NusanTaRa.Com

Tewasnya Santoso gembong teroris Mujahidin Indonesia
Timur (MIT) tertembak Satgas Operasi Tinombala di Poso Sulawesi Tengah Senin 18 Juli 2016, merupakan satu berita positip bagi kemajuan keamanan di
daerah Poso yang menjadi basis Gerilyawan MIT serta bagi militer yang bertugas
disana selama ini untuk menciptakan keamanan di kawasan tersebut. Santoso alias Abu Wardah salah satu kelompok militan Islam yang selama
ini dicari-cari pihak keamanan, karena
aksi terornya yang sering membahayakan
keamanan di daerah Poso dan Indonesia dengan
menimbulkan kerusuhan berupa pembunuhan dan pengeboman yang menimbulkan korban
nyawa.
Informasi soal baku tembak aparat
dengan terduga kelompok teroris Santoso di Tambarana, Poso Pesisir Utara,
Sulteng, Senin petang telah mengabarkan pimpinan kelompok tersebut tewas
tertembak mati bersama anak buahnya Mukhtar serta 7 anak buahnya yang lain. Meski belum bisa dipastikan, dugaan Santoso
telah tewas menguat setelah hasil autopsi serta beberapa ciri fisik yang
diketahui dari jenazah memiliki kesamaan dengan Santoso, kedua jenazah tersebutpun telah diambil
keluarga masing-masing dari RS Bhayangkara Poso untuk dikebumikan dikampung
masing-masing. “ Sudah, tadi pagi. Mereka dating bersamaan di RSU Bhayangkara
untuk mengambil jenazah itu “, Ujar Kabid Humas Polda Sulteng (Sabtu,23/7/2016).
Pasca kesuksesan Tim Gabungan Polri
dan TNI dalam operasi satgas Tinombala yang menewaskan Santoso alias Abu Wardah
pentolan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dalam satu pertempuran, tidak bermakna
bahwa misi satgas Tinombala rampung mengingat tersisanya 19 orang kelompok Santoso ketika terjadi pertempuran masih hidup
berkeliaran sembunyi di sekitar hutan tersebut, yang bisa
membangun kelompok laten tersebut bangkit kembali. Diantara 19 orang yang tersisa tersebut
terdapat kaki tangan Santoso yang cukup kuat untuk membangun kembali jaringan
Pejuang Militan tersebut seperti Basri, Ali Kalora, Nurmi Usman alias Oma (Istri
Basri) dan Jumiatun Muslim alias Atun alias Umi Delima (Istri Santoso), namun
Umi Delima menyerahkan diri kepada aparat keamanan Tim Alfa 17 Yonif 303
Kostrad di sekitar DesaTamajenka, Kec. Poso pesisir pada sabtu 23/7/2016
diperkirakan karena selama dalam pengepungan pasukan keamanan mengalami
kesulitan makanan dalam hutan.
Santoso menjadi pria yang paling
diburu sejak 2007, masuk dalam daftar
teroris yang paling dicari Amerik Serikat (AS) dan terlibat dalam kasus
pembunuhan terhadap sejumlah Polisi yang dikuburkan dalam satu lubang di Poso. Santoso merupakan pimpinan Mujahidin Indonesia
Timur (MIT) yang dibaiat secara langsung oleh Abu Bakar Baasyir sebagaimana
Jemaah Anshorut Tauhid (JAT) dan telah satu decade berhadapan melawan TNI. Ketika Noordin M Top tertangkap dalam kasus
Peledakan Bom Marriott II tahun 2009, membuat Jemaah Islamiyah dan JAT Lumpuh
tersebar dalam kelompok kecil, hingga
mereka melakukan jenayah yang bertujuan untuk menguatkan dana operasi dalam
pelatihan calon anggota baru dengan tempat yang dipilih POSO.
Keberhasilan Tim satgas operasional Tinombala tetap akan
dilanjutkan meski mereka telah berhasil melumpuhkan tokoh utamanya, sehingga pembersihan ini benar-benar tuntas
hingga keakar-akarnya mengingat ada beberapa tokoh teroris yang tersisah
memiliki kepemimpinan yang kuat dan mampu membangkitkan kembali perlawanan.
Tito menyatakan tidak akan
menarik pasukannya dari Poso, Menurutnya, operasi Tinombala bakal diperpanjang
guna melumpuhkan sisa anggota MIT sebagaimana ujar Pak Tito Karnavian, " Tapi masih ada beberapa orang yang kita
tahu mereka memiliki kemampuan dan militansinya tinggi," kemudian
lanjutnya " Kalau kita cabut
sekarang ini, kami yang tahu persis bagaimana ancaman di sana. Kalau sekarang
ini bisa muncul kembali, rebound, regrouping, konsolidasi kembali," Ujar sidin Tito Karnavian Kapulri.
Operasi pencarian Santoso
besar-besaran dimulai Januari 2015. Saat
itu, operasi penangkapan Santoso dan anak buahnya diberi sandi
Camar Maleo I. Ribuan personel gabungan dari Polri dan TNI dikerahkan
untuk memburu bos kelompok Mujahidin Indonesia Timur itu. Selama Operasi Camar Maleo I, II, III dan
IV digelar dari Januari 2015 sampai Januari 2016, kepolisian telah menangkap 24
orang teroris, tujuh orang dalam keadaan tewas dan 17 lainnya sedang dalam
proses hukum. Seorang mantan Militan Poso yang berkiprah di Sabah Androng Guru Marajae Kadir Janggo kerabat
dekat Santoso saat awal berjuang dulu, dalam satu rilisnya mengatakan bahwa “ Santoso seorang pejuang yang kuat dan tegas
menjadi panutan anggotanya sehingga tewasnya beliau dalam pengepungan tersebut
akan sangat melemahkan gerakan Poso dan saya yakin penggantinya akan muncul dan
menguatkan kembali “. Kapolri juga menghimbau agar anggota
kelompok Santoso segera turun gunung agar mereka segera menyerahkan diri agar
kita semua dapat hidup nyaman dan tentram.
" Kita lanjutkan (Operasi Tinombala) baik dengan cara penggunaan
operasi secara keras dan persuasif. Tolong disampaikan saya pribadi imbau
kepada saudara-saudara kita yang ada di atas agar lebih baik turun
gunung," Ujar sidin Tito di Palu, Rabu (20/7).
Poso menjadi tempat ideal perlawanan karena
bekas daerah konflik. Latar belakang itulah yang membuat sebagian warga yang
trauma 'welcome'. Tito mengatakan, ada
dua syarat sebuah daerah bisa dijadikan qoidah aminah. “ Salah satunya yaitu adanya dukungan masyarakat
setempat, Yang kedua daerah ini dianggap
ideal untuk perang gerilya karena tempatnya hutan dan gunung dan Yang ketiga
karena tempatnya jauh dari ibu kota Jakarta ", Ujar sidin Tito
Karnavian. " Selain itu, jauh dari
pemerintah pusat, terpencil, sehingga dianggap jauh dari radar. Dari tahun 2000 pascakonflik sudah jadi
qoidah aminah tempat ideal, base pertama. Jadi jaringan dari Jawa, Sulawesi, Sumatera,
kumpulnya di sini," Lanjut Tito Karnavian.
byBambangBiunG
Danau Poso indah kala berair,
Santoso teroris Poso gugur ditangan satgas militer.