Rabu, 20 Juli 2011

JUNG JAWA PENGUASA PELAYARAN NUSANTARA


JUNG JAWA  PENGUASA PELAYARAN NUSANTARA



       “ Nenek moyangku orang Pelauk gemar melaut  luar biasa “  Lagu ini sangat tepat menggambarkan semangat bahari Bangsa Indonesia sebuah bangsa yang memiliki  wilayah dengan luas lautan 70 %,  secara alami tentunya akan mempengaruhi sikap dan budaya bangsa.           
      Sejak lama Nenek moyang bangsa Indonesia yang menghuni bumi nusantara yang terpampang sepanjang Garis Khatulistiwa terkenal sebagai pelaut dengan cadik kecil berani mengarungi samudra luas seperti kisah La Kumbala dengan sampan kecilnya berlayar sampai ke sailan.  Dari Nusantara tercatat beberapa jenis perahu yang cukup terkenal bahkan sampai kealur pelayaran Internasional seperti Jung Borobudur, Jung Jawa, Jung Nusantara dan Phinisi dan mereka dijaman dulu  sangat berjasa dalam stabilitas perdagangan dan perjuangan kemerdekaan RI.
       "Orang Jawa sangat berpengalaman dalam seni navigasi. Mereka dianggap sebagai perintis seni paling kuno ini. Walaupun banyak yang menunjukkan bahwa orang Tionghoa lebih berhak atas penghargaan ini, dan menegaskan bahwa seni ini diteruskan dari mereka kepada orang Jawa."
Para penjelajah laut dari Nusantara diperkirakan sudah menjejakkan kaki mereka di Benua Afrika melalui Madagaskar sejak masa-masa awal tarikh Masehi, Jauh lebih awal daripada bangsa Eropa mengenal Afrika.
Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit 1645,  pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar, Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan  berkulit cokelat seperti orang Jawa. “Mereka mengaku keturunan Jawa,”  
      Antara abad ke-5 dan ke-7, kapal-kapal Jung Barobudur mendominasi pelayaran dagang di Nusantara hingga ke beberapa negara asia. Kronik China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa Indonesia.  
      Pada  abad ke 16 Para penjelajah laut dan pengelana samudra telah memiliki apa yang disebut   jaringan hubungan masyarakat bahari di Tanah Air.  Dari Arsip-arsip Daghregister,  Pada masa itu telah ada Syahbandar sebuah jabatan penting di pelabuhan untuk mengurusi berbagai masalah perdagangan dan pelayarana. Syahbandar ini diangkat langsung oleh raja dari orang yang memiliki pengalaman berdagang   dan  umumnya dari kalangan  orang kaya serta memahami banyak bahasa asing.  Tugas syahbandar ialah menyelesaikan segala permasaalahan yang terjadi di pelabuhan. Selain Daghregister, kita dapat memakai Undang-Undang Laut dan  ilmu mengenai metereologi dan navigasi namun teknik perkapalan zaman dulu hampir tidak ditemukan karena pembuatan kapal dan kepelautan pada masa itu erat kaitannya dengan kepercayaan setempat.  



       Perahu bercadik yang terpahat di Borobudur disebut Jung  Borobudur, merupakan petunjuk bahwa kapal-kapal dan pelayaran telah  memainkan peran besar dalam segenap urusan di Laut dalam berbagai kepentingan selama  berabad-abad  sekitar abad 6 dan 9.  Maka tidak mengherankan tatkala pelaut Portugis  mencapai   perairan Asia Tenggara pada awal tahun 1500-an mereka telah menemukan  wilayah  ini  didominasi kapal-kapal dagang milik orang Jawa yang disebut dengan  "Jung Borobudur dan Jawa". Pada saat itu jung-jung  menguasai jalur rempah yang  sangat  penting, yang terbentang antara Malaka, Jawa   dan Maluku. 
       Istilah "Jung"  pertama kali digunakan dalam catatan perjalanan Rahib  Odorico, John de Marignolli, dan Ibnu Battuta pada abad ke-14. Sebagian  pendapat  menyatakan bahwa istilah "jung" berasal dari kata chuan (bahasa Cina) yang  berarti perahu. Hanya saja, perubahan pengucapan dari chuan menjadi jung  nampaknya terlalu jauh. Yang lebih mendekati adalah kata jong (bahasa Jawa) yang  berarti kapal.   Manguin bersikeras mengartikan jong sebagai kapal sebagaimana  ditemukan  dalam sejumlah prasasti Jawa kuno abad ke-9. Makna itu kemudian masuk ke  dalam  bahasa Melayu menjelang abad ke-15, sehingga dalam Undang-undang Laut Melayu  (The Malaya Maritime Code) yang disusun pada akhir abad ke-15 juga menggunakan  kata  jung untuk menyebut kapal pengangkut barang dan Jung China yang banyak melayani angkutan sungai atau pantai.
       Kapal/Jung Borobudur telah memainkan peran utama dalam hal pelayaran, selama ratusan tahun hingga sebelum abad ke-10 sebuah kapal dengan ciri khas bercadik, tiang layar dua, body kapal tidak menggunakan Paku dan bobot sekitar 40-150 ton.  Setelah itu   peran Jung  Borobudur tergeserkan oleh  Jung besar Jawa yang bercirikan  tiga atau empat layar. Pelaut Portugis menyebutnya juncos dan pelaut Italia  menyebutnya zonchi.  
      Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus membuat sejarah pelayaran mereka yang fenomenal, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola dunia.  Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran namun hingga abad VII peran kapal China dalam pelayaran laut lepas masih kecil.  Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
       Tentang lokasi pembuatan Jung Jawa pada abad ke 11 - 14, didapatkan bahwa Jung Jawa awalnya banyak dibuat di Pegu kemudian keberbagai daerah lain seperti di Rembang.  Bangsa yang berdagang di Malaka banyak yang  memesan kapal-kapal mereka dari Pegu,  yang terkenal dengan  tukang-tukangnya yang sangat terampil dan banyaknya kayu jati Burma dan Siam yang diakui sebagai  bahan pembuat kapal yang     paling baik didapatkan di sana.   Sehingga galangan kapal di Martaban, bandar  utama Pegu  tempat   banyak memasok jung bagi  para  saudagar Malaka,  Jawa, Sumatra dan  Luzon  bahkan beberapa Saudagar China Selatan juga membeli Kapal dari Pegu di Malaka.
       Selain Pegu daerah Jawa dan Kalimantan juga dapat memproduksi Jung sebagaimana tercatat bahwa tahun 1590 an JUNG BANTEN (Jung Nusantara) yang terbesar dibuat di Kalimantan, sedang di Jawa terkenal Rembang, Juwana, Lasem, Jepara dan daerah pantai utara jawa sebagai sentra pembuatan Jung  disamping daerah ini memiliki ahli pembuat jung daerah ini khususnya Rembang kaya hutan penghasil Kayu Jati. Tanah Beru Sulawesi Selatan juga tercatat sebagai tempat pembuatan Jung Nusantara Jenis Pinisi pada saat tersebut.

       Tomé Pires dalam catatannya memberikan gambaran keadaan pelabuhan Nusantara (Cortesao, 1967: 170-173). Bantam merupakan pelabuhan besar terletak di tepi sungai, dari pelabuhan ini perdagangan berlangsung hingga Sumatra dan Kepulauan Maladewa. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain beras dan lada.  Pomdam  merupakan pelabuhan yang baik berada pada muara sungai, kapal besar (junk) dapat berlabuh di sini. Barang dagangan berupa bahan makanan terutama beras dan lada. Cheguide merupakan pelabuhan bagus yang bisa didarati kapal besar. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang ke Jawa dari Pariaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dan tempat-tempat lain.  Barang-barang dagangan berupa beras, buah-buahan, lada, dan bahan makanan.  Tamgaram juga merupakan pelabuhan dan kota dagang yang bagus. Barang dagangan sebagaimana pelabuhan yang lain.  Calapa merupakan bandar yang paling bagus. Pelabuhan ini sangat penting dan terbagus di antara yang lain. Jalinan perdagangannya sangat luas yaitu hingga Sumatra, Palembang, Laue, Tamjompura, Malaca, Makasar, Jawa dan Madura serta beberapa tempat lain. Chemano merupakan pelabuhan yang cukup ramai meskipun kapal besar tidak dapat berlabuh di sini. Di kota ini sudah banyak warga muslim. Perdagangan yang dijalin dengan Chemano hingga seluruh Jawa. 

      Konstruksi perahu bercadik atau Jung Borobudur, Kiri kanan kapal dipasang cadik sebagai penyeimbang kapal, memiliki dua tiang layar dan layar berbentuk segi empat.   Lambung perahu dibentuk dengan menyambungkan papan-papan pada lunas kapal, dengan pasak kayu tanpa menggunakan kerangka, baut, atau paku besi. Ujung haluan dan buritan kapal berbentuk lancip, dilengkapi dengan dua batang kemudi menyerupai dayung. Kapal Borobudur jelas berbeda dengan kapal Tiongkok yang lambungnya dikencangkan dengan bilah-bilah kayu dan paku besi. Selain itu kapal Tiongkok memiliki kemudi tunggal yang dipasang pada palang rusuk buritan.
       Jung Jawa  karena perkembangnya menjadi sebuah armada kapal niaga dan perang maka konstruksi mengalami perubahan dengan dinding kapal yang lebih tebal menggunakan 4-6 lapis papan sehingga mampu menahan tembakan meriam kapal Portugis, mempunyai ukuran tonase yang lebih besar 100-600 ton bahkan sampai 800 ton, Kapal ini memiliki empat tiang layar.
       Perkembangan selanjutnya adalah Jung Nusantara mempunyai tiang layar 2-4 tiang, ukuran kapal lebih besar dengan rata-rata 600 ton dapat mencapai 1000 ton seperti milik kerajaan Demak tahun 1513 dan periode ini Jung memiliki keragaman yang banyak karena setiap daerah di Nusantara mempunyai ciri tersendiri
       Jenis Jung Nusantara seperti kapal Kora-kora, Pinisi dan lain-lain. Kapal Kora-kora berkembang di kawasan Filipina, Maluku dan Indonesia bagian timur. Kapal kora-kora ini digunakan untuk perang pada abad 16, satu armada perang terdapat 200-300 pendayung yang sekaligus juga prajurit yang bersenjata panah, sumpit, pedang dan tombak. Armada kora-kora di Maluku dimanfaatkan VOC untuk melakukan Pelayaran Hongi. Selain kora-kora ada pula Kapal Pinisi yang berlayar di seluruh lautan Nusantara, bahkan hingga ke Singapura. Sejak Jung Jawa menghilang, maka Pinisi segera menggantiknnya sebagai kapal laut. Kapal ini biasanya bertiang  dua dengan berat antar 600 ton. Kapal ini berasal dari Sulawesi selatan.


       Jung memegang peranan penting dalam perdagangan Asia Tenggara pada masa lampau, Ia menyatukan jalur perdagangan Asia Tengara yang meliputi Campa (ujung selatan Vietnam) , Ayutthaya (Thailand), Jawa, Aceh, Malaka  dan  Makassar.
       Hanya saja, keadaan itu berbanding terbalik menjelang akhir abad ke-17, Keberadaan Jung Jawa mulai menurun dominasinya di seluruh perairan Nusantara, beberapa hal yang menyebabkannya adalah :
     1. Banyaknya peperangan di Tanah jawa sehingga perhatian akan kemaritiman
         berkurang.
     2. Karena Peperangan tersebut Aktipitas pengangkutan . 
         barang pertanian dan transportasi semakin berkurang atau   terbatas.
     3. Berdirinya Kantor VOC di Batavia dengan armadanya yang besar 
        mematikan daya saing Jung.
    4. Sikap  Refresip Sultan Agung dari Mataram terhadap daerah  
        pantai membatasi perkembangan Jung.
    5. Pengganti Sultan Agung berikutnya yang membuat Mataram anti 
        Perdagangan.
    6.  Monopoli yang diterapkan Belanda atas Perdagangan dan pelayaran.
    7.  Keberadaan Galangan Kapal yang semakin berkurang.
    8.  Kekuatan Ekspansi Militer dan Perniagaan VOC yang semakin kuat.
    9.  Kapal VOC menggunakan tehnologi Kapal Uap.

Indah Bahari karena Bahtera,
Lebih elok dihiasi Jung Nusantara



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...