Jika sempat berkunjung kesuatu perkampungan
ditengah hutan tropis di desa Distrik Kaibar, Kabupaten Mappi Prov. Papua
mungkin anda akan heran atau setidaknya akan bertanya dalam hati jika melihat
sebuah rumah berada diatas pohon dengan ketinggian dapat mencapai 70 meter,
dengan pertanyaan Apakah ini Rumah Manusia ? tapi kok tinggi diatas angkasa
sana pada hal disini banyak tanah kosong dipenuhi semak ! atau Apakah ini rumah
Hewan (Monyet kali) ? tapi kok bila
melihat struktur rumah ini sangat rapi, tidak mungkin buah karya hewan !.
Terlepas dari semua tanda Tanya di
onak serta berbagai kebingungan anda di atas, yang jelas itu adalah kawasan pemukiman
suku KOROWAI suku yang berada di kawasan selatan Papua dan
berabtasan dengan PNG, dengan komunitas penghuni rumah yang di bangun di atas
pohon dan bagi mereka ini merupakan suatu tradisi turun temurun sejak moyang
dengan berbagai kearifan lokal yang berhubungan dengan Dunia Gaib keyakinan
mereka. Melihat sisi lain dari ke
unikan rumah tersebut yang dapat dinaiki dengan memanjat atau menapaki tangga
sederhana yang ditempel pada pohon tersebut atau seutas tali, rumah tersebut
dapat menghindarkan penghuninya dari serangan musuh, rumah tersebut tentunya
terbebas dari Nyamuk karena berada
diketinggian yang berangin serta dari binatang buas yang mengincar di tanah
yang umumnya berawa.
Secara sederhana Arsitek bangunan
Rumah di atas pohon ini mirip Gubuk yang di Pindahkan keatas Pohon, Jadi biasanya rumah pohon tersebut terdiri
dari dua pohon besar yang tinggi dan
berdekatan sehingga mudah merangkai kayu untuk membentuk satu kubus Rumah
kemudian mendidindingnya dengan Kayu, dedaunan, menyusun lantai rumaha dengan
kayu sehingga leluasa tempat berkumpul, tidur dan masak keluarga serta
mengatapinya dengan tumbuhan seperti daun kelapa, sagu atau rerumputan
lainnya. Untuk menaikinya dari bawah
dibuat tetakan pada kayu atau menempelkan kayu panjang menjadi tangga hingga ke
atas tempat rumah serta diulur tali dari akar sebagai pegangan atau pijakan,
ini kalau rumah tradisonal yang ekstrim dan terletak di tengah hutan rawa
Papua. Buat perkampungan sederhana Suku
Korowai dapat membuat rumah tinggi disebuah perkampungan yang telah dibersihkan
dengan penataan rumah sebagai mana perumahan kita dengan jarak yang teratur,
namun rumah di bagun di atas tiang biasanya terbuat dari pohon yang besar dan
lurus bisa satu sampai empat pohon dengan ketinggian 6 – 20 meter yang ditanam
di tanah, lalu diatasnya dibuatlah rumah dgn ukuran 2 x 4 meter serta tangga
dari kayu sesuai ketinggian rumah.
Suku Korowai disebut juga suku
Kolufu dengan bahasanya Awyu-Dumut salah satu rumpun Trans-Nugini, merupakan salah satu suku Kanibal yang
tersisa di daratan Papua tenggara dan merupakan satu-satunya suku Papua yang tidak
menggunakan Koteka melainkan
rumput-rumputan, yang menghuni kawasan hutan berawa dengan keluasan 700 km
persegi diantara dua sungai besar. Pertama
kali ditemukan oleh misionaris
Kristen asal Belanda tahun 1940, Populasinya
saat itu diperkirakan 7.500 jiwa.
Keberadaan Rumah adat Suku Korowai atau Rumah pohon terancaman punah
sejak pemerintah mengajak mereka untuk mengikuti program Resettlement atau pemukiman
baru seperti di kawasan Yaniruma tepi sunai Becking, Basman, Mabul tepi sungai
Eilarden dll sekitar tahun 1980 meski awalnya mereka Akan kembali tapi lama
kelamaan mereka dapat beradaptasi dengan kehidupan baru sehingga ada yang
bertahan. Sehingga sebagian tokoh Papua
dan para Ahli menyayangkan jika tradisi Rumah Pohon ini sampai punah total
mengingat bahwa Rumah Pohon mempunyai ikatan moral dan megis dengan kehidupan
mereka untuk itu perle satu pemikiran menciptakan bentuk pemukiman yang dapat mengaplikasi
nilai leluhur tersebut.
Bagi Suku Korowai memakan daging
makan daging sesame manusia bukanlah hal yang asing bagi mereka setidaknya itu
dahulu kala sebelum mereka berbaur dengan kehidupan modern, namun dari beberapa
tokoh adat Korowai memakan manusia bukanlah sembarangan tetapi merupakan satu
kearifan local tersendiri dalam arti penegakan norma lahir dan bathin yang
mereka panut, seperti mereka akan memakan Daging warga atau orang yang
merupakan musuh yang mengganggu ketertipan hidup, Pembunuh keji, Pelaku
kejahatan yang keras dan ahli sihir yang disebut khuakhua dengan keyakinan bahwa memakan daging mereka akan akan
membunuh roh Jahat sehingga tidak berkembang di daerah mereka dan mereka akan
kebal dari ilmu hitam/sihir tersebut. Disamping itu makanan utama keseharian mereka
adalah berbagai hasil buruan seperti Babi, Rusa, Ikan, Buaya, Monyet, Sagu,
Pisang, Ubi-ubian dan lain-lain baik yang dihasilkan dari berburu atau yang di
pelihara.
By Bakri Supian
Burung Cenderawasih burung Kasuari tinggi
melintasi Langit,
Bumi bukan untuk dikuras namun
diberdayakan biar hidup lebih nikmat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar