Jakarta
memiliki keragaman budaya yang banyak dipengaruhi oleh budaya asing yang
membentuk budaya Betawi diantaranya Musik Tanjidor. Sejarah musik ini banyak persi
namun umumnya mengakui bahwa merupakan pengaruh Portugis dan musik lahir dari
kaum budak, diantaranya Dr. F De Haan mengatakan bahwa musik ini lahir dari
kalangan Budak kompeni ditahun 1689 untuk menghibur tuan-tuannya dan saat berhibur dan menjadi satu kumpulan musik formal yang
khusus sejak abad ke 19 ketika budak-budak dibebaskan dan mereka membentuk
kumpulan music, sekilas menurut saya lebih mirip marching band mini dengan
personal yang sangat sedikit dengan alat musik khasnya berupa alat tiup serupa sexapon kepala besar dan melingkar ditubuh.
Kesenian
tanjidor merupakan akulturasi budaya lokal dengan budaya Portugis. Alunan musik
tanjidor merupakan gabungan dari alat musik sesuai asal kata Tanger yang berarti
alat musik yang didominasi alat usik
tiup seperti trombon, Clarinet, piston, seksafon tenor, seksafon
bass, membranofon, tambur Turki, symbol, tenor, bas, serta tetabuhan. Musik ini dimainkan 7 – 10 orang
pemusik yang dimainkan saat Pesta perkawinan, pawai-pawai, peresmian, hari-hari
besar dan lain-lain.
Harmonisasi musiknya
yang gemuruh dan dinamis sehingga kelompok music ini tampak berupa korps musik,
Orkes atau asembley tergantung situasi dan komposisi alat musiknya, mengiringi
Lagu-lagu yang umumnya berirama Ceria Jenaka dan Mars seperti Spot Kramton,
Bananas, Cente Manis, Kramat Karem, Merpati Putih, Jali-Jali, Kicir-Kicir,
Surilang dan Sang Kodok merupakan lagu
yang khas dan melekat sebagai lagu
Tanjidor.
Musik
Tanjidor yang terkenal sebagai musik Betawi juga berkembang di Pontianak sebagai
musik Tanjidor Melayu di wilayah pesisir Kalimantan Barat yang
biasa digunakan untuk mengawal pesta perkawinan yang memiliki sejarah perkembangan
yang mirip dan masih bertahan hingga kini.
Harus diakui bahwa perkembang musik Tanjidor di Indonesia sangat
menyedihkan sehingga tak mengherankan bila kita hanya menemukan bahwa para
pemainnya banyak di isi kalangan orang setengah umur bahkan di Kalimantan Selatan
dan Sumatra Selatan yang dikabarkan pernah memiliki masa kejayaan Tanjidor sekarang telah sirna.
Meski kesenian tanjidor makin
jarang dimainkan, regenerasi pemain mulai berjalan sangat lamban mungkin salah
satu sebabnya karena alat musiknya banyak yang tidak popular namun Di kawasan
Cijantung, Jakarta Timur, sejumlah pemuda mulai mempelajarinya dan bergabung
dalam kelompok tanjidor Putra Mayang Sari yang kini rutin tampil di berbagai
acara di Ibu Kota. Semula tanjidor dimainkan dalam perhelatan keagamaan atau
pernikahan, tapi telah mulai bergeser menjadi musik hiburan rakyat yang kreatip.
By Bakri Supian
Kembung pipi Si AtukGajaH meniup sexaphon,
Tanjidor Betawi menegakkan budaya
menyajikan Hiburan.