Rabu, 01 Januari 2014 setelah mengikuti penyambutan malam
tahun baru di Pantai Losari, paginya Jam 08’30 kami pun meluncur dari Perumahan BTN
Pao-Pao dengan mobil rental Innova bertarip Rp 500.000 seharian
ke daerah Malino suatu daerah wisata diatas perbukitan, masuk gugusan gunung Bawakaraeng pada
ketinggian 1.100 m dpl yang berhawa
sejuk suhu 5o – 25o C dan terkenal dengan buah
Markisa yang banyak dibudidayakan di
daerah ini.
Perjalanan
ke Malino bersama Rian S, Upik dan Pak La Baco, bagiku hanya merupakan kunjungan yang kesekian kalinya karena waktu Mahasiswa di Makassar dulu sudah sering kesini bahkan
punya kisah Lucu juga dan pernah mengikuti Marathon
42 km dari daerah sini
menuju Sungguhminasa Gowa. Perjalanan
ke Malino yang berjarak 75 km dari Makassar, akan melalui lereng perbukitan kecil dan disisi sungai Je’ne Berang yang bermuara
di Makassar dan makin lama jalanan makin menanjak serta suhu semakin dingin hingga tiba di Peristirahatan Malino kelurahan
Bulutanah.
Melewati jalan di desa Mawang Kecamatan Parangloe Gowa terlihat Pabrik kertas Gowa yang sudah tutup, bangunannya
disulap mewah menjadi Campus Fakultas
Tehnik Universitas Hasanuddin dan sebelah kiri perumahan eks karyawan Kertas
Gowa. Kemudian melewati area latihan Militer Pakatto di kanan yang terkesan rapi dan berwarna hijau,
tak lama kemudian mobil melewati barisan penjaja buah-buahan
yang cukup panjang di km 20, kami berhenti untuk membeli sebagai
makanan dalam perjalanan, buah yang dijajakanpun bermacam – macam seperti
Mangga, Pisang, Durian Bangkok (Rp 70.000/kg), Pisang, Rambutan (Rp 20.000/kg),
Alpokat, Jambu Air, Jeruk Sunkist, Markisa
(Rp 25.000/kg), Apel dll, dan akhirnya Rian membeli 2 kg Rambutan dan La Baco membeli
pisang. Tak jauh dari situ terlihat banyak kendaraan parkir dikiri kanan jalan membuat arus lalu lintas terganggu, setelah membaca gapura
ternyata mereka pengunjung Taman Wisata Pertanian.
Di kilometer 35 tak jauh dari sungai Je’ne Berang yang lebarnya mencapai 200 m meski tidak semua dilalui air
sebagian berupa pasir, batu sungai dan sebagian terlihat sebagai lahan pertanian
seperti sawah dan kebun. Sepanjang jalan kami menyaksikan banyaknya aktipitas
penambang batu dan pasir di sungai yang diangkut mobil truk untuk dijual ke Makassar sebagai bahan bangunan, disamping kiri jalan kami dapat menyaksikan keindahan kebun
dan rumah penduduk dengan dihiasi berbagai
pohon buah-buahan.
Melintasi
Jembatan besi di desa Lonjong Boko perkampungan petani dengan sawah yang tersusun
indah di tengah kawasan sungai sepertinya baru musim tanam di kanan jalan yang berlatarkan gunung kehijauan dikejauhan sebagai anak gunung
Bawakkaraeng, di kiri jalan ada perkebunan masyarakat dan 3 air terjun
kecil atau aliran air pegunungan yang tanahnya terdiri dari batu gunung besar dan sesekali terlihat hutan pinus.
Memasuki Kawasan Danau buatan Bili – bili sebagai
danau buatan terbesar di Indonesia Timur suhu mulai terasa semakin dingin dan sesekali
menemukan kabut tipis yang menghala ditengah jalan. Pembutan Danau ini telah menenggelamkan beberapa desa untuk
dijadikan sebagai tampungan air sungai dengan ketinggian
dam 120 meter dan panjang dam yang menghubungkan dua kaki bukit 1 km. Bendungan ini digunakan sebagai Pembangkit
Listrik, Sumber air minum PDAM dan sebagai objek wisata menikmati alam danau, Memancing, kuliner di warung – warung yang banyak berdiri disekitar danau dan di daerah ini
banyak Villa atau rumah-rumah sewa tersedia dengan harga yang sangat enjoy. Ketika kami tiba di sini saya melihat
beberapa pemancing duduk santai dibawah
pohon Jati mendapatkan ikan Nila. Jika anda ke Malino tidak ingin
melalui jalur yang saya lalui tadi yaitu melewati Sungguhminasa Kabupaten Gowa anda bisa
menggunakan jalur memotong langsung ke
Bili –Bili yang masuk dari Tello
melewati Antang Makassar.
Setelah
melewati kawasan villa dengan
tikungan tajam bertebing curam di
atas perbukitan yang ditumbuhi hutan
wisata Pinus kami menemukan satu
dinding bukit bertuliskan “ MALINO 1927, Rewako Gowa “ sebagai pertanda memasuki kawasan Wisata
Malino yang merupakan tempat peristirahatan sejak zaman Belanda,
lokasi wisata ini mulai dibangun tahun 1927 ketika Gubernur Belanda Caron Speelman
berkuasa untuk kalangan militer utamanya
perwira dan pejabat pemerintah saat itu serta tempat pelatihan militer, ini dimungkinkan karena suasananya yang
nyaman, aman asri dan dingin mirip dengan daerah asal mereka di Eropah.
Dengan
berlatarkan tulisan tersebut kami mengabadikan lokasi ini dengan poto bersama
serta istirahat sejenak di gubuk yang berbaris disekitar situ. Perjalanan dilanjutkan mendaki bukit Pinus
tersebut yang ada di atas tulisan tadi menuju gubuk peristirahatan yang
ada di puncak bukit sejauh 300 m, di tumbuhi hutan Pinus yang sejuk dan beberapa bedengan tanaman sayur masyarakat. Di puncak bukit terjal ini terlihat keindahan lembah nun jauh dibawah bak ngarai yang dihiasi desa pertanian,
sungai, sawah dan kebun serta gugusan bukit bagian dari
jajaran gunung Bawakaraeng yang sangat mempesona, sehingga sangat rugi bila di abaikan dari
aktipitas BerPoto dan tak lupa La Baco, Upi, Rian dan saya mengambil landskap hutan pinus yang memenuhi puncak
peristirahatan ini.
Melewati simpang tiga dengan tikungan tajam dilereng
bukit terpatri tulisan berwarna Orange “ PASANGGRAHAM MALINO “
yang mana di sebelah atasnya terdapat mess peristirahatan dan Villa dari beton peninggalan Belanda dengan model bangunannya yang masih asli sebagaimana peninggalan Belanda yang ada di
Nusantara. Di depan tulisan tadi
terdapat sederet warung dan Caffe tempat menjamu selera kala lapar sebagaimana
yang kami lakukan saat mengakhiri tour nanti, sebelum pulang kami mampir
di Restouran SyahFira dengan memesan Nasi Ayam Bakar, Sop
dan Minum teh Rp 160.000m/4 org. Asiip.
Memasuki
kawasan wisata utama Malino di Kelurahan Bulutana dengan suhu
cukup dingin sekitar 18o C dan berkabut tipis, waktu menunjukkan jam 12.20 banyak
pengunjung yang telah tiba dari berbagai daerah sembari merayakan Tahun baru 1 januari 2014 dan
dalam perjalanan kesini tadi kami berpapasan dengan banyak kendaraan yang telah
merayakan malam tahun barunya di Puncak ini. Sepanjang jalan sesekali terlihat kabut tipis menghala didepan kami, disebelah
kiri berdiri Pusat pelatihan Militer Kodam Wirabuana berwarna Hijau dan sekolah SMA N 1
Tinggi Moncong sedang sebelah kanan terlihat Home stay dan
warung yang melayani pengunjung.
Melewati Jalan beraspal sedikit mendaki dan berkelok kami sampai di
kawasan wisata Hutan Pinus yang rimbun sebagai area
bermain, perkemahan, joging, berkuda dll, saat itu Upi menikmati wisata berkuda keliling
dengan tarip Rp 15.000/trip. Kawasan ini
pun banyak dikunjungi kaula muda mudi yang datang sambil bersuka ria dengan
family di kerindangan alam Pinus.
Dari lokasi ini kita dapat menikmati beberapa objek wisata Malino lainnya
seperti Menikmati Air terjun Takapala
yang cukup tinggi dengan menuruni anak tangga sebanyak 1000 buah, menikmati
perkebunan Teh sisa jaman Jepang saat menduduki Indonesia tahun 1943, dan
menikmati perkebunan Straberry yang diusahan masyarakat dengan
memetik/memakan secara langsung dari pohon dengan
harga Rp 25.000/kg semua lokasi ini berjarak 9 km dari Hutan Pinus tadi. Jika anda berkesempatan mengunjungi Malino saya sarankan untuk menyempatkan
menyinggahi Pasar Tradisonal Malino di jamin tidak bakal nyesal disamping
kwalitas hasil hortikultural seperti Buah Mangga, Markisa,
Pisang, Strawberry, Adpokat, dan
berbagai sayuran daerah dingin Kool, Sawi, Kontang, Wortel, Lombok dll yang masih segar juga harganya sangat meringankan kocek dan penjajaan penganan oleh-oleh olahan masyarakat seperti
Dodol, Manisan, keripik, tenteng kacang dll yang lezat serta jangan lupa membeli seikat bunga
Addelweis yang dipetik dari puncak G
Bawakaraeng untuk dipajang di rumah semoga memberi hokky yang baik sebagaimana anggapan masyarakat di sana, biasanya setiap pengunjung yang memasuki pasar ini pasti membawa bungkusan kedalam mobilnya saat keluar
dari Pasar.
Ketika mobil
melewati arah pulang dengan jalan sedikit menurun kemudian
membelok ke kanan disini terlihat berbaris indah gardu penjaja tanaman hias di
sepanjang jalan dan Rumah sewa dan Villa sewaan yang dibuat masyarakat buat
pengunjung yang ingin menginap dengan suasana yang asri. Tak lama kamipun sampai di arena
Pasanggraham peninggalan Belanda yang
sejuk yang ditumbuhi bunga dan Pinus, kemudian kami berbelok ke kiri menuruni
bukit dan didinding ujung tertuliskan “ PASANGGRAHAM MALINO “ bagi kami sebagai pertanda Good by Malino
See Again Next Time.
Indah
Perbukitan dengan kesejukan dan Hijaunya,
Berlibur
baik bila dapat menyegarkan hidup dan
melupakan Derita.
Entah kapan lagi balik kosana .... suasananya Enjoy banget
BalasHapusDaerahnya dingin pas untuk beristirahat sokoluarga
BalasHapus