang berkuasa di abad ke 19 melanjutkan
pembangunan Kutabatu dengan membangun jaringan jalan raya dan pelabuhan laut,
dan kemudian hari menjadikan kota ini sebagai Cotabato yang kini kita kenal.
Perkembangan tersebut menarik para pendatang dari Zamboanga dan Visaya untuk
bermukim di Cotabato City, sedangkan etnis china yang sudah lama menetap disana
kemudian berasimilasi dengan melakukan pernikahan dengan orang Manguindanao
asli. Sampai tahun 1959 Cotabato City menjadi ibukota propinsi Cotabato sampai
kemudian keluar Republic Act No. 2364 tahun 1959 yang menetapkan Cotabato
sebagai kota mandiri.
Bangunan masjid ini memang dibangun oleh Sultan Brunei
Darussalam, Sultan Hasanal Bolkiah dan nama masjid ini memang diambil dari nama
beliau. Sebuah bangunan masjid dengan gaya Arabia yang sangat kental meski
tetap memasukkan sentuhan asia. Sebagai masjid yang berdiri di tengah penduduk
mayoritas muslim masjid ini dengan leluasa mengumandangkan azan dari menaranya
dan terdengar di seantero kawasan tempatnya berdiri.
Masjid dengan kubah ke emasan ini dibangun oleh Sultan
Brunei Darussalam sebagai bagian dari perjanjian bilateral antara pemerintah
Filipina dan Bruei Darussalam. Rancangan-nya ditangani oleh Palafox and
Associates, sebagai bangunan masjid dengan ukuran terbesar di seluruh Filipina.
Sedangkan proses pembangunannya ditangai oleh New Kanlaon Construction, Inc,
yang berkantor di Manila. Kapasitas masjid ini dapat menampung hingga 1200
jemaah sekaligus dengan rincian 800 jemaah pria dan 400 jemaah wanita.
Bangunan dilengkapi dengan empat menara setinggi 43 meter atau setara dengan gedung berlantai 15, menjulang tinggi dan dapat terlihat dari jarak yang cukup jauh. Keseluruhan dana pembangunannya menghabiskan dana sebesar US48 juta (48 juta Dolar Amerika) atau setara dengan P2,1 Milyar (dua koma satu milyar Pesso) lengkap dengan fasilitas olahraga, pendidikan dan Madrasah di atas lahan seluas 5 (lima) hektar. Beberapa sumber menyebutkan bahwa dana pembangunannya ditanggung bersama oleh Sultan Hasanal Bolkiah sebesar 53% dan sisanya ditanggung pemerintah Filipina.
Bangunan dilengkapi dengan empat menara setinggi 43 meter atau setara dengan gedung berlantai 15, menjulang tinggi dan dapat terlihat dari jarak yang cukup jauh. Keseluruhan dana pembangunannya menghabiskan dana sebesar US48 juta (48 juta Dolar Amerika) atau setara dengan P2,1 Milyar (dua koma satu milyar Pesso) lengkap dengan fasilitas olahraga, pendidikan dan Madrasah di atas lahan seluas 5 (lima) hektar. Beberapa sumber menyebutkan bahwa dana pembangunannya ditanggung bersama oleh Sultan Hasanal Bolkiah sebesar 53% dan sisanya ditanggung pemerintah Filipina.
Proses pembangunannya di umumkan dan langsung dimulai sejak
kunjungan Sultan Bolkiah ke Manila di tahun 2009 dan selesai tahun 2011 lalu.
Dalam kunjungan kenegaraan bersejarah tahun 2009 tersebut, Sultan Bolkiah
disambut langsung oleh Presiden Filipina Macapagal Aroyo. Pembangunan masjid
ini sendiri sebagai wakaf dari Sultan Brunei sekaligus memperingati 25 tahun
hubungan diplomatik antara kedua negara. Bangunan masjid dengan ukuran besar ini benar benar
mendominasi lanskap di kawasan tempatnya berdiri dengan latar belakang bukit
Tamontaka di belakangnya dan sungai dengan nama yang sama dibagian depan.
Betangan alam hijau disekitarnya menjadi taman luas pelengkap keindahannya.
Sejak dibuka secara resmi pada bulan Desember tahun 2011
lalu setelah menjalani peroses pembangunan selama hampir tiga tahun, masjid ini
telah menjadi salah satu objek wisata menarik di Cotabato City. Menyadari
kehadirannya menarik perhatian banyak orang, pengurus dan penjaga masjid ini
dengan ramah menyambut para pengunjung kesana tanpa pengecualian bagi muslim
ataupun non muslim dan bebas untuk menjelajah seantero masjid serta memotret
tanpa larangan.
Bangunan masjidnya sendiri seluas 5000 meter persegi diatas lahan 5 hektar wakaf dari mantan anggota DPR Manguindanao, Didagen P. Dilangalen dari keluarga Dilangalen. Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus tahun 2011 yang lalu menjadi Idul Fitri pertama yang dirayakan di Masjid ini. Di Filipina, Idul Fitri secara resmi dijadikah hari libur nasional sesuai dengan Undang undang negara (Republic Act) No. 9177, dan disahkan pada tanggal 13 November 2002.
byFarhaDTukirmaN dr RinduMesjid
Bangunan masjidnya sendiri seluas 5000 meter persegi diatas lahan 5 hektar wakaf dari mantan anggota DPR Manguindanao, Didagen P. Dilangalen dari keluarga Dilangalen. Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus tahun 2011 yang lalu menjadi Idul Fitri pertama yang dirayakan di Masjid ini. Di Filipina, Idul Fitri secara resmi dijadikah hari libur nasional sesuai dengan Undang undang negara (Republic Act) No. 9177, dan disahkan pada tanggal 13 November 2002.
byFarhaDTukirmaN dr RinduMesjid
Suku Suluk pemberni di Lautan,
Meski Hidup sendiri ibadah sholat haruslah tekun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar