L O A K U L U
Tempat Pembantaian Pasukan Belanda
NusanTaRa.Com.
Tugu Pembantai Belanda di Loa Kulu |
Sekilas Kecamatan Loa Kulu bagi kita yang melewati kawasan tersebut baik jalan darat maupun dengan kapal di alur sungai Mahakam akan terkesan biasa, sebuah kota kecil bahkan Kampung barang kali tepatnya karena sepanjang perlintasan tersebut kita hanya menyaksikan rumah-rumah biasa dan pasar rakyat yang kadang menyesak hingga kejalan utama menuju Tenggarong.
Kecamatan ini tentunya akan lain bila kita coba tilik kebelakang tepatnya saat penjajahan Belanda dan Jepang yang mempunyai jejak sejarah perjuangan tersendiri dan menarik untuk dijelajahi diantaranya Tugu Pembataian tentara Belanda dan Bangunan Lama Perusahaan Batu Bara Belanda. Kecamatan Loa Kulu termasuk Kabupaten Kutai Kartanegara Prov Kalimantan Timur dengan Jumlah penduduk 32.456 jiwa dengan luas wilayah 1.405,7 km2 dengan potensi daerah berupa pertanian dan batubara. Daerah ini juga akan dibangun Bandara bertaraf Internasional yang berdesainkan Bandara Dubai, diperkirakan akan rampung pada tahun 2017 dan Bangunan Jembatan Loa Kulu yang megah melintasi Sungai Mahakam.
Dahulu setiap kali kapal Nusantara, SBN atau DMA yang menghantarkanku dan
keluarga dari Samarinda ke Loa Tebu 9 km di hulu Tenggarong, Para penumpang pasti
akan merasa girang bila.di depan mata sudah terlihat Loa Kulu yang terletak 14 km di hilir Tenggarong karena disamping dapat istirahat dari kejenuhan diatas kapal seharian juga tentunya dapat ngasoh dengan jajanan daerah yang ada di dekat dermaga. Kala itu, belum ada jalan darat seperti sekarang sehingga untuk ke Tenggarong masih menggunakan kapal sungai, sebuah kapal panjang bermesin dalam terbuat dari kayu dengan jumlah penumpang 100 orang, keunikan kapal ini ketika menelusuri sungai akan terlihat asap hitam tebal sepanjang perjlanan karena berbahan bakar solar.
Saat ini jika kita ingin mengulangi perjalanan seperti itu di Sungai Mahakam mungkin sulit karena Jalan darat hampir menembusi semua pelosok pedalaman sepanjang sungai Mahakam. Tapi bila anda berangkat dari Tenggarong ke arah hulu seperti ke Melak dan Long Apari, cukup datang ke dermaga Tangga Arung Tenggarong disana tersedia beberapa kapal yang akan berangkat sesuai jadwalnya atau menggunakan speedboat yang tertambat disana. Untuk Samarinda ke Tenggarong coba cek di dermaga SeiKunjang kalau anda beruntung mungkin masih menikmatinya karena penumpang lebih memilih angkutan darat. Loa Kulu yang terletak antara Samarinda dan Tenggarong dulu merupakan tempat perhentian sementara (rest area). Sehingga begitu kapal
merapat, maka para penumpang belia, dewasa, ibu-ibu dengan tangkasnya naik ke
kapal dan menjajakan dagangannya. Mulai Wadai (kue bhs kutai), nasi bungkus, gogos, telur rebus
dsb.
Loa kulu adalah kota tua bersejarah. Ribuan orang dari
seluruh Indonesia terutama dari Jawa dan Sumatera, Maluku, Timor tumpah
ruah di sini, bekerja pada perusahaan Belanda. OBM namanya atau Oost
Borneo Maatschappij yang dimulai 1888. Loa Kulu dizaman itu dapat dikatakan sebagai sebuah kota
modern dengan melihat pola pencaharian masyarakat yang berbasis batu bara tersebut dampak gaya hidupnya dibanding daerah kebanyakan di Indonesia, sebelum di kota seperti Samarinda ada
bioskop, konon perusahaan batu bara Belanda OBM sudah biasa memutarkan
film untuk para karyawannya.
Peninggalan Belanda berupa bangunan eks perkantoran perusahaan Batubara masih dapat kita temukan saat ini disana, berbentuk unik setengah lingkaran. Ketika masih
kanak-kanak dahulu bangunan tersebut kusebut Drum besar dipotong atau dibelah dua yang memiliki pintu dan jendela, menurutku saat ini bangunan tersebut hanya
bisa ditemukan di Loa Kulu, sebagai salah satu sisa-sisa kejayaan
perusahaan batu bara Belanda, terakhir perusahaan tersebut diambil alih oleh PN Tambang batubara tahun 1968 dan tutup 1970. Tambang Batu Bara yang banyak mendatangkan tenaga pekerja dari penjuru Nusantara tersebut ternyata mempunyai banyak sisi lain yang cukup menarik disamping hiruk pikuk para pekerja, bahwa daerah tambang tersebut konon ceritanya menjadi tempat pembantaian pasukan Belanda oleh tentara Dai Nipon ketika memasuki wilayah Indonesia.
Glamouritas (zaman itu) gaya hidup karyawan perusahaan Belanda di
Kalimantan Timur yang masih bernama Oost Borneo menjadi redup, suram, mati,
mencekam dan tragis ketika Jepang datang sebagai penjajah. Ribuan pasukan Jepang
siap tempur memasuki dan melucuti tentara Belanda di Kalimanatn Timur kala itu juga memasuki Loa Kulu dan membuat pasukan yang sebagian juga pribumi bertekuk lutut. Pasukan Belanda
yang telah ditaklukkan di Samarinda itu dinaikkan ke atas truk dibawa ke Loa Kulu
dengan tangan terikat. Kemudian bersama pasukan Belanda di Loa Kulu yang telah ditawan mereka dihukum mati, berdasarkan informasi
yang dihimpun hukuman mati itu lebih tepat disebut dengan " mereka
dibantai ". Isteri-isteri pasukan Belanda dipotong-potong dengan disaksikan oleh suami
dan anak, kemudian giliran anak-anaknya dilemparkan ke dalam
bekas lubang galian batu bara yang dalamnya lebih 100 meter dan Setelah itu barulah giliran suami atau ayah dari anak-anak itu yang
tidak lain adalah pasukan Belanda dipenggal kepalanya satu per satu kedalam lobang batu bara.
Dibalik glamournya masa lalu Loa Kulu dengan kehidupan BatuBara serta tragedi pembantaian Pasukan Belanda oleh pasukan Jepang yang tentunya masih dapat kita saksikan dengan berbagai bangunan tua disana meski sudah tak terwat seperti Bangunan Magazin dan lokasi tempat pembantaian tersebut berupa tugu. Di Panoragam sebuah desa di Loa Kulu terdapat seorang warga Jawa yang bercerita bahwa bapaknya dahulu di datangkaan dari Jawa oleh Belanda untuk dipekerjakan sebagai buruh Tambang batubara sebagai buruh kontrak.
by,ES Pernyata (FB)
Loa Kulu bersemedi di siring Mahakam,
Kisah lama dipahat indah di benak agar petatah petitih lama tak kelam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar