Rabu, 30 Desember 2015

LAMBORGHINI MADURA, TERINSPIRASI DARI KARAPAN SAPI


NusanTaRa.Com
 
Nama Madura sengaja dipilih Lamborghini karena budaya karapan sapi.
Lamborghini Madura, Mobil yang Terinspirasi Karapan Sapi
Lamborghini Madura konsep. (www.lambocars.com)

Kalau tidak ada aral mungkin tahun 2015 sebuah pabrikan mobil di Eropah yaitu Lamborghini akan mengeluarkan satu produk seri baru yaitu Lamborghini Madura, sebuah produk yang terinspirasi dari Karapan Sapi di Madura yang terkesan kuat dan menarik setidaknya demikianlah penjelasan desain produk ini.    Produk ini juga menandakan untuk pertama kalinya produk mobil eropah yang menggunakan nama Indonesia. 
 
Lamborghini Madura sudah diperkenalkan sejak tahun 2010 menurut situs Lambocars.com,  akan di produksi tahun 2015 dan akan memasuki pasaran tahun 2016,  jadi bagi yang berminat bersiap-siaplah di tahun 2016.    Lamborghini merupakan sebuah supercar buatan negeri Italia yang terkenal mewah dan bermesin brutal.   Sudah banyak produk yang ditetaskan dan telah dimiliki para saudagar tajir yang mengidamkan mobil mewah bertenaga mumpuni ini.

Buat mereka yang berminat untuk memiliki Lamborghini Madura bersiap-siap untuk mengeluarkan kocek sebesar 5 juta USD,  karna harga yang dipatok perusahaan sekitar harga tersebut jika dikurs ke mata uang Indonesia sekitar Rp 70 miliar.   Suatu harga yang pantas untuk Lamborghini bermesin hybrid ini memang terlihat sangar dan sepintas mirip sekali dengan Batmobile --mobil yang kerap dipakai Batman.   Kesan yang ingin dihadirkan pada mobil ini sepertinya memang kuat dan cepat, namun tak melupakan keramahan terhadap alam sehingga bukan saja menyenangkan untuk dikendarai tapi menyenangkan bagi siapa saja yang menatapnya.

Menurut kisah cikal bakal mobil ini adalah sebuah proyek bernama Lamborghini Raw Materials Project yang digawangi oleh Prof. Dr. Othmar Wickenheiser dan Slavche Tanevsky yang merupakan mahasiswanya.     Sang profesor memiliki ide untuk melibatkan mahasiswa bergabung dalam perencanaan produk Lamborghini agar dapat melahirkan kendaran yang kuat dan cepat dengan tidak lepas dari ciri-ciri khas produk Lamborghini.

Nama Madura menjadi pilihan penamaan projeks Lamborghini tersebut karena tradisi karapan sapinya, yang menampilkan karakter banteng yang kuat, laju dan menarik.     Konsep pemberian nama hasil produk Lamborghini sudah semacam tradisi menamakan mobilnya dengan sesuatu yang berhubungan dengan binatang banteng yang merupakan hewan favorit Ferruccio Lamborghini, pendiri perusahaan pembuat mobil super ini.    Sepanjang sejarah produksi mobil Lamborghini sebelum Madura baru dua mobil produk mereka yang tidak terkait dengan binatang Banteng  yaitu Countach dan Silhouette.

Secara proporsional, mobil ini memiliki wheelbase lebih pendek, dan overhang sama panjang. Wheelbase pendek sengaja dilakukan agar memberikan kelincahan yang lebih baik dan kinerja mengemudi sang pembesut agar mudah dalam melakukan manuver di jalanan.    Yang unik, terdapat permukaan visual layering tipis yang merupakan bagian dari elemen tubuh yang terpisah. Alhasil, tubuh Lamborghini Madura pun terlihat berpenampilan eksentrik.

Sepintas kita akan mengira bahwa desain Lamborghini Madura mirip dengan Lamborghini Reventon.   Kelainan Lamborghini Madura dengan jenis Lamborghini lainnya karena mesinnya terletak di depan dan termasuk dalam kelas supercar karena kecepatan dan power mesinnya, sehingga secara keseluruhan Madura  terlihat lebih kekar dan futuristik.  

Sebelumnya Lamborghini yang sering dikenal di telinga kita adalah Lamborghini Gallardo, Lamborghini Aventador, Lamborghini Reventon, Lamborghini  Countach dan Lamborghini Silhouette.    Keberadaan  Lamborghini Madura tentunya dapat menjadi harapan bangsa Indonesia untuk menjadi sarana promosi Pulau Madura khususnya Indonsia di dunia.
byRianSyahputra
 




Memacu Sapi dalam Karapan yang keras,
Kendaraan yang baik tidak hanya nyaman tapi berkelas.
 

Sabtu, 26 Desember 2015

PANDANGAN ISLAM MENGENAI KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA

Mujahidah Muslimah. Jumat, 27 Februari 2015 

NusanTaRa.Com
Islam memberikan tuntunan yang tegas bahwa semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin dan jenis gendernya, diciptakan untuk mengembang misi yang amat penting sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di bumi), paling tidak pemimpin untuk dirinya sendiri. Adapun tujuan utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy mungkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai dari diri sendiri dan keluarga inti.

Agar dapat mengemban dan melaksanakan tugas dan tujuan mulia tersebut, manusia memerlukan pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang panjang. Karena itu, semua manusia: perempuan dan laki-laki  diharapkan bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’ yang bercerita tentang kesuksesan dan kepemimpinan Ratu Bulqis di kerajaan Saba’.

Sebagai manusia yang jelas tugas dan tujuannya, laki-laki dan perempuan harus memikirkan dengan baik setiap fase hidupnya. Jika mereka memilih untuk hidup berkeluarga maka mereka harus memikirkan bagaimana mewujudkan keluarga yang damai dan sejahtera. Karena itu kehidupan keluarga harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Dari sinilah muncul gagasan pemerintah tentang program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana disingkat KB dimaksudkan sepenuhnya untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi setiap anggota keluarga: ibu, bapak, dan anak-anak, bahkan juga anggota keluarga lainnya.

Perencanaan keluarga dimulai dengan merencanakan hal-hal penting berikut:

Pertama, kapan waktu yang tepat untuk menikah? Meski UU Perkawinan menyebutkan usia minimal untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, namun tidak berarti harus menikah di usia tersebut. Faktanya, dalam kehidupan sosial ternyata usia 16 atau 19 tahun masih terlalu dini. Umumnya anak laki dan anak perempuan dalam usia tersebut belum mampu hidup mandiri, apalagi berperan menjadi orang tua. Sebab, pernikahan itu memerlukan kesiapan fisik, mental, dan finansial disamping juga kesiapan moral dan spiritual. Harus dipkirkan secara matang, kehidupan setelah menikah nanti, mau tinggal dimana, pekerjaan apa yang akan dilakukan untuk menopang biaya hidup dan seperti apa bentuk keluarga yang akan dipilih?

Kedua, kapan waktu yang tepat untuk mulai hamil dan melahirkan? Pertanyaan ini terkait erat dengan kemampuan fisik, mental serta kesehatan reproduksi perempuan. Sebab, menjalani kehamilan secara bertanggungjawab bukanlah perkara mudah. Bukan hanya dibutuhkan kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental dan spiritual calon ibu. Terlebih lagi setelah melahirkan nanti, apakah calon ibu sudah siap untuk menyusukan anaknya secara penuh sebagaimana dianjurkan ahli kesehatan dan juga dianjurkan dalam agama Islam, yaitu menyusui anak selama dua tahun penuh. Apakah laki-laki, calon ayah sudah siap berbagi waktu untuk mengasuh anak? Selain menyiapkan waktu yang cukup, juga keperluan material berupa sandang-pangan juga sangat dibutuhkan dalam periode ini.

Ketiga, kapan jarak terbaik antara satu kelahiran dan kelahiran anak berikutnya? Laki-laki dan perempuan sebagai calon orang tua sebaiknya memikirkan dengan matang jarak kelahiran anak-anak mereka. Jarak kelahiran yang terlalu dekat akan mengurangi perhatian dan kasih sayang yang seharusnya dirasakan seseorang anak. Lagi pula, kehamilan yang sangat rapat juga mempengaruhi kualitas kesehatan reproduksi perempuan. Anak adalah amanah Tuhan yang harus dijaga sedemikian rupa, tidak boleh disia-siakan kehadirannya. Sementara kebutuhan anak sangat kompleks, mulai dari kebutuhan jasmani berupa makanan sehat dan bergizi, pakaian yang memadai, serta rumah tempat tinggal yang memungkinkan dia tumbuh dengan sehat, aman dan nyaman. Belum lagi, kebutuhan non-fisik berupa perhatian, kasih sayang yang tulus dan pengasuhan, dan kemudian pendidikan yang memadai bagi pertumbuhannya menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.

Dengan demikian konsep Keluarga Berencana mencakup spektrum yang sangat luas dan holistik. Mulai dari mempersiapkan diri sendiri menjadi orang tua (ayah dan ibu) yang sehat, bijak dan berkualitas. Merencanakan kapan punya anak, berapa jarak kelahiran dan kapan harus berhenti punya anak, untuk selanjutnya mempersiapkan anak-anak kita menjadi calon ayah dan calon ibu yang bertanggungjawab, membimbing mereka menjadi orang dewasa yang berkualitas fisik, mental, rohani dan spiritualnya serta memberikan bekal yang cukup dalam memilih pasangan dan menentukan kapan akan membentuk keluarga sendiri secara mandiri. Semua itu dengan satu tujuan yang jelas, yakni mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan dalam hidup berkeluarga sehingga memperoleh kedamaian dan kebahagiaan lahir-batin di dunia sampai akhirat kelak.

Dari uraian tadi jelas bahwa KB bukanlah sekedar pemakaian alat kontrasepsi belaka. KB adalah satu cara mewujudkan keluarga sejahtera yang dapat dilakukan dengan atau tanpa memakai alat kontrasepsi. Berbicara tentang alat kontrasepsi, bermacam model  ditawarkan, tentu dengan berbagai keuntungan dan kerugian serta efek sampingnya. Pemilihan salah satu alat kontrsepsi hendaknya didahului dengan konsultasi pada bidan atau dokter. Tidak semua orang cocok dengan alat kontrasepsi tertentu mengingat kondisi fisik setiap individu berbeda satu sama lain.

Berdasarkan berbagai fakta medis dan sosial, tampaknya penggunaan alat kontrasepsi sebaiknya dilakukan oleh laki-laki atau suami. Mengapa sebaiknya laki-laki yang menggunakan alat kontrasepsi? Sebab, bagi laki-laki lebih mudah dan lebih praktis. Hal itu karena posisi organ reproduksi laki-laki berada di luar dan bentuknya pun tidak serumit organ reproduksi perempuan. Mari kita ubah paradigma yang terlanjur berkembang di masyarakat bahwa pemakaian alat kontrasepsi adalah kewajiban perempuan.

Konsep Keluarga Berencana yang utama adalah merencanakan suatu kehidupan keluarga yang damai dan bahagia, dan salah satu indikasinya adalah jumlah anak yang sedikit dan berkualitas. Pandangan ini terkait dengan masalah global tentang ledakan penduduk, kemiskinan, pengangguran dan keterbatasan sumber daya alam. Sebagai manusia yang dianugerahi akal budi, manusia selayaknya memikirkan dan merencanakan hidupnya dengan sebaik-baiknya agar tidak menambah kerumitan dalam kehidupan di bumi ini.

Islam membolehkan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk tujuan memelihara kesehatan, mengatur jarak kelahiran anak, dan juga untuk menghindari penularan penyakit tertentu. Hal penting yang dipikirkan oleh suami dan isteri adalah bagaimana merencanakan keluarga bahagia, sejahtera dan harmoni yang dalam istilah Islam disebut sakinah wa mawaddah wa rahmah. Islam sejak dini sudah memberikan peringatan agar kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah seperti tertera dalam ayat pembukaan di atas.

Fungsi Keluarga

Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif, yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3) Fungsi sosial; keluarga memberikan prestise dan status kepada semua anggotanya; 4) Fungsi edukatif; keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anaknya; 5) Fungsi protektif; keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi rekreatif. yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi anggotanya.

Suatu keluarga akan menjadi kokoh, bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi  di atas mengalami hambatan akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai.  Misalnya, jika fungsi edukatif tidak berjalan efektif mungkin hubungan anak dan orangtua akan mengalami ketidak teraturan (disorder).

Ditinjau dari perspektif gender, keluarga merupakan lingkungan yang secara langsung dan tidak langsung memperkenalkan sifat-sifat khas perempuan dan laki-laki (gender traits), cara-cara mengisi peran gender (sebagai ayah-ibu atau sebagai suami-isteri) dan berbagai bentuk interaksi gender, seperti ayah dominan, ibu submisif, atau sebaliknya. Dalam keluarga Indonesia pada umumnya, laki-laki sebagai ayah mempunyai kedudukan yang sentral  dan peran laki-laki sebagai ayah dan yang biasanya aktif di ruang publik sangat menentukan status keluarga dalam masyarakat.

Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola perilaku orang di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender related behavior).

Anak sebagai amanah

Ajaran Islam menegaskan bahwa anak adalah amanah Allah swt. Sebagai suatu amanah tentu saja anak harus dipersiapkan kehadirannya sedemikian rupa. Ayah dan ibu sebagai calon kedua orang tua bagi si anak terlebih dahulu harus mempersiapkan diri, baik dalam aspek fisik maupun non-fisik, seperti moral, mental, emosional, finansial dan aspek sosial. Selanjutnya setelah lahir, anak dijaga dan dipelihara kelangsungan hidupnya dengan sebaik-baiknya agar tumbuh menjadi manusia yang sehat, cerdas, bermoral dan berakhlak-karimah. Oleh karena itu, setiap orang tua akan dimintai pertanggungjawaban berkenaan dengan anak yang dianugerahkan kepadanya.

Ayat an-Nisa 9 (pembukaan) secara tegas memperingatkan kepada setiap orang tua (lelaki dan perempuan) agar jangan meninggalkan keturunan atau anak-anak yang lemah. Pengertian lemah dalam ayat tersebut mempunyai makna yang sangat luas, yaitu lemah dalam agama atau akidah, lemah ekonomi, lemah pendidikan, lemah fisik, lemah mental dan seterusnya. Dengan begitu, setiap calon ayah dan ibu hendaknya mempersiapkan sedemikian rupa dan seoptimal mungkin segala sesuatu yang dibutuhkan bagi kelahiran dan pertumbuhan anak-anak mereka. Sehingga kelak bisa menjadi generasi yang kuat dan berkualitas, dan bukan generasi lemah yang akan menjadi beban sosial di masyarakat.

Di samping sebagai amanah, anak juga merupakan cobaan atau fitnah dari Allah. Ini maksudnya untuk menguji iman manusia sejauhmana manusia dapat memelihara amanah Allah. Dalam hal ini posisi anak tak ubahnya dengan harta kekayaan. Allah menganugerahkan harta kekayaan kepada manusia agar dipergunakan atau dibelanjakan ke jalan yang benar serta untuk menolong orang-orang yang membutuhkan.

Demikian pula halnya dengan anak, dianugerahkan pada manusia agar dapat dididik ke jalan yang benar dan menjadi manusia yang berguna; baik bagi sesamanya, maupun bagi agama dan bangsa. Manusia yang paling baik di sisi Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya, demikian bunyi satu hadis. Karena itu, setiap orang akan ditanyai dan dimintai pertanggung-jawabannya berkenaan dengan harta dan anak yang dianugerahkan Tuhan padanya. Jadi, sebelum punya anak, pikirkan dulu secara mendalam apakah mampu memenuhi hak dan kebutuhan anak yang sangat kompleks tersebut.

Itulah perlunya memahami ajaran Islam dengan benar agar kita tidak salah kaprah. Sebab, di masyarakat banyak sekali beredar pemahaman yang keliru, misalnya Islam melarang Keluarga Berencana, Islam menghendaki kita punya anak banyak, banyak anak banyak rezeki dan seterusnya. Hanya dengan satu ayat Al-Qur’an (an-Nisa 9) semua pandangan keliru tersebut terbantahkan dengan sendirinya. Yang benar, Islam mengajarkan agar kita agar meninggalkan keturunan yang kuat dan berkualitas serta dapat dibanggakan. Di sinilah letak pentingnya program Keluarga Berencana.

Tujuan mulia perkawinan

Islam mengajarkan bahwa perkawinan bukanlah semata ucapan ijab-qabul, melainkan suatu akad (komitmen) yang sangat kuat antara dua orang manusia yang bertujuan membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (keluarga yang tenteram, penuh cinta, dan  kasih-sayang). Itulah sebabnya, dalam perkawinan Islam tidak dibenarkan adanya perilaku dominasi, diskriminasi, eksploitasi, dan segala bentuk poligami, selingkuh dan kekerasan, khususnya kekerasan seksual.

Perlu diketahui bahwa hukum dasar perkawinan adalah mubah artinya boleh, boleh menikah, dan boleh tidak. Jangan disalahpahami bahwa jika seseorang memilih tidak menikah berarti dia memilih hidup bebas dan melakukan hal-hal tercela.

Ditemukan cukup banyak perempuan dan laki-laki yang tidak menikah dan tetap komitmen hidup dalam kesucian dan mengamalkan nilai-nilai spiritual yang tinggi, tidak terlibat free seks dan semacamnya, bahkan mengabdikan seluruh hidupnya untuk membantu sesama demi kemanusiaan. Karena itu, jangan berburuk sangka atau memberi stigma pada seseorang (perempuan atau laki-laki) yang secara sadar memilih untuk tidak menikah.

Masalahnya, tidak semua perempuan memiliki kemerdekaan penuh dan punya pilihan bebas. Sebagian perempuan sungguh-sungguh tidak mengerti akan eksistensi dirinya sebagai manusia utuh yang punya harkat dan martabat; sebagian perempuan tidak bebas menentukan pilihan hidupnya, melainkan sangat ditentukan oleh orang tua atau walinya. Menikah pun atas keinginan orang tua agar tetap disebut anak yang berbakti. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya hidup dengan pasangan yang bukan pilihan hati, untunglah kalau dia berbudi luhur dan baik hati, tapi kalau dia berakhlak buruk, maka terjadilah kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dan pastilah perempuan dan anak-anak yang akan menderita. Ditemukan pula sebagian perempuan terpaksa memilih menikah hanya untuk mendapatkan status sebagai isteri karena masyarakat masih sulit menerima kehadiran perempuan tanpa pasangan (suami).

Demikianlah problematika budaya yang masih melilit perempuan. Kondisi merugikan ini harus segera diakhiri agar perempuan di masa depan dapat memilih dengan cerdas sesuai pesan-pesan moral agamanya, memilih kemaslahatan untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakatnya. Untuk itu, perempuan harus berkualitas, berpengalaman, berwawasan luas, berilmu-pengetahuan cukup, berketerampilan memadai, dan juga berakhlak karimah.

Harus selalu diingat bahwa perkawinan bukan semata urusan biologis atau sekedar memenuhi kebutuhan syahwat, melainkan jauh lebih bermakna dari itu. Perkawinan  memerlukan adanya kesadaran tentang kehadiran Allah dalam hidup manusia, kehadiran Sang Maha Pencipta yang akan membimbing manusia (perempuan dan laki-laki) ke jalan yang lurus, jalan kebahagiaan sejati dan abadi. Perkawinan menuntut agar suami-isteri jujur kepada diri sendiri, kepada pasangan masing-masing, dan kepada Allah sang Pencipta.

Sejumlah ayat Al-Qur`an menjelaskan, agar suami memperlakukan isteri secara hormat, lembut, sopan, dan tidak menyia-nyiakan mereka.  Suami dan isteri tidak boleh melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun dan untuk alasan apa pun, tidak boleh ada perilaku diskriminatif dan eksploitatif sedikit pun. Bahkan, secara khusus Allah juga menekankan penting­nya berbuat adil dalam lingkup keluarga, sebuah lem­baga di mana praktik ketidakadilan terselubung sering­kali terjadi, dengan korban utama selalu istri dan anak-anak perempuan, seperti terlihat dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Posisi perempuan sebagai isteri setara dengan suami. Keduanya berhak mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan, baik biologis maupun batiniyah. Keduanya pun sama-sama bertanggung jawab, baik dalam tugas-tugas domestik di rumah tangga maupun dalam tugas-tugas publik di masyarakat. Suami tetap harus peduli dengan fungsi reproduksi isteri yang sangat mulia, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui.

Ketika melaksanakan fungsi-fungsi mulia tersebut, para isteri wajib mendapatkan perlindungan, bukan hanya dari suami, melainkan juga dari seluruh masyarakat dan bahkan juga dari negara. Perlindungan negara, antara lain dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai, harga obat yang terjangkau, transportasi yang ramah perempuan dan kebijakan hukum yang memihak perlindungan hak-hak asasi perempuan, khususnya, hak dan kesehatan reproduksi perempuan.

Posisi perempuan sebagai ibu adalah sangat mulia dan terhormat. Surga terletak di bawah kaki ibu, artinya keridhaan ibu amat menentukan keselamatan dan kebahagiaan seorang anak. Karena itu, ibu berhak mendapatkan penghormatan tiga kali lebih besar dari penghormatan anak kepada ayahnya. Hadis berikut menjelaskan secara indah.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ. (رواه البخارى ومسلم)
Dari Abu Hurairah ra. berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan bertanya: Ya Rasulullah, siapakah manusia yang wajib saya hormati? Jawab Rasulullah: Ibumu, kemudian siapa? Ibumu, kemudian siapa? Ibumu, kemudian siapa? Ayahmu
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sangat jelas hadis nabi tersebut memerintahkan seorang anak agar menghormati ibu dahulu baru ayah. Bahkan, penghormatan terhadap ibu sebanyak tiga kali dari penghormatan yang diberikan kepada ayah. Mengapa demikian? Tugas berat sebagai ibu sangat diapresiasi Islam, tugas itu terkait dengan organ reproduksinya yang sangat spesifik, yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui anak. Tidak semua perempuan dapat haid dengan nyaman, sebagian perempuan merasa sangat sakit dan menderita ketika dalam periode menstruasi akibat pendarahan yang luar biasa, karena itu cuti haid yang diberlakukan pada beberapa negara maju amat penting dan sangat melindungi perempuan.

Tugas melahirkan pun tidak kalah berat dan sakitnya, sebagian perempuan terpaksa meregang nyawa ketika melahirkan.Angka kematian ibu melahirkan (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi, bahkan dalam masa sepeuluh tahun ini tidak ada penurunan, malah terjadi kenaikan yang signifikan. Hal itu karena perhatian dan kepedulian masyarakat dan juga negara sangat rendah terhadap pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi perempuan.

Lalu, tugas menyusui dan merawat anak pun bukan tugas yang ringan. Untuk dapat menyusui anak dengan baik ibu memerlukan makanan bergizi dan kesehatan yang prima, serta suasana batin yang mendukung (kondusif). Ringkasnya, tugas-tugas reproduksi yang demikian berat dan seringkali seorang ibu harus mengorbankan nyawanya dicatat oleh agama Islam dan dijadikan alasan mengapa seorang anak wajib menghormati ibunya tiga kali lebih banyak dari penghormatan terhadap ayah.

Islam menghargai hak-hak reproduksi perempuan sebagai manusia merdeka. Karena itu, perempuan memiliki hak asasi atas diri dan juga rahimnya. Perempuan dapat memilih secara merdeka apakah ia akan menikah atau tidak; perempuan dapat memilih dan menentukan kapan akan hamil atau tidak. Berapa kali akan hamil dan melahirkan. Tubuh perempuan bukanlah mesin reproduksi. Seorang perempuan tidak boleh mengalami kesengsaraan dan penderitaan, apalagi kematian karena melakukan fungsi-fungsi reproduksi yang sangat mulia itu. Perempuan harus mendapatkan informasi yang benar dan memadai terkait hak dan kesehatan reproduksinya, di sinilah tugas negara dan masyarakat.

Karena itu, mari merencanakan keluarga yang damai dan bahagia melalui program Keluarga Berencana. Wallahu a’lam.
byMusda Mulia/Rektor UIN Syarief Hidayatullah Jakarta


Sakinah wa mawaddah wa rahmah,
Keluarga bahagia, sejahtera dan harmoni di bawah ridho Allah.

Selasa, 01 Desember 2015

RUMPUN MELANESIA SATU ETNIK LOKAL DI NUSANTARA

NusanTaRa.Com


Ingat Papua, ingat Freeport. Asosiasi itu demikian kuat sehingga banyak pejabat dan masyarakat Indonesia secara umum hanya melihat problem dan prospek Papua dalam kaitan dengan tambang emas besar itu.   Cara pandang seperti itu jelas mengerdilkan Papua. Namun, lebih dari itu, juga melukiskan semangat egosentris orang-orang di Jawa, tempat pusat pemerintahan bercokol.   Kita pada umumnya hanya peduli Papua dalam kaitan kepentingan nasional penguasaan tambang emas. Tapi, kurang peduli pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakatnya.  

Berbeda dari pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo memang memberikan perhatian lebih pada Papua. Presiden bertekad membangun infrastruktur besar, termasuk jalur kereta api, di pulau besar itu. Juga menjadikan Merauke sebagai pusat pangan dan energi nasional.   Namun, paradigma berpikirnya belum banyak berubah. Obsesi pada infrastruktur serta pertanian dan industri skala besar masih menunjukkan pandangan lama bahwa Papua hanyalah sumber potensi ekonomi yang bisa dieksploitasi secara nasional.

Tanpa penguatan modal sosial masyarakat lokal, infrastruktur besar hanya akan memfasilitasi eksploitasi alam Papua oleh para pendatang, baik dari luar pulau maupun negeri. Kerusakan alam, ketimpangan ekonomi, dan konflik sosial akan makin runyam.    Pendekatan sosial, budaya, dan antropologis masih jarang dipikirkan. Banyak pejabat di Jakarta atau masyarakat Indonesia barat gelap pengetahuannya tentang manusia Papua. Jika tahu pun, mereka umumnya memandang saudara Papua sebagai suku-suku terbelakang dan primitif. 
   
Harus diakui, orang Papua memang beda dari umumnya suku-suku di belahan barat Indonesia. Tak hanya Papua. Suku-suku di Nusa Tenggara Timur dan Maluku juga tergabung dalam ras Melanesia yang memang berbeda dari orang Jawa atau Melayu Sumatera.  

Pembangunan di sana tidak bisa disamakan dengan pembangunan di barat. Juga dalam pola kerja sama internasional. Model kerja sama ASEAN sebenarnya hanya bermanfaat bagi Indonesia barat. Perlu pendekatan lain di timur: Persekutuan Melanesia.   Dalam ras Melanesia tergabung sekitar 20 negara Pasifik, antara lain: Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Fiji, Samoa, dan Kaledonia Baru yang masih merupakan jajahan Prancis. Lima provinsi Indonesia timur juga masuk di situ.  

Di bawah sadar pengetahuan Jakarta, Oktober ini, Kota Kupang di Nusa Tenggara Timur akan menjadi tuan rumah Festival Budaya Melanesia. Festival akan disertai simposium ilmiah dan pemutaran film Melanesia. Juga kunjungan ke Museum Kupang, yang menyimpan tak kurang 7.000 koleksi khazanah budaya khas kepulauan Melanesia.   Pertukaran budaya dan ekonomi kawasan Melanesia akan menjadi sarana positif untuk pengembangan kawasan Indonesia timur, termasuk Papua. Dalam era desentralisasi, provinsi-provinsi di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur harus diperbolehkan, bahkan didukung, dalam kerja sama seperti itu. 

Pekan lalu, lima provinsi timur tersebut juga meluncurkan Deklarasi Persaudaraan Melanesia Indonesia. Para deklarator menyatakan ini bukan gerakan politik, melainkan wadah kerja sama budaya dan ekonomi.   Bagaimanapun, baik festival maupun deklarasi itu melukiskan kebangkitan baru di kalangan bangsa-bangsa Melanesia. Haruskah Jakarta khawatir itu akan menjadi benih separatisme? 

Memang ada konsekuensi politiknya. Juni lalu, persekutuan negara-negara Melanesia secara resmi mengakui keberadaan kelompok gerakan Papua Merdeka, meskipun baru memberinya status pengamat, bukan anggota.   Namun, seperti ASEAN tak membuat Aceh atau Riau merdeka, Persekutuan Melanesia juga tak perlu dikhawatirkan akan memicu separatisme, jika ditangani secara tepat. 

Ancaman separatisme tak bisa hanya ditanggapi dengan pendekatan keamanan. Justru pendekatan keamanan itu yang selama ini melestarikan ketidakadilan, penindasan hak budaya, pelanggaran hak asasi, serta ketimpangan sosial-ekonomi, yang pada akhirnya melestarikan semangat memisahkan diri.

Jakarta harus menyadari Melanesia memang beda. Sebaliknya, daripada menindas, pemerintah pusat justru harus mendorong munculnya aspirasi dan identitas lokal. Memperkuat otonomi politik, termasuk cara-cara dalam membangun masyarakatnya.    Cara pikir sentralistik harus diakhiri. Cara pikir sempit bahwa Indonesia timur, khususnya Papua, hanya lumbung ekonomi nasional, bahkan lebih sempit lagi cuma sumber emas PT Freeport, harus disingkirkan.

byFaridGaban/GeoTimeS


Cenderawasih di Angkasa timur Indonesia,
Melanesia satu rumpun yang menghiasi bumi Nusantara.

PULAU BUNGIN SUMBAWA DI TENGAH LAUTAN JADI PULAU TERPADAT DI DUNIA

NusaNTaRa.Com byLaDollaHBantA,         R    a    b    u,       2    0         A    p    r    i    l        2    0    2    4 Pulau Bungin d...