NusanTaRa.Com
byKariTaLa LA, 12/01/20018
byKariTaLa LA, 12/01/20018
Pertama
kali mendarat di Bandara Syiah Kuala Banda Aceh aku cukup kagum melihat Bandar Udara yang menurutku cukup megah dan
pelayanannya yang memuaskan dan
ketika melewati jalan-jalan
sepanjang kota cukup ramai ditumbuhi bangunan pertokoan dan Warung
Kopi yang menjadi ciri khas Banda Aceh serta
wilayah sepanjang pantai yang ditutupi bronjong-bronjong batu gunung
setinggi 2,5 meter sebagai penahan
Ombak. Kesan tersebut bagiku sudah cukup untuk menutup masa kelam Banda Aceh 13 tahun silam ketika tragedi Gelombang Tsunami dari Samudera Hindia menyapu hancur hampir 70 % bangunan di kota Banda Aceh, meski aku belum pernah ke sini tapi keadaan kota ini sekarang
telah pulih dari keadaan sebelumnya dan telah bergerak dengan dinamis sebagaimana biasanya
meski keadaan kota ini tidak sebesar kota lain di Indonesia.
Tragedi Tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 telah menjadi " Tragedi Bencana Kemanusian terbesar " setidaknya demikian kata Sekjen PBB Kopi Annam kala memberikan pernyataan tekait Tsunami dan menggalang Negara dunia untuk turun langsung membantu membangun kembali daerah-daerah terkena Tsunami. Sebagaimana diketahui bahwa tragedi Gelombang Tsunami 2004 yang disebabkan Gempa Seismik di Samudera Hindia sekitar 20-25 km dari pantai dengan kecepatan arus mencapai sekitar 600 km/jam dan ketinggian gelombang mencapai 30 meter ini masuk dan menghantam kota Banda Aceh sejauh 50 km ini meluluh lantakkan bangunan dan menelan korban sekita 132.000 jiwa.
Tragedi tersebut menghancurkan berbagai infrastruktur pemerintah dan masyarakat seperti Jembatan putus (Jembatan Ulee Lhuee dll), jalan-jalan utama, Bangunan Perkantoran, Pertokoan, Perumahan dan berbagai pasilitas lain. Sebagai gambaran yang dapat saya saksikan kala itu adalah kapal PLTD Apung yang tadinya parkir di Pantai atau muara sungai Ulee Lhue sebagai markas PLTD sekarang telah berada 5 km dari tenpat semula terbawa oleh Gelombang dan Arus dengan kecepatan 600 km/jam melebihi kecepatan posawat. Dari berbagai media yang dapatku saksikan ketika itu Mesjid Baiturrahman Banda Aceh meski aman tapi disekitarnya berserakan puing-puing bangunan dan pertokoan disekitarnya banyak yang rusak karena posisinya di tengah kota tapi sekarang telah baik dan mendapat bangunan payung penadah hujan sebanyak 12 payung.
Tragedi Tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 telah menjadi " Tragedi Bencana Kemanusian terbesar " setidaknya demikian kata Sekjen PBB Kopi Annam kala memberikan pernyataan tekait Tsunami dan menggalang Negara dunia untuk turun langsung membantu membangun kembali daerah-daerah terkena Tsunami. Sebagaimana diketahui bahwa tragedi Gelombang Tsunami 2004 yang disebabkan Gempa Seismik di Samudera Hindia sekitar 20-25 km dari pantai dengan kecepatan arus mencapai sekitar 600 km/jam dan ketinggian gelombang mencapai 30 meter ini masuk dan menghantam kota Banda Aceh sejauh 50 km ini meluluh lantakkan bangunan dan menelan korban sekita 132.000 jiwa.
Tragedi tersebut menghancurkan berbagai infrastruktur pemerintah dan masyarakat seperti Jembatan putus (Jembatan Ulee Lhuee dll), jalan-jalan utama, Bangunan Perkantoran, Pertokoan, Perumahan dan berbagai pasilitas lain. Sebagai gambaran yang dapat saya saksikan kala itu adalah kapal PLTD Apung yang tadinya parkir di Pantai atau muara sungai Ulee Lhue sebagai markas PLTD sekarang telah berada 5 km dari tenpat semula terbawa oleh Gelombang dan Arus dengan kecepatan 600 km/jam melebihi kecepatan posawat. Dari berbagai media yang dapatku saksikan ketika itu Mesjid Baiturrahman Banda Aceh meski aman tapi disekitarnya berserakan puing-puing bangunan dan pertokoan disekitarnya banyak yang rusak karena posisinya di tengah kota tapi sekarang telah baik dan mendapat bangunan payung penadah hujan sebanyak 12 payung.
Pembangunan
kembali Kota Banda Aceh paska Gelombang Tsunami
mulai tahun 2005 yang di Instruskikan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono selaku Presiden Indonesia dan
di Bantu 35 Negra dunia yang
bekerja siang malam, telah berhasil membangun kembali menjadi lebih baik
sebagaimana sekarang. Sekarang jika anda mengunjungi kota Banda Aceh
InsyaAllah suasana kesedihan tersebut sudah nampak pulih dengan terlihatnya hasil
rehabilitas beberapa bangunan rusak dan
berdirinya bangunan baru serta semangat masyarakat yang bergairah kembali.
“ Secara ekonomi, kita terus mengalami pertumbuhan yang tinggi setelah bencana. Secara sosial, kemasyarakatan, dan kesehatan, dampak bencana besar itu juga telah dapat diatasi dengan cukup baik sehingga Aceh, khususnya Banda Aceh sering menjadi tempat pembelajaran pasca-bencana ", Ujar SiGaluh Hj. Illizah Sa’aduddin Djamal SE Walikota Banda Aceh 2014 dalam sambutannya. Respon terhadap bencana yang dilakukan Pemerintah bersama beberapa Negara dunia dan lembaga Dunia saat itu dipuji sebagai contoh sukses kerjasama internasional dengan capaian lebih dari 130.000 rumah, 250 km jalan, 18 rumah sakit baru, 363 jembatan, 13 Airport, dan infrastruktur lainnya yang telah dibangun, serta menurut pemerintah kota lebih dari 80.000 hektar lahan pertanian dan 15.000 hektar kolam ikan telah direhabilitasi atau dibersihkan untuk digunakan kombali.
Sepanjang jalan dalam kota telah berdiri bangunan baru baik pertokoan maupun perkantoran seperti pusat perbelanjaan Simpang Lima, Pasar Aceh, Pusat perbelanjaan Jalan KH Ahmad Dahlan, Pasar Peneyeum, Pasar Lambrie, Jalan Tgk. Chik Pante, Jalan Diponegoro, Kampung Baru telah ramai dipenuhi dengan pertokoan dan diramain dengan pengunjung yang datang. Satu yang menjadi ciri khas kota Aceh yaitu Kopi sehingga kata orang “ Tak Sempurna ke Banda Aceh kalau belum minum Kopi Aceh “, Gerai-gerai makan dan Kopi tersebut juga bertumbuhan hampir disetiap jalan-jalan kota memberi satu semangat Kota Serambi Mekkah, mulai dari tengah kota hingga di pinggiran kota seperti di Pantai Ulee Lhuee. Jika anda berjalan di sekitar Gampong Syiah Kuala dan daerah pantai lainnya akan terlihat banyak tambak yang telah berjalan dengan baik bagi kehidupan petambak.
Melintasi jalan Nyak Arief maka terlihat suasana Perkantoran sebagai mana di Nusantara sangat disibukkan para pegawai maupun Kondisi Bangunan Perkantoran Pemerintah yang tumbuh disini serta beberapa Hotel besar. Bangunan Pemerintah lain yang juga memberi napas kehidupan kota ini seperti Keberadaan Museum dan Monumen bersejarah telah pulih kembali dan ramai dikunjungi masyarakat serta para turis baik Luar Negeri maupun Domistik. Museum Aceh, Museum Tsunami, Museum PLTD Apung dan Museum Cuk Nya Dien diantaranya museum yang cukup ramai dikunjungi serta beberapa monument seperti Monumen Pesawat Blang Padang, Makam Korban Tsunami, Mesjid Agung Baiturrahman, Makam Siah Kuala, Stadion Harapan Bangsa dll.
.Pemulihan Banda Aceh paska Tsunami yang dikoordinir lembaga “ Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh “ atas anjuran Susilo Bambang Yudoyon melibatkan 900 lembaga termasuk Dunia dan Negara lain dengan kucuran dana tahun 2007 US$ 7,2 milliar dan 2009 US$ 6,7 milliar, 2/3 berasal dari dana Luar negeri, menjadi satu kerja sama dunia yang sukses karena berhasil memulihkan kondisi pisik dan bathin Aceh. “ Dulu waktu baru Tsunami saya itu putus asah melihat kehidupan di Aceh ini, entah mau berbuat apa semua sudah hancur. Tapi sekarang pemulihan Banda Aceh telah membuat kami jadi lebih bersemangat untuk terus membangun “, Ujar SiDin Aad pengemudi Bentor kota Banda Aceh.
“ Secara ekonomi, kita terus mengalami pertumbuhan yang tinggi setelah bencana. Secara sosial, kemasyarakatan, dan kesehatan, dampak bencana besar itu juga telah dapat diatasi dengan cukup baik sehingga Aceh, khususnya Banda Aceh sering menjadi tempat pembelajaran pasca-bencana ", Ujar SiGaluh Hj. Illizah Sa’aduddin Djamal SE Walikota Banda Aceh 2014 dalam sambutannya. Respon terhadap bencana yang dilakukan Pemerintah bersama beberapa Negara dunia dan lembaga Dunia saat itu dipuji sebagai contoh sukses kerjasama internasional dengan capaian lebih dari 130.000 rumah, 250 km jalan, 18 rumah sakit baru, 363 jembatan, 13 Airport, dan infrastruktur lainnya yang telah dibangun, serta menurut pemerintah kota lebih dari 80.000 hektar lahan pertanian dan 15.000 hektar kolam ikan telah direhabilitasi atau dibersihkan untuk digunakan kombali.
Sepanjang jalan dalam kota telah berdiri bangunan baru baik pertokoan maupun perkantoran seperti pusat perbelanjaan Simpang Lima, Pasar Aceh, Pusat perbelanjaan Jalan KH Ahmad Dahlan, Pasar Peneyeum, Pasar Lambrie, Jalan Tgk. Chik Pante, Jalan Diponegoro, Kampung Baru telah ramai dipenuhi dengan pertokoan dan diramain dengan pengunjung yang datang. Satu yang menjadi ciri khas kota Aceh yaitu Kopi sehingga kata orang “ Tak Sempurna ke Banda Aceh kalau belum minum Kopi Aceh “, Gerai-gerai makan dan Kopi tersebut juga bertumbuhan hampir disetiap jalan-jalan kota memberi satu semangat Kota Serambi Mekkah, mulai dari tengah kota hingga di pinggiran kota seperti di Pantai Ulee Lhuee. Jika anda berjalan di sekitar Gampong Syiah Kuala dan daerah pantai lainnya akan terlihat banyak tambak yang telah berjalan dengan baik bagi kehidupan petambak.
Melintasi jalan Nyak Arief maka terlihat suasana Perkantoran sebagai mana di Nusantara sangat disibukkan para pegawai maupun Kondisi Bangunan Perkantoran Pemerintah yang tumbuh disini serta beberapa Hotel besar. Bangunan Pemerintah lain yang juga memberi napas kehidupan kota ini seperti Keberadaan Museum dan Monumen bersejarah telah pulih kembali dan ramai dikunjungi masyarakat serta para turis baik Luar Negeri maupun Domistik. Museum Aceh, Museum Tsunami, Museum PLTD Apung dan Museum Cuk Nya Dien diantaranya museum yang cukup ramai dikunjungi serta beberapa monument seperti Monumen Pesawat Blang Padang, Makam Korban Tsunami, Mesjid Agung Baiturrahman, Makam Siah Kuala, Stadion Harapan Bangsa dll.
.Pemulihan Banda Aceh paska Tsunami yang dikoordinir lembaga “ Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh “ atas anjuran Susilo Bambang Yudoyon melibatkan 900 lembaga termasuk Dunia dan Negara lain dengan kucuran dana tahun 2007 US$ 7,2 milliar dan 2009 US$ 6,7 milliar, 2/3 berasal dari dana Luar negeri, menjadi satu kerja sama dunia yang sukses karena berhasil memulihkan kondisi pisik dan bathin Aceh. “ Dulu waktu baru Tsunami saya itu putus asah melihat kehidupan di Aceh ini, entah mau berbuat apa semua sudah hancur. Tapi sekarang pemulihan Banda Aceh telah membuat kami jadi lebih bersemangat untuk terus membangun “, Ujar SiDin Aad pengemudi Bentor kota Banda Aceh.
Bencana Tsunami 2004 terbesar di dunia,
Kerja sama yang baik Banda Aceh kembali Ceria.
NusanTaRa.Com melayani pemasangan Iklan
sila hubungi Nomor talian 08125856599
atas nama JoeLorenT
sila hubungi Nomor talian 08125856599
atas nama JoeLorenT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar