NusanTaRa.Com.
Keberadaan “ Manusia Perahu “ sebagai
satu potret sejarah kemanusia terbesar di tanah air telah saya ketahui sejak
masih SMA yang berada di Pulau Galang Provinsi Kep. Riau. Atas daya tarik tersebutlah maka ketika saya
berkunjung ke Pulau Batam pada 29 Desember 2014 saya menyempatkan diri untuk
melihat secara langsung situs sejarah Kemanusia Manusia Perahu di Pulau Galang
yang berjarak sekitar 70 km dari bandara Hang Nadiem Kota Batam dengan
menggunakan mobil rental.
Memasuki kawasan situs Kemanusian
manusia perahu dengan melewati sebuah Gate serta membayar Rp 20.000 per orang,
saya disambut monyet berkeliaran yang terlihat tidak terlalu kaget dengan keberadaan
manusia, suasana Camp bisa dikatakan sangat teduh dengan
jalan beraspal semuanya baik dan pohon yang tertata dan terawat disepanjang
jalan. Di Camp pengungsi tersebut terlihat peninggalan pasca penanganan Manusia Perahu yang
berlangsung sejak tahun 1979 hingga tahun
1996 yang berbaris teratur di sepanjang jalan meski banyak juga bangunan yang
terkesan tak dipugar, Seperti Humanity statu, Monumen perahu yang digunakan para
pengungsi, Rumah pengungsi yang dibangun UNHCR, Rumah sakit, Kantor UNHCR saat
menangani tragedy tersebut, Kuburan yang menampung sekitar 500 orang meninggal
selama tragedy tersebut, Gereja baik protestan maupun Katolik, Pagoda, Pusat
pendidikan dan gedung remaja dan pembinaan.
Terjadinya pengungsian besar-besaran
bangsa Vietnam ke daerah sekitar Laut Cina Selatan hingga ke P Galang Riau
bermula sejak meletusnya perang saudara di Vietnam pada 19 April 1975, perang saudara tersebut terjadi karena adanya
perbedaan ideology antara Republik
Vietnam selatan dan Demokratik Vietnam Utara yang dimenangkan Vietnam
Utara. Dampak pergolakan tersebut terjadinya penekanan pihak
Vietkong yang membuat ribuan warga Vietnam harus meninggalkan tanah airnya
untuk mendapatkan keamanan, sebagai Negara
yang sekawasan maka Negara Asean yang berada di perairan Laut China
Selatan menerima akibat pengungsian tersebut yang popular dengan istilah “ MANUSIA PERAHU “ seperti Negara Indonesia,
Thailand, Malaysia dan Pilippina.
Keberadaan Manusia Perahu mulai
terdeteksi ketika ditemukan sebanyak 75 jiwa di Pulau Natuna tahun 1976
dan beberapa kepulauan di laut Cina Selatan.
Tahun 1977 Indonesia memprakarsai penanganan manusia perahu tersebut
dengan melaporkan keadaan tersebut pada UNHACR (United Nations High
Commissioner For Refugees) salah satu badan Organisasi yang bernaung di Bawah
UNO bidang kemanusian dan pengungsi. Pertemuan UNHCR di Bangkok 1978 yang
menetapkan bahwa semua Manusia perahu tersebut akan ditangani oleh UNHCR,
sementara pihak Indonesia membuat keputusan bahwa bersedia menangani kasus
pengungsi, Menyediakan lokasi pemukiman, Biaya ditanggung badan dunia dan
pengungsian bersifat sementara.
Museum yang saya kunjungi merupakan
eks Kantor pelayanan Administrasi kaum pengungsi yang ditata secara sederha
untuk memudahkan pemahaman akan kondisi sejarah tersebut serta dipandu seorang
pemandu badan pengelola sejarah tersebut yang disebut “ B3V DAERAH KOMANDO
SATUAN PENGAMAN DAN PERAWATAN SINAN P
GALANG “. Gambaran yang ada
menunjukkan bagaimana pedihnya perjalanan Bangsa Perahu tersebut berjuang menantang maut meninggalkan kampung dari tekanan kaum komunis Vietkong yang sangat kejam hanya dengan
menumpang sebuah perahu kecil yang dapat menampung 40 – 100 orang dan terkadang mereka harus terapung di
lautan selama dua bulan baru sampai daratan, kondisi tersebut membuat banyak
pengungsi harus menghembuskan napas terakhirnya di perahu sebelum mencapai
daerah tujuan.
Sejarah Camp kemanusian manusia perahu
mencatat selama penampungan sejak tahun 1979 hingga 1996, banyak diantara mereka yang berhasil di tampung
Negara lain seperti Amerika Serikat, Inggeris, Prancis, Jepang, Australia dan
Kanada sementara sisanya harus di pulangkan
ke Vietnam. Menurut petugas
waktu pemulangan banyak pengungsi yang merasa keberatan bagi mereka kalaupun
tak mendapat suaka dari Negara ketiga
menetap di P Galang lebih baik dari pada pulang mendapatkan tekanan dari
pihak Vietkong. Sehingga tak jarang
ditemukan perahu yang akan dipakai pulang di karaman bahkan ada yang sampai
bunuh diri, meski akhirnya mereka berhasil dipulangkan.
Camp pengungsian yang disediakan
pihak RI menempati areal seluas 80 ha di P Galang dan selama itu juga telah
menampung sebanyak 250.000 jiwa manusia Perahu yang menempati barak kecil dengan kapasitas 8 orang per rumah dan Rumah sakit sebanyak 30
kamar. Selama dalam penampungan Migran
Manusia Perahu tersebut mendapat pembinaan dari para sukarelawan semua itu
terabadikan dalam museum tersebut seperti Pendidikan bagi remaja usia
pelajar, Pelatihan keterampilan,
Pembinaan keremajaan, pembinaan kerohanian dari jemaat Gereja Katolik,
Protestan dan Pagoda dan Kesehatan.
Pajangan yang ada di museum memperlihatkan
bagaimana gambaran perahu yang mereka
gunakan, proses pembangunan Kamp. Pengungsi, Gambaran pengungsi dibarak dan kunjungan pembesar baik dari pihak UNHCR maupun
pemerintah seperti Menristek BJ H Bibie, dan aktipitas keseharian lainnya. Serta sebuah potret kegiatan reuni mantan pengungsi P Galang dari berbagai Negara yang telah sukses
di Negara tempatnya menetap pada 24 maret 2005.
Dalam kunjungan ini saya menyempatkan
berpotret di beberapa situs Humanity Statue seperti berlatar Perahu pengungsi,
Rumah sakit, kuburan umum yang disebut “ NGHA TRANG “, Pagoda, dan poto-poto
pengungsi. Sejak tahun 1996 penanganan
manusia perahu ditutup dan pengelolaannya diserahkan ke pihak Otorita Batam dan
resmi dijadikan Kawasan Wisata Camp pengungsi Galang tahun 2000, keseluruhan kawasan wisata masih baik
terutama jalan-jalan masih menghubungkan semua daerah kegiatan pemukiman namun
beberapa bangunan tidak direhab bahkan menurut saya ada beberapa bangunan yang
telah hilang, sehingga bila ditangani dengan baik maka tak ayal daerah ini
dapat menarik wisata sebagai mana daerah tetangganya Singapore.
ByBakriSupian
Manusia perahu terdampar di Pulau
Galang,
Camp. Galang bukti peperangan sumber penderitaan panjang.
Terkait Corona 2020 rencananya kawasan ini akan dijadikan pusat Karantina manusia Indonesia dari luar negeri ....... semoga tidak merusak situs manusia perahuu Galang tersebutt
BalasHapus