“ Dengan menyuarakan Ucapan “ DO MEPAPU “ Krayan Menuju Destinasi Pariwisata Nasional “, demikianlah beberapa thema pada Spanduk yang terpampang di sudut-sudut kota Long Bawan yang turut memberi
warna semarak Pagelaran IRAU RAYEH LUNDAYEH 2014, sebuah perhelatan pesta budaya, adat dan kesenian
warga Dayak Lundayeh yang umumnya bermukim di pedalaman Kalimantan Utara
Seperti Krayan, Krayan Selatan, Malinau, Mentarang, Pujungan, Lumbis Ogong dan
beberapa daerah di Malaysia seperti Bario, Miri, Lawas dan Pensiangan.
Semarak
pesta Irau tersebut sangat terasa kala berada di Kota LungBawan pada 5-9 Agustus 2014 sebagai Jeddah waktu
pelaksanaannya, yang dibuka oleh Plt Gubernur Kalimantan Utara Bapak Irianto
Lambrie di Gedung BPU Lung Bawang, serta dihadiri beberapa pejabat seperti
Bupati Nunukan Drs. Basri, Bupati Malinau DR. Drs Yansen Tipa Padan, Mantan
Wakil Gubernur Kalimantan Timur H. Farid Wajdi,
Sekda Nunukan Tommy Harun, MSi,
Staf Menteri Perdagangan dan Ekonomi kreatip Jukarta, Beberapa Tokoh Adat dan staf daerah di Kaltara. Pagelaran Pesta Irau tersebut selain dapat
lebih mengafresiasikan keberadaan Adat,
Budaya dan Kesenian daerah sebagai salah satu keragaman Nasional, juga dapat lebih meningkatkan peran daerah
Krayan sebagai satu Destinasi Wisata Budaya dan Alam Nasional dalam mendukung pembangunan .
Penyelenggaraan semua kegiatan berlangsung mulai pagi hingga malam di Gedung
Balai Pertemuan Umum yang diisi dengan kegiatan seperti Tarian Tradisional dan
Tarian kreasi LunDayeh, Lagu
Tradisional, Lagu Kreasi dan Lagu Rohani Lundayeh, Musik Tradisonal dan Kreasi
Lundayeh, Peragaan Busana daerah, Peragaan menyumpit, Menenun, dan Mengukir, semua kegiatan dikemas
dalam bentuk lomba dan Persembahan yang di ikuti dari berbagai Daerah Lundayeh dan
organisasi yang berada di wilayah
tersebut.
Di Lapangan
Sepak bola Yuvai Semaring kami dapat menyaksikan perlombaan Sepak bola, Bakiak, Fotografer dan olah raga
tradisional Bola Keranjang putri yang juga di ikuti dari berbagai daerah dan
komunitas disekitar daerah tersebut.
Yang unik dapat kami saksikan bahwa selama pertandingan sepak bola yang
digelar enam kali dalam sehari itu berlangsung hingga jam 12.00 kalau di daerah
kita tentulah tidak mungkin karena akan cepat cape dan kepanasan namun di
LungBawan yang berada jauh dari daerah pesisir hingga 1.000an km dan berada pada
ketinggian 1.600 m dpl hal tersebut sangat memungkin bahkan beberapa pemain
mengenakan kostum seperti di daerah Subtropik yaitu lengan panjang ditengah hari karena saat itu suhu berkisar
23oC.
Sajian
tarian khas LunDayeh yang digelar selama Irau ini cukup meriah, diikuti berbagai
daerah dengan menampilkan gerak tari yang indah menggambarkan kepakan sayap,
Loncatan saat berjalan ditanah dan lenggok tubuh saat meluncur bagi Burung
Enggang atau Rangkong, suatu Burung sakral bagi kehidupan umumnya masyarakat Dayak dan gerakan simbol kehidupan mereka sehari-hari seperti bertani, berburu dan lain2. Keindahan tari tersebut juga dihiasa warna warni busana etnik seperti Hitam, Putih, Kuning dan Merah
serta beberapa warna lain untuk tarian hasil kreasi, tak ketinggalan asesori
khas lundayeh berupa manik-manik, mandau, Anjat, bulu burung enggang dan Taring Babi.
Tak kalah menariknya di Irau, kita melihat banyak muda-mudi peserta yang hilir mudik mengenakan baju tak berlengan dan Rok sebatas lutut yang berwarna kuning tanah sekilas tampak bukan dari kain, ternyata ia busana tradisonil yang terbuat dari kulit kayu. Menurut beberapa warga baju tersebut telah ada sejak nenek mereka dahulu, diperbuat dari kulit kayu tertentu di rendam kemudian disamak dengan memukul hingga tipis dan nyaman untuk dibadan, baru di pola dan dijahit serta ditempel dengan manik.
Tak kalah menariknya di Irau, kita melihat banyak muda-mudi peserta yang hilir mudik mengenakan baju tak berlengan dan Rok sebatas lutut yang berwarna kuning tanah sekilas tampak bukan dari kain, ternyata ia busana tradisonil yang terbuat dari kulit kayu. Menurut beberapa warga baju tersebut telah ada sejak nenek mereka dahulu, diperbuat dari kulit kayu tertentu di rendam kemudian disamak dengan memukul hingga tipis dan nyaman untuk dibadan, baru di pola dan dijahit serta ditempel dengan manik.
Penampilan musik
tradional dan kreasi khas LunDayeh dapat
diacungkan Jempol khusus buat seniman daerah dari berbagai pemukiman,
yang dengan setia tetap mempertahankan kesenian tersebut dan
menghasilkan kreasi-kreasi baru yang
menghasilkan satu simponi yang enak didengar dengan tidak meninggalkan jiwa musik
waga LunDayah yang sakral. Salah satu
seniman warga LunDayah yang cukup tinggi kontribusinya dalam kesenian
LunDayeh di Lung Bawan Adalah Elias
Yesaya, SE dan Dorma Kisu, setidaknya demikian pengakuan Marli salah satu warga Lung Bawan. Persembahan musik didominasi alat seperti
Gendang, Gong, Alat petik Sampe dan suling dalam berbagai bentuk selain menghasilkan disain yang Indah
tentunya akan menghasilkan harmonisasi yang akan membuat para penikmatnya tertegun. Bagi saya pribadi yang cukup
menarik adalah penampilan salah satu kontestan musik kreasi yang
mempersembahkan kumpulan beberapa Gendang dari Pohon kayu yang cukup besar
diantaranya mencapai setinggi 2 meter
sehingga penabuhnya harus menggunakan kursi untuk dapat menabuhnya.
Lomba
mengukir yang seluruh pesertanya di
ikuti kalangan mudah merupakan satu
gambaran yang membanggakan sebagai tanda tingginya minat generasi muda akan budaya daerah,
dalam pagelaran mengukir peserta
membuat ukiran hiasan Dinding dan Tameng hiasan dengan alat ukir masing-masing
dengan motip khas Dayak Pucuk Tanaman Pakis, Paruh Enggang dll. Di tempat yang sama terlihat wanita
LunDayeh sibuk dengan Alat tenun untuk membuat kain dengan motip khas
menggunakan alat tenun yang relatip
mungil dan dirajut dari benang yang dibuat dari tumbuhan tertentu, untuk dapat
menjadi tenun yang terbaik.
Banyak
pagelaran yang tersaji selama event lima
hari sehingga saya tak mungkin dapat menyaksikan semua terlebih ada urusan
tersendiri saat itu, selain mengikuti acar tersebut yang akan diselenggarakan
setiap tahun sebagai satu Destinasi
wisata Kabupaten Nunukan. Pada
kesempatan tersebut bersama Bapak Rukman SP. menyempatkan diri mengunjungi Kawasan Rumah adat
LunDayeh yang dikelola FORMADAT (Forum Masyarakat
Adat Dataran Tinggi) BORNEO di Desa Trans Baru serta mengitari
perkampungan petani dengan persawahan
yang menghiasi di kaki Bukit. Sebagai
mana kata orang dulu Dimana ada pertemuan pasti ada Perpisahan begitu juga kegiatan Irau ini yang ditutup
dengan Persembahan Seniman LunDayeh
Elias Yesaya, SE dengan tiupan seruling yang mengalunkan
senandung khasnya.
By BakriSupian
Gadis
LunDayeh menarih gemulai bak Enggang,
Memperkaya
budaya untuk kesiapan masa akan datang.
Menyaksikan keragaman budaya waraga Pedalaman, Perbatasan sekaligus Dataran tinggu suatu hal yg luar biasa (PerBatasan Putra)
BalasHapus