NusaNTaRa.Com
byPunGKadA, M i n g g u, 2 0 J u l i 2 0 2 5
![]() |
Illustrasi. Arung Palakka raja Bone |
Arung Palakka dan keluarganya sebagai daerah taklukan dipekerjakan sebagai pelayan di Istana Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Kerajaan Gowa. Sementara rakyat Bone dari kalangan rendahan dipaksa menjadi kuli - kuli dalam Proyek di Gowa. Pada masa ini, Arung Palakka sangat marah jiwanya sebab statusnya sebagai orang dari nengeri jajahan. Arung Plakka kerap kali membawakan tombak pembesar Gowa ketika sedang melakukan perjalanan atau ketika Berburu. Karaeng Pattingalloang mengangkat Arung Palakka sebagai pondamping serta mengajarkan pengetahuan adat istiadat Istana Gowa.
Setelah kematiang Karaeng Pattingalloang, jabatan Tumabbicara Butta (Mangkubhumi0 diemban oleh saudaranya, Karaeng Karunrung. Dialah yang mengeluarkan permintaan kepada Raja Gowa agar memerintahkan To Bala sebagai Jennang (perwakilan) mengerahkan 10.000 orang Bugis, terdiri orang Bone dan Soppeng untuk melakukan kerja paksa Benteng. Selain itu, mereka juga menggali parit di sepanjang Benteng paling selatan Barombonh hingga ke Benteng paling Utara Ujung Tana.
Hal ini merupakan pelecehan Siri yang berlipat ganda karena tuannya harus melakukan pekerjaan kasar yang tidak setara dengan apa yang mereka lakukan. Membengkakkan perasaan Pesse di antar pekerja Bugis, membuat mereka menyambut gembira kehadiran para pemimpin ini di tengah mereka dan mengubah situasi sulit menjadi kemarahan tak tertahankan. Diantara orang Bugis yang melakukan pekerjaan ini, salah satunya adalah Arung Palakka, dia menyaksikan kekejaman penjaga atau mandoro terhadap rakyatnya.
Hingga pada suatu ketika seorang pekerja mencoba melarikan diri namun tertangkap dan dipukuli di depan Arung Palakka. Kejadian ini merupakan titi balik, Arung Palakka kemudian merencanakan polarian dan perlawanan ke Tanah Bugis.
Hari pelarian pun ditetapkan, yaitu pada pesta Tahunan Kerajaan yang dilakukan kerajaan sekali dalam setahun dan berlokasi di Tallo. Lokasinya berpusat di arena perburuan Rusa (Ongko Jonga) milik Karaeng Gowa. Kebanyakan rakyat dan penjaga pergi ke Tallo untuk berpesta. Dengan tanda yang telah ditetapkan oleh Arung Palakka, orang - orang bugispun berhasil mengatasi beberapa penjaga yang tersisa dan melarikan diri dengan aman ke Tanah Bugis.
Arung Palakka bersam To Bala dan pemimpin Bugis lainnya mengadakan pertemuan di Mampu, membahas kemungkinan persekutuan antara Bone dan Soppeng. Setelah kedua kerajaan telah bersepakat pada tahun 1660 M untuk bersekutu yang dikenal dengan Pincara Lopie ri Attapang (Perjanjian Rakit di Attapang). Bone dan Soppeng ingin menegakkan kembali persekutuan Tellumpocco'e yang sudah mereka sepakati di Timurung, dengan mengajak Wajo sebagai salah satu anggota persekutuan, tetapi Wajo menolak ajakan tersebut.
Walaupun tanpa Wajo, persekutuan ini tetap berlangsung dan bertekad melawan kedikdayaan Gowa. Pasukan Bone dan Soppeng di bawah pimpinan Arung Palakka bertempur dengan Gagah Berani melawan pasukan Gowa di bawah pimpinan Karaeng Sumanna . Gowa berhasil mengalahkan pasukan Bone dan Soppeng dan sisa - sisa pasukan Bone dan Soppeng mundur ke daerah Cempalagi.
Arung Palakka melihat bahwasanya tidak ada tempat baginya di negeri Bugis. Selain itu, Bone dan Soppeng telah dikalahkan sehingga tidak mampu lagi melanjtkan peperangan. Arung Palakka ingin mencari sekutu yang kuat untuk memperbaiki keadaan Bone dan Soppeng. Bersama pemimpin lainnya, mereka sopakat untuk berlayar ke arah timur di Tanah Wolio, negeri Buton. Harapannya semga saja ia dapat menemukan kawan yang mau bersama - sama berperang melawan Gowa.
Sebelum berlayar ko Timur, Arung Palakka bersumpah di Gunung Campalagi, bahwa ia tidak akan memotong Rambutnya kecuali kalau ia telah menegakkan kembali kehormatan Bone dan melaspakannya dari Ponjajahan Gowa.
![]() |
Arung Palakka Raja Bone |
Arung Palakka Raja kerajaan Bugis sejati.
Tak memotong rambut, hingga kehormatan Bone kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar