Sejak Timor Leste memisahkan diri dari Republik Indonesia 20 mei 2002
melalui Referendum yang dilaksanakan PBB, berbagai problem yang timbul
disepanjang perbatasan kedua Negara belum terselesaikan secara tuntas
hingga kini, yang berujung ketidak pastian hukum bagi warga yang
berada ditapal bartas tersebut dan status dinamika yang tidak jelas
diperbatasan. Seperti status warga Negara
bagi masyarakat yang berada ditengah perbatasan atau Zona bebas, Kepemilikan
lahan yang terbelah oleh garis perbatasan, status hukum adat yang berada di
daerah tersebut, serta aturan kehidupan masyarakat yang masih berkeluarga diperbatasan serta banyak persoalan lain.
Kasus yang cukup mencengangkan kita di oktober 2013 manakala sebanyak 26 KKwarga yang
menetap disekitar Zona netral perbatasan
menetapkan pilihan menjadi warga Timor leste (RDTL) sebanyak terlebih bila ditilik lebih seksama bahwa mereka ini menetap sedikit lebih
masuk ke wilayah Desa Naktuka Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang Nusa
Tenggara Timur (NTT) yang otomatis mereka warga Kupang.
Pertanyaan mengapa saudara kita masih ada yang memilih menjadi warga
Timor Leste pada hal bila dilihat kekerabatannya masih dekat dengan warga
Indonesia, Apa hanya karena mereka
menghuni Zona Netral sehingga bebas untuk memilih mau jadi warga Negara mana
?. Bupati Kupang AYUB TITU EKI “ Mereka
itu asal usulnya adalah orang kita yang sebagian dari Kabupaten Kupang dan
Sebagian lagi dari Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), namun karena selama ini
mereka tinggal di zona bebas sehingga belum bisa menentukan Negara mana yang
akan mereka pilih “.
Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran bagi Pemerintah Indonesia dalam
pembinaan teritorialnya khususnya di daerah perbatasan yang umumnya masih jauh
dari semestinya sehingga banyak pembangunan di daerah ini tidak terlaksana sebagaimana di daerah
perkotaan dan ini tentunya akan berdampak pada rendahnya kwalitas pendukung
pembangunan, perekonomian, kesejahteraan
dan Nasionalisme bangsa dan lebih berdampak positipnya bagi mereka pembangunan
Negara tetangga yang tentunya akan lebih menggoda, seperti yang di ungkapkan Bapak Ayub TE
bahwa penyebab utama mereka memilih
menjadi warga Timor Leste diduga kuat karena akses transportasi ke wilayah
Timor Leste jauh lebih maju. Selain itu, lambatnya penyelesaian sengketa batas
wilayah antara kedua negara.
Pembangunan Kawasan Perbatasan harus benar-benar digalakkan agar warga
didaerah tersebut akan merasa bangga sebagai bangsa Indonesia sebagaimana warga
lainnya, sebagaimana pasca jajak pendapat dahulu banyak warga loyalis Indonesia
yang rela meninggal kampung halamannya untuk jadi warga Indonesia karna mereka
yakin jadi bangsa Indonesia akan lebih menjanjikan kehidupan yang sesuai dengan
hati nurani yang bermartabat. Semua ini
tentunya tidak akan sulit kalau saja setiap Pemda di daerah perbatasan
benar-benar memperhatikan kepentingan mereka dan pembangunan disana.
Di daerah Perbatasan lain di Indonesia hal seperti ini sudah pernah terjadi
bahkan beberapa daerah terpencil di Perbatasan seperti di Papua, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara, sering
berdemontrasi atau menyatakan pendapat secara terang-terangan bahwa mereka akan
mengibarkan bendera Negara tetangga mereka kalau pemerintah tidak melaksanakan
pembangunan sebagai mana mestinya di daerah mereka atau mereka mengatakan akan
menjadi warga Negara tetangga bila Pemeruntah tidak melaksnakan Pembangunan Peningkatan
Kesejahteraan hidup mereka agar layak sebagai mana warga tetanga mereka.
Meski Hujan Batu tetap Cinta Negeri Sendiri,
Kalau Warga jadi Warga negara tetangga saat introspeksi diri.