Sekilas bila
kita membayangkan tentang Dieng, maka yang akan tergambar dibenak Bahwa daerah tersebut berada di puncak Gunung
atau ketinggian, memiliki suhu udara yang cukup dingin yang membuat orang
berbaju tebal bila berada di sana, memiliki danau yang indah dipuncak gunung,
terdapat sederetan Candi Hindu yang berbaris, Wisatawan manca Negara berbaur
dengan Para turis domistik yang didominasi anak muda dengan style hiking dan
penduduk Kampung dan Ritual-ritual kegamaan Hindu yang menghiasi hari demi hari
aktipitas negeri di atas awan tersebut, sesungguhnya tidaklah secara keselurhan
demikian kalau saja kita menyempatkan diri kesana dan menyimak dengan baik
dibalik pesona alam dan budaya Dieng.
Dieng merupakan
daerah di puncak gunung dengan ketinggian sekitar 2.200 meter
dpl dengan Suhu udara yang dingin sekali 5 - 17 o C di sekitar gunung Sumbing dan termasuk dalam
wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo atau berjarak 50 km dari Kota Banjarnegara dan 26 km dari
kota Wonosobo, disamping keadaan
tersebut yang banyak menarik wisatawan
kesini terutama setelah penetapan
Kawasan Dieng sebagai Kota Wisata tahun 1971 oleh Gubernur Jawa Tengah Moenadi adalah deretan Candi dalam komplek Candi
Arjuno serta berbagai ritual pesta budaya yang dipentaskan sehubungn dengan
keberadaan candi tersebut serta Panorama alamnya yang indah disepanjang lereng
dan puncak bukit dihiasi rumah dan perkebunan penduduk yang sebagian besar
sebagai Petani 86 %. Nama Dieng mempunyai
banyak persi, diantaranya berasal dari
kata Di yang berarti tempat dan Hyang yang berarti dewa sehingga dieng berarti
tempat para dewa, sehingga tak heran zaman dulu daerah ini banyak di huni kaum
Hindu yang kemudian membangun beberapa candi tempat peribadatan.
Mengunjungi
Dieng maka wajib mengunjungi Telaga warna
sebagai satu pesona alam handalannya
yang memiliki air berwarna warni Hijau, Biru, Coklat, Kunim dan putih
dengan dominasi utama warna Hijau ditengah
telaga seluas 39,60 hektar disekitarnya ditumbuhi pepohonan yang rindang membuat suhunya jadi dingin dan adem disamping itu masih banyak
telaga lain namun diantaranya banyak
yang mengalami pendangkalan karna
proses pengendapan lumpur. Di daerah
ini terdapat komplek candi yang terdiri dari Sembilan candi diantaranya Candi Puntadewa, Candi Sembadra,
Candi Srikandi, Candi Arjuna, Candi Semar,
Candi Gatot Kaca, Candi Bima, Candi Darawati dan Candi Setiaki serta beberapa
upacara ritual yang berhubungan dengan candi tersebut serta tarian tradisional
yang dilaksanakan warga setempat dengan
tekun sebagai pesona wisata Dieng . Sebagian beranggapan bahwa di Dataran Dieng
juga berawalnya Peradaban Hindu di Pulau Jawa yaitu masa kejayaan
Sanjaya di abad ke VIII.
Kelincahan
warga setempat melaksanakan tari dan acara budaya rutin di Dieng tersebut membuat banyak turis mengagumi dan
memuji keindahan tersebut dan membuat kita beranggapan bahwa semua pelaku
budaya tersebut adalah warga penganut Agama Hindu bahkan mungkin akan membuat
kita beranggapan bahwa mayoritas penduduk Dieng Adalah Hindu, namun bila kita
simak lebih dalam akan membuat kita tertegum sebenarnya bahwa Dieng yang
kata lainnya bisa disebut sebagai kota Dewa memiliki penduduk mayoritas
Islam sekitar 95,9 % sedangkan penganut
Agama non Islam sangat sedikit, memang sulit membayangkan bila pelaksana ritual
budaya dieng tersebut adalah ummat Islam,
kegiatan tersebut sebuah
kegiatan tarian atau adat dulu yang
terkait kecandian tersebut terkait leluhur
mereka yang tentunya dapat menampilkan satu kegiatan yang menarik
dan mendatangkan turis. Jika kita
berjalan – jalan di pedesaan atau perkampungan disini akan ditemukan banyak mesjid dengan kubah dan menara menjulang tinggi yang menghiasi kampung penduduk sebagai sarana ibadah dan
dirumah-rumah penduduk masih terselip hiasan-hiasan kalimat Allah, Muhammad dan
surah-surah Al-Quran. Ummat Islam yang ada disini masuk golongan Islam Kejawen yaitu ummat Islam yang
masih banyak melakukan ritual-ritual adat yang non Islami dan
sehingga terkesan melaksanakan
ibadah islam yang masih syirik, seperti masih mempercayai adanya dewa-dewa, sangat percaya dengan dunia Gaib di
Dunia, adanya penunggu ditempat-tempat suci dan
melakukan pertapaan.
Keberadaan
Ummat Islam di Dieng, sulit untuk mencari sejarah kedatangannya namun beberapa
catatan sejarah mengisahkan bahwa
perkembangan ummat Islam berawal dari masuknya ummat islam dan ajarannya yang
di bawakan kekuasaan Mataram Islam Abad XVII atau tahun 1600-an dengan
datangnya tiga Ulama membuka kawasan hutan baru untuk pertanian dan kampung,
Kyai Kolodete bermukim di dataran tinggi Dieng, Kyai Walik
di Wonosobo dan Kayai Karim bermukim di Kalibeber yang diikuti warga islam
lainnya sehingga kawasan tersebut menjadi ramai.
Dieng
berselimut Halimun di Puncak Dewa,
Ritual Agama
Selaras jiwa budaya mensejahterakan warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar